Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sulang-Sulang Pahompu dalam Pusaran Modernitas Bangsa

27 April 2024   11:17 Diperbarui: 27 April 2024   11:22 1653
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Merasa happy usai sulang-sulang pahompu. Foto : Parlin Pakpahan.

Sulang-Sulang Pahompu Dalam Pusaran Modernitas Bangsa

Sulang-Sulang Pahompu adalah tradisi adat Batak Toba yang memiliki makna mendalam dan nilai penting dalam budaya masyarakat Batak. Secara harfiah, "sulang-sulang" berarti pemberian ulang, sedangkan "pahompu" berarti cucu. Dalam konteks budaya Batak Toba, Sulang-Sulang Pahompu adalah sebuah tradisi di mana orangtua atau anggota keluarga yang lebih tua memberikan hadiah atau pemberian kepada cucu mereka.

Pemberian ulang dalam konteks Sulang-Sulang Pahompu merujuk pada tindakan memberi kembali atau membalas pemberian yang telah diterima oleh seseorang atau suatu keluarga, terutama dalam hubungan kekerabatan dan adat Batak Toba. Ide pemberian ulang ini bisa diartikan sebagai bentuk timbal balik dan penghormatan, yang memainkan peran penting dalam menjaga hubungan keluarga dan struktur sosial dalam budaya Batak Toba.

Pemberian ulang mencerminkan prinsip timbal balik dalam hubungan kekerabatan. Ini menunjukkan rasa terimakasih dan tanggungjawab untuk memberikan sesuatu kembali kepada mereka yang telah memberikan sesuatu sebelumnya. Dalam konteks ini, bisa berupa hadiah kepada generasi yang lebih muda, seperti cucu atau anak-anak keluarga besar.

Pemberian ulang juga merupakan bentuk penghormatan kepada keluarga, khususnya kepada hula-hula (keluarga pihak istri) atau kepada leluhur. Dengan memberikan kembali, seseorang menunjukkan rasa hormat terhadap kontribusi dan pengaruh orang lain dalam kehidupan mereka.

Tradisi ini memperkuat ikatan keluarga dan memastikan bahwa hubungan antar generasi tetap terjaga. Dengan melakukan pemberian ulang, keluarga menunjukkan komitmen untuk menjaga nilai-nilai dan tradisi keluarga.

Pemberian ulang menjadi cara untuk mewariskan nilai-nilai budaya dan adat istiadat. Ketika seseorang menerima pemberian ulang, ini bisa menjadi simbol bahwa tanggungjawab untuk menjaga dan melanjutkan tradisi keluarga telah diteruskan.

Dalam praktiknya, pemberian ulang bisa berbentuk banyak hal, termasuk uang, kain ulos, makanan, atau barang-barang lain yang memiliki nilai simbolis dalam konteks adat Batak Toba. Pemberian ini tidak hanya memiliki nilai material tetapi juga mencerminkan makna yang lebih dalam terkait dengan ikatan keluarga dan tradisi.

Tradisi ini terkait erat dengan konsep "dalihan na tolu," yang merupakan tiga pilar utama dalam struktur sosial Batak Toba. Tiga pilar ini adalah "hula-hula" (keluarga istri), "dongan tubu" (keluarga sesama marga), dan "boru" (keluarga menantu atau yang dinikahkan). Sulang-Sulang Pahompu merupakan cara untuk mempertahankan dan memperkuat hubungan antar-anggota keluarga dalam struktur ini.

Beberapa poin penting

Sulang-Sulang Pahompu memiliki tujuan untuk mempererat ikatan keluarga, menghormati para leluhur, dan melanjutkan nilai-nilai serta warisan budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Pemberian dalam Sulang-Sulang Pahompu bisa bermacam-macam, termasuk uang, kain ulos, atau barang-barang lain yang memiliki nilai simbolis. Pemberian ini bukan sekadar hadiah material, tetapi juga memiliki nilai spiritual dan budaya.

Sulang-Sulang Pahompu sering dilakukan dalam konteks upacara keluarga seperti pernikahan, kelahiran, atau upacara adat lainnya. Tradisi ini juga bisa menjadi bagian dari acara syukuran atau pertemuan keluarga.

Sulang-Sulang Pahompu mencerminkan penghormatan dan rasa tanggungjawab kepada keluarga. Tradisi ini menjadi cara untuk menjaga nilai-nilai budaya dan ikatan kekeluargaan dalam masyarakat Batak Toba.

Sulang-Sulang Pahompu adalah bagian integral dari tradisi dan identitas Batak Toba. Tradisi ini mencerminkan pentingnya nilai-nilai kekeluargaan, saling menghormati, dan menjaga warisan budaya. Meskipun dunia modern terus berkembang, tradisi ini tetap memiliki relevansi dan nilai yang tak tergantikan dalam menjaga jalinan keluarga dan komunitas Batak Toba.

Dalam pusaran modernitas

Indonesia now semakin pesat perkembangannya di berbagai bidang kehidupan. Bangsa yang beranekaragam suku bangsa ini tak lepas dari dinamika tsb, termasuk. orang Batak Toba dalam menjalankan adat-istiadatnya di perantauan yang relatif jauh seperti Jakarta dan Surabaya. Komunitas ini sudah mulai menyederhanakan tahapan-tahapan pelaksanaan adatnya, dan ini tak terhindarkan. Pelaksanaan sulang-sulang pahompu misalnya tentu sudah tak sama lagi dengan akarnya di lingkar Toba Sumatera Utara sana, meski dimaknai sama.

Penyederhanaan adat-istiadat di kalangan orang Batak Toba yang tinggal di perantauan, seperti Jakarta dan Surabaya, adalah fenomena yang mencerminkan adaptasi budaya dalam konteks urbanisasi dan modernisasi. Meskipun makna dasar dan nilai inti dari tradisi tetap terjaga, cara pelaksanaannya dapat berubah untuk menyesuaikan dengan lingkungan dan situasi yang berbeda.

Mengapa penyederhanaan ini terjadi dan bagaimana hal itu masih menjaga esensi adat Batak Toba, seperti dalam pelaksanaan sulang-sulang pahompu:

Di perantauan, orang Batak Toba sering dihadapkan pada keterbatasan waktu dan sumberdaya untuk menyelenggarakan upacara adat yang panjang dan kompleks. Dalam lingkungan urban, di mana kehidupan cenderung cepat dan sibuk, mereka mungkin tidak memiliki waktu dan fasilitas yang cukup untuk mengadakan upacara adat tradisional yang bisa berlangsung berhari-hari. Oleh karena itu, penyederhanaan menjadi solusi praktis.

Hidup di kota besar seperti Jakarta dan Surabaya berarti harus menyesuaikan diri dengan masyarakat yang lebih beragam. Hal ini dapat mendorong orang Batak Toba untuk melakukan penyesuaian dalam pelaksanaan adat, sehingga tetap sesuai dengan norma dan nilai di lingkungan baru. Meskipun tahapan-tahapannya disederhanakan, esensi adat dan makna di baliknya tetap dipertahankan.

Di daerah asalnya di Sumatera Utara, orang Batak Toba memiliki akses ke ruang dan infrastruktur yang lebih luas untuk mengadakan upacara adat. Namun, di kota besar di perantauan, ruang dan fasilitas mungkin terbatas. Oleh karena itu, penyederhanaan tahapan pelaksanaan adat menjadi cara untuk menyesuaikan dengan keterbatasan ini.

Di lingkungan perkotaan, pengaruh modernitas dapat mendorong penyederhanaan tradisi. Masyarakat urban cenderung memiliki pandangan yang lebih pragmatis, dan hal ini bisa berdampak pada cara tradisi dilaksanakan. Orang Batak Toba di kota besar mungkin memilih cara yang lebih efisien untuk tetap menjaga tradisi mereka tanpa harus kehilangan maknanya.

Orang Batak Toba yang tinggal di perantauan sering membentuk komunitas-komunitas untuk menjaga ikatan budaya mereka. Komunitas-komunitas ini bisa menjadi tempat untuk mempertahankan tradisi, meskipun dengan penyesuaian. Dalam konteks ini, pelaksanaan sulang-sulang pahompu mungkin lebih sederhana, tetapi tetap mencerminkan makna dan nilai inti tradisi tersebut.

Secara keseluruhan, penyederhanaan adat-istiadat di perantauan adalah bagian dari proses adaptasi yang alami dalam menghadapi tantangan dan perubahan dalam lingkungan baru. Meskipun bentuk pelaksanaannya berubah, esensi dan makna dari tradisi Batak Toba tetap dijaga dan dihormati.

Alih generasi

Bagaimana agar generasi muda yang lahir dan besar di perantauan dapat tetap konsisten menjalani tradisi Batak Toba. Masalahnya banyak di antara mereka yang tersesat karena alasan sibuk dengan karier dan masa depan, demikian pula orangtuanya. Interaksi sesama saudara pun berkurang apalagi sesama komunitas Batak di perantauan dalam arti luas.

Bagaimanapun, keanekaragaman budaya di Indonesia adalah sesuatu yang indah, dan ini perlu dipertahankan bahkan dilestarikan

Untuk menjaga konsistensi tradisi Batak Toba di kalangan generasi muda yang tumbuh besar di perantauan, perlu ada upaya yang terstruktur dan sadar untuk mendorong pelestarian budaya di tengah dinamika kehidupan modern.

Beberapa langkah dan saran yang dapat membantu menjaga tradisi Batak Toba dan mendorong generasi muda untuk tetap terhubung dengan akar budaya mereka.

Pendidikan memainkan peran penting dalam mempertahankan budaya. Orangtua dan komunitas dapat mengajarkan nilai-nilai dan tradisi Batak Toba kepada anak-anak mereka sejak dini. Sekolah dan lembaga pendidikan dapat membantu dengan memasukkan elemen budaya lokal dalam kurikulum atau mengadakan acara budaya untuk memperkenalkan siswa pada warisan budaya mereka.

Membangun dan mendukung komunitas Batak Toba di perantauan dapat membantu menjaga hubungan antar anggota komunitas. Organisasi budaya dapat menjadi wadah untuk menyelenggarakan acara tradisional, seperti upacara adat, pertemuan keluarga, dan perayaan. Hal ini dapat memperkuat ikatan dan mendorong partisipasi generasi muda dalam tradisi.

Teknologi dapat menjadi alat yang efektif untuk mendekatkan generasi muda dengan budaya mereka. Komunitas Batak Toba dapat menggunakan media sosial, situs web, dan platform digital lainnya untuk berbagi informasi tentang tradisi, cerita, dan acara budaya. Generasi muda cenderung lebih terhubung dengan teknologi, sehingga ini dapat menjadi cara efektif untuk menjaga minat mereka.

Salah satu cara untuk menjaga tradisi adalah dengan mengintegrasikannya ke dalam kegiatan sehari-hari. Misalnya, memasak makanan khas Batak, mengenakan pakaian tradisional pada acara tertentu, atau menggunakan bahasa Batak dalam percakapan keluarga. Ini membantu menciptakan ikatan emosional dengan budaya dan membuatnya menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.

Orangtua dan keluarga memiliki peran penting dalam menjaga tradisi. Mereka dapat memberikan contoh dan mendorong anak-anak mereka untuk tetap terhubung dengan budaya Batak Toba. Misalnya, dengan melibatkan mereka dalam upacara adat, bercerita tentang sejarah keluarga, atau membawa mereka ke kampung halaman untuk merasakan kehidupan di sana.

Penting untuk menanamkan rasa bangga pada warisan budaya. Generasi muda harus memahami bahwa keanekaragaman budaya adalah aset berharga bagi Indonesia. Dengan menyadari hal ini, mereka mungkin lebih termotivasi untuk menjaga dan melestarikan tradisi mereka.

Dengan langkah-langkah ini, generasi muda yang besar di perantauan dapat tetap konsisten menjalani tradisi Batak Toba, meskipun mereka sibuk dengan karier dan kehidupan modern. Hal ini juga membantu memastikan bahwa keanekaragaman budaya di Indonesia tetap terjaga dan dihormati.

Joyogrand, Malang, Sat', Apr' 27, 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun