Setelah Golkar dan PDIP Sekalian Nyebur ke Kolam
Persidangan MK masih berlangsung hingga sekarang. Sudah separuh jalanlah. Kuranglebih begitu. Biarkan akhli-akhli hukum yang bertarung disitu menunjukkan kepakarannya.
Yang terpenting di medio persidangan ini adalah pernyataan Margarito yang mengingatkan agar perselihan Pilpres 2024 ini dikembalikan ke relnya, maksudnya Hakim MK dapat memilah mana yang harus ke Bawaslu dan mana yang murni perselisihan hasil Pilpres yang sepenuhnya adalah kewenangan MK.
Sementara di medan politik berbatu, kita kembali melihat kegelisahan PDIP dalam sosok Hasto Kristiyanto Sekjen PDIP. Setelah menuding Presiden Jokowi akan merebut Golkar, kini ia menuding Jokowi ingin merebut PDIP demi masa depan politiknya.
Kiprah Hasto adalah gambaran kekecewaan PDIP terhadap hasil Pemilu serentak 2024, dimana Capres mereka yaitu Ganjar-Mahfud terpuruk, begitu juga keterpurukan mereka dalam pemilu legislatif, dimana perolehan suara PDIP sekarang berada di bawah Golkar. Sementara Bos Besar Megawati Soekarnoputri diam-diam saja di tengah kegalauan PDIP itu.
Ketika partai politik mengalami kegagalan dalam pemilu, itu pastilah menimbulkan kekecewaan dan frustrasi di kalangan anggota dan pimpinan partai. Hasto Kristiyanto dalam konteks ini merasa perlu untuk menyalahkan faktor eksternal, seperti Upaya Jokowi  'merebut' PDIP setelah sebelumnya Golkar, kalau perlu sekalian "Jokowi Nyebur ke Kolam" untuk menjelaskan kekalahan partainya.
Menuduh lawan politik, termasuk Presiden Jokowi yang akhir-akhir ini telah dicap sebagai "pengkhianat partai", dirasa perlu untuk merebut basis dukungan politiknya. Ini adalah strategi politik untuk memperkuat solidaritas internal dan memobilisasi basis pemilih, atau katakanlah salah satu cara untuk mempertahankan solidaritas partai dalam menghadapi tantangan politik.
Dalam konteks dinamika politik yang terus berubah, terutama setelah pemilu, partai politik sering kali berusaha menemukan penjelasan atas hasil yang tidak diharapkan. Menyalahkan potensi 'perebutan' partai oleh pihak lain bisa menjadi reaksi terhadap keadaan tsb.
Pernyataan politik seperti itu bisa juga merupakan hasil dari asumsi atau spekulasi politik. Bisa saja tidak ada bukti konkret bahwa Presiden Jokowi benar-benar berupaya merebut basis dukungan PDIP, tapi narasi seperti itu tetap harus dilontarkan Hasto ke ruang publik.
Politisi dan partai politik seringkali menggunakan retorika yang tajam untuk memperkuat posisi mereka dan meraih dukungan massa. Tuduhan Hasto Kristiyanto terhadap Presiden Jokowi adalah bagian dari dinamika politik di Indonesia, terutama setelah hasil Pemilu serentak yang mengecewakan bagi PDIP.
Karenanya, pernyataan Hasto hanya perlu dilihat sebagai bagian dari strategi politik dan retorika yang seringkali muncul dalam konteks politik yang kompetitif.
Coba, merebut PDIP, tuding Hasto adalah semacam kendaraan politik Jokowi, untuk 21 tahun ke depan. Itu ditandaskannya dalam sebuah diskusi bedah buku di NU, yi "PNI, dan Kekerasan Pemilu 1971" karya Ken Ward (1972).
Pernyataan Hasto Kristiyanto yang menyebut bahwa Jokowi berupaya 'merebut' partai politik Golkar dan PDIP adalah bagian dari rencana politik Presiden untuk 21 tahun ke depan, seperti yang disampaikan dalam diskusi bedah buku di NU, memang cukup menarik.
Dalam konteks yang lebih luas, pernyataan Hasto tsb ada dalam acuan kerangka teori konspirasi. Dalam teori konspirasi, individu atau kelompok cenderung melihat peristiwa politik yang kompleks sebagai bagian dari rencana rahasia yang disusun oleh pihak-pihak tertentu, dalam hal ini Presiden Jokowi. Ini bisa menjadi cara bagi sejumlah politisi untuk menjelaskan fenomena politik yang kompleks dan tidak dapat dipahami dengan cara yang lebih sederhana.
Referensi Hasto Kristiyanto terhadap buku "PNI, dan Kekerasan Pemilu 1971" karya Ken Ward yang diterbitkan pada tahun 1972 menunjukkan bahwa dia mungkin menggunakan kerangka sejarah untuk menganalisis situasi politik saat ini. Dalam hal ini, mungkin ada pandangan bahwa Presiden Jokowi sedang berusaha memperkuat basis kekuasaannya dengan mengadopsi strategi politik yang telah terbukti efektif dalam sejarah politik Indonesia.
Pernyataan tsb juga dapat dilihat sebagai bagian dari retorika politik yang bertujuan untuk mempengaruhi pandangan publik. Dalam situasi politik yang kompetitif, politisi sering kali menggunakan retorika yang tajam untuk memperkuat posisi mereka dan meraih dukungan massa. Dengan menggambarkan Presiden Jokowi sebagai figur yang merencanakan dominasi politik jangka panjang, Hasto Kristiyanto berusaha untuk memobilisasi dukungan bagi partainya atau menarik simpati dari para pendukungnya.
Pandangan Hasto Kristiyanto tentang rencana politik Presiden Jokowi untuk 21 tahun ke depan boleh jadi hanyalah pengamatan dan analisis pribadinya terhadap berbagai faktor politik yang ada.
Untuk meredam narasi politik yang mungkin mengandung retorika yang tajam atau kontroversial seperti yang dilontarkan oleh Hasto Kristiyanto, ada beberapa langkah yang perlu diambil.
Pemerintah dan tokoh-tokoh politik seyogyanya dapat menyampaikan pesan yang jelas dan konsisten tentang pentingnya stabilitas politik, persatuan, dan kerjasama dalam pembangunan negara. Hal ini dapat dilakukan melalui pidato resmi, konferensi pers, dan media sosial.
Mendorong dialog terbuka dan diskusi yang konstruktif antara berbagai pihak politik, termasuk mereka yang mungkin memiliki pandangan yang berbeda. Diskusi yang dipimpin secara baik dapat membantu meredam ketegangan dan mempromosikan pemahaman bersama.
Mengedukasi masyarakat tentang proses politik, nilai-nilai demokrasi, dan pentingnya menghormati perbedaan pendapat, agar dapat membantu mencegah penyebaran narasi politik yang merusak. Pendidikan politik yang baik dapat membantu masyarakat memahami konteks dan konsekuensi dari pernyataan politik yang provokatif.
Menekankan pentingnya persatuan nasional dan solidaritas di atas perbedaan politik adalah langkah penting untuk membangun kestabilan politik. Pemimpin politik dapat menonjolkan pesan tentang pentingnya bekerjasama untuk kepentingan bersama dan menegaskan bahwa perpecahan politik hanya akan merugikan bangsa secara keseluruhan.
Media massa juga memiliki peran penting dalam meredam narasi politik yang merusak. Pengawasan media yang baik dan kode etik jurnalistik yang ketat dapat membantu mencegah penyebaran informasi yang tidak benar atau provokatif.
Penegakan hukum yang adil dan berkeadilan dapat membantu menanggulangi upaya-upaya untuk mengadu domba masyarakat atau merusak stabilitas politik. Menegakkan hukum terhadap penyebaran fitnah atau hasutan dapat memberikan sinyal bahwa tindakan semacam itu tidak akan ditoleransi.
Partai politik juga memiliki tanggungjawab untuk mempromosikan stabilitas politik. Kolaborasi antara partai politik yang berbeda dapat membantu menciptakan atmosfer yang lebih kondusif untuk dialog dan kesepakatan politik.
Melalui kombinasi langkah-langkah seperti itu, diharapkan pemerintah dan segenap stake holder di negeri ini dapat meredam narasi politik yang merusak dan mempromosikan stabilitas politik serta persatuan nasional.
Joyogrand, Malang, Thu', Apr' 04, 2024.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H