Pendekatan yang digunakan
Van Klinken menggunakan beberapa pendekatan untuk menganalisis klaim tanah yang didasarkan pada folklore  Sigodangpohul.
Analisis Sejarah. Van Klinken meneliti bukti sejarah terkait cerita Sigodangpohul. Dia menemukan cerita ini tidak memiliki bukti sejarah yang kuat untuk mendukungnya.
Analisis tekstual . Van Klinken menganalisis teks cerita Sigodangpohul. Dia menunjukkan cerita ini memiliki banyak versi yang berbeda dan tidak ada versi yang dapat diverifikasi sebagai versi asli.
Analisis kontekstual . Van Klinken menganalisis konteks politik dan sosial di Toba. Dia menunjukkan klaim tanah yang didasarkan pada cerita Sigodangpohul muncul dalam konteks konflik dan perebutan tanah.
Dr. Van Klinken menyimpulkan klaim tanah yang didasarkan pada folklore Sigodangpohul tidak memiliki dasar sejarah yang kuat. Dia menunjukkan folklore ini telah digunakan untuk tujuan politik dan bukan sebagai sumber sejarah yang akurat.
Sejak 1960-an folklore Sigodangpohul telah merasuki sejumlah marga, sehingga terjadi perpecahan. Padahal kalau mau, cukup dengan menunjukkan dimana makam leluhur mereka dalam tambak-tambak atau pemakaman keluarga, kita akan tahu bahwa makam itu berasal dari generasi ke-10, atau ke-9 atau ke -8. Tapi gilirannya ke generasi pertama dan kedua, semua para avontur marga yang berangkat dari folklore Sigodangpohul ini kehilangan jejak.
Kritislah, sejarah Batak itu baru dimulai kl 500 tahun lalu. Selebihnya ada missing link yang belum kita ketahui sampai sekarang. Sebelum tahun 1500-an. dimana mereka. Ini belum terjawab sampai sekarang, karena belum ada akhli yang menjelajah sampai kesana.
Akhir kata, abaikan saja Folklore Sigodangpohul, karena ternyata folklore tsb adalah folklore gadungan yang memecahbelah marga di tanah Batak jadi nggak keruan.
Lihat :
"The Politics of Folklore: The Case of the Sigodangpohul Story in Batak Toba" oleh Dr. Gerry van Klinken