Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Lagu Lawas Curang dan Kecurangan

19 Februari 2024   15:08 Diperbarui: 19 Februari 2024   15:08 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fraudely gaya Jepang. Foto : fraudstersalmanac.com

Di tengah kekhawatiran dunia tentang Inggeris dan Jepang yang sudah mulai memasuki resesi dan di belakang itu banyak orang masih meributkan krisis Ukraina dan konflik Gaza di middle-east, dan pergeseran geopolitik dunia, di negeri ini orang masih menyanyikan lagu lawas yi "Kecurangan".

Mending kalau lagu lawas ini dijadikan post modern music sebagaimana halnya lagu-lagu jazz lawas yang diubah jadi modern oleh arranger Scott Bradlee. Enak didengar kan. Kalau lagu lama "curang" ini tidak, kuping sakit malah, keq dengar suara Mak Lampir ngamuk. He He ..

Curang dan kecurangan adalah dua istilah yang sering terdengar dalam berbagai konteks, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam bidang profesional.

Curang adalah sikap atau tindakan yang tidak jujur dan tidak adil dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan atau kemenangan. Kata ini dapat digunakan sebagai kata sifat maupun kata kerja.

Kecurangan adalah perbuatan yang curang. Kata ini biasanya digunakan untuk merujuk pada tindakan yang melanggar aturan atau norma yang berlaku.

Contoh curang dan kecurangan antara lain menyontek saat ujian; berbohong dalam negosiasi bisnis; manipulasi data dalam penelitian; menyuap pejabat untuk mendapatkan keuntungan; melakukan kecurangan dalam pemilihan umum.

Curang dan kecurangan berdampak negatif yang signifikan, baik bagi individu maupun bagi masyarakat. Dampak ini antara lain ketidakadilan bagi mereka yang tidak curang; kerusakan reputasi bagi individu atau organisasi yang melakukan kecurangan; ketidakpercayaan terhadap sistem dan institusi; kerugian finansial.

Pada awal kemerdekaan, bahkan di masa Orba pun kita belum pernah mendengar penggunaan istilah curang separah sekarang. Boleh jadi di awal reformasilah istilah curang mulai berkonotasi politis. Contoh ketika Presiden Gus Dur yang menggantikan Habibie dicurangi Megawati dan Amien Rais.

MPR sepertinya diseret hantu belau untuk beraklamasi kelabu dalam rangka melengserkan paksa Gus Dur, meski rakyat tak berkehendak seperti itu. Andy Noya dalam salah satu talkshow di Metro TV menayangkan percakapannya dengan Gus Dus. Dalam pengakuan jujurnya Gus Dur memastikan bahwa Megawati dan Amien Raislah yang mengkudetanya dengan cara curang tak beralasan ketika itu, dan ini diamini rakyat.

Kekuatan rakyat bisa saja digerakkan oleh Gus Dur. Tapi apa kata Gus Dur : Iyo uweslah. Ojo koyo cah cilik, delok kui DPR podo keq Taman Kanak-Kanak.

Baru pada masa reformasi inilah istilah curang menjadi salah satu kosa politik Indonesia hingga sekarang.

Perspektif sejarah

Dalam praktik, kecurangan dalam politik bukanlah fenomena baru yang mengejutkan.

Pada awal kemerdekaan, era Orla dan era Orba, istilah "curang" memang sudah digunakan, tapi tidaklah sepopuler sekarang, misalnya manipulasi hasil pemilu, intimidasi terhadap lawan politik, dan penyalahgunaan kekuasaan.

Yang membedakannya secara signifikan adalah istilah "curang" mulai berkonotasi politis yang lebih kuat pada era reformasi. Hal ini ditandai dengan beberapa peristiwa penting, seperti lengsernya Gus Dur pada tahun 2001, yang banyak diwarnai dengan tuduhan kecurangan dan manipulasi politik; kasus korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan yang marak terjadi di era reformasi, yang semakin memperkuat citra "curang" dalam politik; munculnya media sosial, yang memungkinkan penyebaran informasi dan propaganda politik yang lebih cepat dan masif, termasuk informasi yang menyesatkan dan provokatif.

Kasus Gus Dur adalah salah satu contoh bagaimana istilah "curang" digunakan dalam konteks politik Indonesia. Gus Dur dilengserkan dari jabatannya sebagai presiden melalui Sidang Istimewa MPR yang kontroversial, di mana banyak pihak yang menuduh adanya kecurangan dan manipulasi.

Di masa lalu pra Orla, Orba dan Orde Reformasi, kecurangan pastilah ada, sebagaimana anak-anak tukang nyontek di sekolah. Hanya, perang kemerdekaan ketika itu sangat merepotkan, dan kita hanya mengenal pejuang dan pengkhianat ketika itu. Lalu penjahat dan penipu ada di pihak penjajah Belanda.

Pramoedya Ananta Toer melalui karya-karyanya memberikan kritik tajam terhadap kecurangan yang terjadi di berbagai masa. Dia mengingatkan kita bahwa kecurangan adalah penyakit yang dapat merusak bangsa dan menindas rakyat.

Dia menggambarkan kecurangan dalam berbagai konteks, dari masa penjajahan Belanda, era kemerdekaan, hingga masa Orde Baru. Dalam Bumi Manusia, Ia menceritakan kehidupan Minke, seorang pribumi terdidik yang mengalami diskriminasi dan kecurangan dari pemerintah kolonial Belanda. Salah satu contohnya adalah Minke ditipu oleh Annelies, kekasihnya, dan Robert Mellema, atasannya. Dalam Jejak Langkah, Ia mengisahkan tentang perjuangan para pemuda Indonesia melawan penjajah Belanda. Kecurangan yang digambarkannya disini adalah ketika para pemuda dibohongi oleh Belanda tentang perundingan.

Pramoedya juga berkisah dengan latar belakang Orla dalam buku Anak Semua Bangsa. Bagaimana kehidupan para pemuda Indonesia setelah kemerdekaan. Salah satu kecurangan yang digambarkan adalah ketika terjadi korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan oleh para pejabat.

Dalam novel Gadis Pantai, ia menceritakan tentang kehidupan masyarakat di bawah rezim Orba yang represif. Kecurangan yang digambarkannya disini adalah ketika terjadi manipulasi hasil pemilu dan penangkapan para aktivis politik.

Beberapa quote dari karya Pramoedya Ananta Toer yang berkaitan dengan kecurangan dari masa ke masa antara lain "kejahatan terbesar adalah menipu rakyat" (Bumi Manusia); "kebohongan adalah senjata paling ampuh untuk menindas rakyat" (Jejak Langkah); "ketidakadilan adalah penyakit yang menggerogoti bangsa" (Anak Semua Bangsa); "Kebebasan adalah hak yang tidak boleh dirampas" (Gadis Pantai).

Kecurangan dalam politik adalah masalah serius yang dapat merusak demokrasi dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Kita perlu terus meningkatkan kesadaran dan kritisisme terhadap praktik-praktik curang dalam politik. Kita juga perlu mendorong reformasi politik dan penegakan hukum yang lebih kuat untuk mencegah dan menindak kecurangan dalam politik.

Tidak asal labrak

Sikap kritis kita tentu tidak harus sama dengan sikap kritis Mak Lampir yang asal labrak. Pertama, sistem kita 5 tahun terakhir ini sudah mendekati apa yang kita inginkan, misalnya soal kebebasan berpendapat. Freedom of speech disini tak ada bandingannya dengan masa lalu kita. Sistem politik yang kita bangun sudah semakin mendekati harapan kita, lihat misalnya UU tentang Pemilu, kehadiran MK, KPU dan Bawaslu dll. UU Pemilu sekarang sudah terinci dalam segala hal yang kita inginkan, mulai dari Presidential threshold, Parliamentary threshold, batas usia capres-cawapres, termasuk sampai berapa periode mereka bisa berkuasa. Kedua, kita sudah maju dalam banyak hal di bidang ekonomi dan infrastruktur, bahkan telah ada persiapan ibukota negara atau IKN di Kaltim. Ketiga kita telah semakin matang (hanya tinggal penyempurnaan) di kawasan Asia Tenggara dalam persekutuan Asean.

Jadi kalau masih ada teriakan pemerintahan sekarang curang dalam Pemilu. Apa bedanya dengan kitisisme Mak Lampir yang asal labrak. Mengapa tidak ikut saja dalam pengawalan penghitungan suara, tapi bukan untuk gaduh dan bertindak provokatif seperti Dirty Vote, atau TKN Amin yang memprovokasi kehilangan 3 juta suara. Penghitungan suara di setiap level sesuai ketentuan kan dikawal ketat oleh rakyat dan kekuatan-kekuatan politik yang ada.

Dari Legacy ke legacy

Yang membuat fondasi dari semua itu adalah Presiden Jokowi, setelah mengevaluasi legacy presiden-presiden sebelumnya, ntah itu legacy Habibie, Gus Dur, Megawati, dan Sby. Maka ada yang wajib dan harus diteruskan bahkan dirasionalisasi kepemilikan sahamnya seperti Freeport, Telkomsel dll; ada yang sudah ada sejak dulu tapi mandeg terus dari masa ke masa, dan ini nyaris disempurnakan sekarang, yi infrastruktur fisik yang menghubungkan seluruh wilayah nusantara dst.

Di bidang politik pun demikian. Hampir semua instrumen hukum yang kita butuhkan sudah ready. Adalah musykil kalau masih ada pelaku curang dalam pemilu serentak sekarang. Semua parpol peserta pemilu ikut mengawasl penghitungan suara. Pers dan media sosial malah kebablasan cerewetnya dalam pengawalan ini, terbukti ada beberapa kantong kecil pemungutan suara yang terpaksa harus diulang karena dianggap cacad. Dan itu terbukti terlaksana dan berjalan dengan baik.

Berkelit dari soal curang lalu loncat ke soal dinasti. Inipun tak lain kecurigaan soal kecurangan juga, hanya dalam bahasa lain. Itulah elastisitas bahasa Melayu kita ini. Pasal dinasti ini pun terkesan mengada-ada, karena kita belum bisa menyikapi reformasi di masa Jokowi hingga di penghujung kekuasaannya sekarang sebagai sebuah legacy yang hanya tinggal dilanjutkan oleh penggantinya saja. Kita hanya mau apa maunya pikiran kita bahwa ini tak cocok maka harus yang itu. Ini adalah sollen yang tak mungkin kalau kaidah-kaidah yang mengaturnya sudah relatif lengkap.

Sollen yang benar ya konstitusilah. Ingat road-map untuk menjadi Presiden itu baru sebatas seperti yang terjadi sekarang, dan itu konstitusional. Kalau pengen lebih dari itu, kita harus menolkan dulu Presidential threshold. Lalu siapa kandidat yang siap berkeliling nusantara ke kantong-kantong elektoral besar untuk memperkenalkan dirinya dan mengenal lebih jauh apa yang perlu diperjuangkan disana.

Kalau sekarang Prabowo-Gibran yang terpilih, itu bukanlah salah MK atau ketiadaan norma atau adanya kecurangan karena presiden menggunakan kekuasaannya untuk memanipulasi sumberdaya dan lembaga negara dalam rangka pemenangan Prabowo-Gibran.

Belajarlah mengakui bahwa Itu adalah ayunan lengan rakyat yang mencoblos figur yang disukainya, dan bukan mencoblos orang pintar atau dipintar-pintarkan tapi munafik dan sama sekali tak berguna untukNya.

Peran penting masyarakat

Berkaca dari pemilu serentak tahun ini, kita tak boleh berhenti meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya politik yang bersih dan berintegritas melalui pendidikan formal dan informal; memperkuat lembaga-lembaga penyelenggara pemilu dan penegak hukum agar lebih independen dan profesional; meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam proses politik, termasuk pendanaan partai politik dan kampanye; melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap proses politik oleh masyarakat sipil dan organisasi independen; memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, seperti e-voting dan platform pelaporan kecurangan.

Kita juga tak boleh berhenti untuk menegakkan hukum secara tegas dan konsisten terhadap pelanggaran politik, termasuk kecurangan pemilu; memberikan sanksi yang tegas dan proporsional kepada pelaku kecurangan politik; melindungi saksi dan pelapor kecurangan politik.

Sikap golput atau masa bodoh tak boleh dibiarkan begitu saja. Rakyat harus didorong secara berkesinambungan untuk berpartisipasi aktif dalam proses politik, seperti mengikuti pemilu dan mengawasi kinerja pemerintah; mendidik diri sendiri dan orang lain tentang politik yang bersih dan berintegritas; melakukan pemantauan dan pengawasan terhadap proses politik, termasuk melaporkan kecurangan; memberikan kritik yang konstruktif terhadap pemerintah dan politisi; melakukan advokasi untuk reformasi politik dan penegakan hukum.

Sportiflah. Kalau Kalah ya Kalah. Kalau Menang ya Menang. Lalu bersalaman sportif ala Amerika. Kita sudah tak pantas menyanyikan lagu lawas karya "Calon Arang" seperti itu.

Joyogrand, Malang, Mon', Febr' 19, 2024.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun