Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Lagu Lawas Curang dan Kecurangan

19 Februari 2024   15:08 Diperbarui: 19 Februari 2024   15:08 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kecurangan dalam politik adalah masalah serius yang dapat merusak demokrasi dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Kita perlu terus meningkatkan kesadaran dan kritisisme terhadap praktik-praktik curang dalam politik. Kita juga perlu mendorong reformasi politik dan penegakan hukum yang lebih kuat untuk mencegah dan menindak kecurangan dalam politik.

Tidak asal labrak

Sikap kritis kita tentu tidak harus sama dengan sikap kritis Mak Lampir yang asal labrak. Pertama, sistem kita 5 tahun terakhir ini sudah mendekati apa yang kita inginkan, misalnya soal kebebasan berpendapat. Freedom of speech disini tak ada bandingannya dengan masa lalu kita. Sistem politik yang kita bangun sudah semakin mendekati harapan kita, lihat misalnya UU tentang Pemilu, kehadiran MK, KPU dan Bawaslu dll. UU Pemilu sekarang sudah terinci dalam segala hal yang kita inginkan, mulai dari Presidential threshold, Parliamentary threshold, batas usia capres-cawapres, termasuk sampai berapa periode mereka bisa berkuasa. Kedua, kita sudah maju dalam banyak hal di bidang ekonomi dan infrastruktur, bahkan telah ada persiapan ibukota negara atau IKN di Kaltim. Ketiga kita telah semakin matang (hanya tinggal penyempurnaan) di kawasan Asia Tenggara dalam persekutuan Asean.

Jadi kalau masih ada teriakan pemerintahan sekarang curang dalam Pemilu. Apa bedanya dengan kitisisme Mak Lampir yang asal labrak. Mengapa tidak ikut saja dalam pengawalan penghitungan suara, tapi bukan untuk gaduh dan bertindak provokatif seperti Dirty Vote, atau TKN Amin yang memprovokasi kehilangan 3 juta suara. Penghitungan suara di setiap level sesuai ketentuan kan dikawal ketat oleh rakyat dan kekuatan-kekuatan politik yang ada.

Dari Legacy ke legacy

Yang membuat fondasi dari semua itu adalah Presiden Jokowi, setelah mengevaluasi legacy presiden-presiden sebelumnya, ntah itu legacy Habibie, Gus Dur, Megawati, dan Sby. Maka ada yang wajib dan harus diteruskan bahkan dirasionalisasi kepemilikan sahamnya seperti Freeport, Telkomsel dll; ada yang sudah ada sejak dulu tapi mandeg terus dari masa ke masa, dan ini nyaris disempurnakan sekarang, yi infrastruktur fisik yang menghubungkan seluruh wilayah nusantara dst.

Di bidang politik pun demikian. Hampir semua instrumen hukum yang kita butuhkan sudah ready. Adalah musykil kalau masih ada pelaku curang dalam pemilu serentak sekarang. Semua parpol peserta pemilu ikut mengawasl penghitungan suara. Pers dan media sosial malah kebablasan cerewetnya dalam pengawalan ini, terbukti ada beberapa kantong kecil pemungutan suara yang terpaksa harus diulang karena dianggap cacad. Dan itu terbukti terlaksana dan berjalan dengan baik.

Berkelit dari soal curang lalu loncat ke soal dinasti. Inipun tak lain kecurigaan soal kecurangan juga, hanya dalam bahasa lain. Itulah elastisitas bahasa Melayu kita ini. Pasal dinasti ini pun terkesan mengada-ada, karena kita belum bisa menyikapi reformasi di masa Jokowi hingga di penghujung kekuasaannya sekarang sebagai sebuah legacy yang hanya tinggal dilanjutkan oleh penggantinya saja. Kita hanya mau apa maunya pikiran kita bahwa ini tak cocok maka harus yang itu. Ini adalah sollen yang tak mungkin kalau kaidah-kaidah yang mengaturnya sudah relatif lengkap.

Sollen yang benar ya konstitusilah. Ingat road-map untuk menjadi Presiden itu baru sebatas seperti yang terjadi sekarang, dan itu konstitusional. Kalau pengen lebih dari itu, kita harus menolkan dulu Presidential threshold. Lalu siapa kandidat yang siap berkeliling nusantara ke kantong-kantong elektoral besar untuk memperkenalkan dirinya dan mengenal lebih jauh apa yang perlu diperjuangkan disana.

Kalau sekarang Prabowo-Gibran yang terpilih, itu bukanlah salah MK atau ketiadaan norma atau adanya kecurangan karena presiden menggunakan kekuasaannya untuk memanipulasi sumberdaya dan lembaga negara dalam rangka pemenangan Prabowo-Gibran.

Belajarlah mengakui bahwa Itu adalah ayunan lengan rakyat yang mencoblos figur yang disukainya, dan bukan mencoblos orang pintar atau dipintar-pintarkan tapi munafik dan sama sekali tak berguna untukNya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun