Dalam beberapa pemilu terakhir, terutama Pilpres 2019, terlihat bahwa Jokowi dan Prabowo bisa berhadapan secara kontestatif tetapi juga menunjukkan kedewasaan politik dengan berjabat tangan dan menyatakan persatuan setelah pemilihan.
Keputusan Jokowi untuk meninggalkan PDIP secara tersembunyi, dapat diartikan sebagai strategi politik, persisnya strategi elektoral.
Tak heran moving averages selama ini berayun ke arah Jokowi sebagai salah satu pemimpin Indonesia yang sangat dihormati rakyatnya.
Kita lihat hasil survey elektabilitas terbaru jelang pencoblosan pada tgl 14 Pebruari 2024 yad :
Populi Centre : 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar 22,1%; 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming 52,5%; 03 Ganjar Pranowo-Mahfud Md 16,9%
Indikator Politik : Prabowo-Gibran 48,55%; Anies-Cak Imin 24,17%; Ganjar-Mahfud 21,60%; Tidak tahu 5,68%
Charta Politika : Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka 42,2% Ganjar Pranowo-Mahfud Md 28%; Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar 26,7%; Tidak jawab/tidak tahu 3,1%
LSI Denny JA : 1. Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar - Januari 2024 23,2%, Â - Desember 2023 22,3%, - Oktober 2023 19,6%; 2. Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming - Januari 2024 47%, - Desember 2023 45,6%, - Oktober 2023 35,9%; 3. Ganjar Pranowo-Mahfud Md - Januari 2024 21,7%, - Desember 2023 23,8%, - Oktober 2023 26,1%.
Dari hasil suvey terkini itu, Prabowo kemungkinan bisa menang dalam satu putaran. Atau kalaupun harus dua putaran, Ia sudah pasti memenangkannya juga.
Semua manuver terkait strategi elektoral, praktis hanya manuver Jokowi yang melepaskan diri secara hidden dari PDIP yang berhasil. Yang lain meski ada pengaruhnya, tapi pengaruh itu bisa diabaikan karena tidak signifikan.
Penutup