Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ara: Bye PDIP dalam Rangka Menatap Hari Depan Bangsa

17 Januari 2024   14:39 Diperbarui: 17 Januari 2024   16:11 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Maruarar Sirait mengatupkan tangan berpamitan dari PDIP. Foto : Nicholas Ryan Aditya via kompas.com

Ara : Bye PDIP dalam rangka Menatap Hari Depan Bangsa

Maruarar Sirait, berpanggilan akrab Ara, berpamitan dari PDI-P. Hal ini disampaikannya langsung usai mengunjungi kantor DPP PDI-P, Senin 15 januari ybl. Saat berpamitan, mantan Ketua TMP atau Taruna Merah Putih, organisasi sayap PDI-P itu turut mengucapkan terimakasih kepada Ketum PDI-P Megawati Soekarnoputri hingga Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto.

Ia membeberkan alasannya meninggalkan PDI-P, salah satunya adalah mengikuti langkah politik Presiden Jokowi. Ara tak merinci apakah alasan itu adalah mendukung pasangan capres dan cawapres No 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, tidak seperti PDI-P yang mengusung Paslon No 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Ara hanya menegaskan memilih untuk mengikuti langkah Jokowi karena ia percaya Jokowi adalah pemimpin yang sangat didukung oleh rakyat Indonesia.

Keluarnya Ara dari PDIP merupakan hak prerogatif ybs dan merupakan bagian dari dinamika politik yang biasa terjadi dalam sistem demokrasi.

Setiap individu mempunyai hak untuk memilih parpol yang ingin mereka dukung atau keluar dari parpol yang telah mereka ikuti. Dalam konteks biasa-biasa saja keputusan personal tsb adalah normal dan layak dihormati.

Yang soal Ara sudah cukup lama menghilang dari peredaran atau katakanlah dari dunia kangouw. Sekalinya muncul lalu pamitan dari parpol lama tempat dimana ayahandanya alm Sabam Sirait pernah jadi petinggi PDIP yang cukup disegani.

Ara yang mendukung Jokowi sejak 2014 sering menuai konsekuensi politik di PDIP. Ara menjadi pionir munculnya Jokowi sebagai capres. Ketika Jokowi menang menimbulkan komplikasi dan pada saat Ara dipilih jadi Menteri justeru menuai penolakan yang datang dari partainya sendiri. Ara tetap loyal meskipun akhirnya dipindah dapil, dicopot posisinya dari DPP dan TMP.

Ara terkesan sabar selama ini. Tapi kesabarannya habis ketika hubungan Jokowi dan PDIP semakin panas. Pamitnya Ara dari PDIP mengikuti konstelasi Pak Jokowi, karena dia memang orang Jokowi. Ketika melihat hubungan PDIP dan Jokowi semakin merenggang jelang Pilpres 2024, dia memilih ikut Jokowi.

Ara bukan-satunya orang Jokowi yang meninggalkan PDIP. Lihat Budiman Sudjatmiko, Bobby Nasution dan tentu saja Gibran Rakabuming Raka yang menjadi cawapres Prabowo Subianto.

Pamitnya Ara dari PDIP adalah sebuah kehilangan besar karena memberi sinyal kepada basis Jokowi yang berada di PDIP untuk mencari opsi lain.

Satu per satu kader PDIP terbaik telah melepaskan diri dari PDIP. Dalam konteks ini, ada semacam materi yang tak lagi disukai kader yang berwawasan jauh ke depan. PDIP mungkin saja sudah menyadari hal ini. Tapi karena capres PDIP sudah terusung, dan komunikasi politik dengan Jokowi sudah terputus, PDIP mau tidak mau harus merelakan sebagian elektoralnya bergeser ke Paslon No 02.

Kondisi sekarang harus diakui tak biasa-biasa saja. Meski sistem kita masih tetap di platform lama, tapi ada perubahan yang tak boleh dinafikan begitu saja. Ada semacam kemarahan, ada semacam harapan dan ada semacam hal yang harus direformasi pasca Pilpres 2024 ini.

Induk dari semua itu adalah semacam divorce-nya Jokowi dari PDIP, ada semacam rekonsiliasi antara Jokowi-Prabowo, tapi ada juga antithesis yang menggambarkan perlawanan terhadap Jokowi.

Figur-figur lama seperti Esbeye dan Megawati yang boleh dikata adalah datuk-datuk dunia kangouw kita. Keduanya harus berpikir ulang melihat perubahan drastis yang tak disangka-sangka ini. Esbeye sendiri sadar bahwa AHY hanya bisa dijual nanti setelah ybs berportofolio pernah jadi Menteri. Tak heran Esbeye belum lama ini menegaskan dukungannya terhadap pasangan Prabowo-Gibran. Dan itu semua akan terukur pasti dalam kontestasi Pilpres 2024 yang jadwal pencoblosannya sudah pasti, yi tgl 14 Pebruari 2024.

Dalam pemilihan presiden, strategi kampanye, visi misi calon, dan cara kandidat berinteraksi dengan masyarakat juga berperan penting dalam meraih dukungan elektoral. Oleh karena itu, sementara dukungan tokoh-tokoh terkemuka dapat memainkan peran, hasil pemilihan tidak hanya ditentukan oleh perpindahan dukungan individu, tetapi juga oleh berbagai variabel lainnya.

Opini dan pandangan kalangan akademisi dan intelektual yang berumah di atas angin juga dapat bervariasi. Tidaklah mungkin menggeneralisir seluruh kelompok ini karena setiap individu memiliki pandangan dan ekspektasi yang unik. Beberapa akademisi dan intelektual mungkin dapat menerima kenyataan politik dan menerima hasil pemilihan jika itu sesuai dengan proses demokratis yang fair dan transparan. Namun, ada juga yang mungkin tetap tidak puas atau kecewa jika hasil tsb tidak sesuai dengan preferensi atau ekspektasi mereka.

Sementara paslon No 01, meski sudah beroleh dukungan baru dari ABB atau Abu Bakar Baasyir dan Bahar Smith. Bukan berarti paslon ini akan menanjak setelahnya. Karena hasil kajian di lapangan menunjukkan dari masa ke masa bangsa ini tidak pernah menyukai kaum radikal. Di belakang Paslon No 01 sesungguhnya hanyalah elektoral eks Prabowo di masa Pilpres 2019. Mereka memilih Anies, karena itulah pengharapan terakhir mereka. Suara kaum radikal di masa Pilpres sekarang praktis sudah tak terdengar lagi.

Lain halnya dengan Paslon No 03. Ganjar yang terlihat telanjang sekarang bukanlah faktor penentu suara. Elektoral di belakang Ganjar hampir semuanya adalah Projo. Jadi yang maksimal harus dilakukan PDIP adalah memaksimalkan pemenangan Pileg dan bukan lagi pemenangan Pilpres.

Paslon 02 sudah memperoleh pancaran cemerlang matahari seorang Jokowi, bahkan sudah diunggulkan banyak lembaga survey dapat memenangkan Pilpres 2024 cukup satu putaran saja, sejauh matahari dimaksud tak berbagi anggukan ke arah lain selain ke arah Prabowo-Gibran.

Hasil poling terakhir menunjukkan Gerindra sudah melampaui PDIP. Prabowo-Gibran dalam konteks ini haruslah merangkul PDIP, Demokrat bahkan PKB apabila perlu. Itu sangat penting dalam semangat rekonsiliasi sekarang.

Pasca Pemilu serentak 2024 ini Indonesia sudah beribukota di IKN dan PR pertama yang harus diklaarkan adalah mengamandemen UUD 1945 dan menyempurnakan UU Pemilu yang dapat memetakan bagaimana perjalanan yang harus ditempuh seorang capres. Jangan lagi dipertahankan pemilihan capres itu bergantung kepada pemimpin parpol, tapi harus dicreate bergantung kepada rakyat.

Matahari-matahari seperti Jokowi itu harus dibangun di 38 Propinsi, karena disitulah dimulainya test kepemimpinan nasional yang benar.

Joyogrand, Malang, Wed', Jan' 17, 2024.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun