Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Putin dan Netanyahu Bertaruh Trump Hadir Kembali

9 Desember 2023   15:01 Diperbarui: 9 Desember 2023   15:01 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Trio Trump, Putin dan Netanyahu. Foto Getty images via nypost.com

Putin dan Netanyahu Bertaruh Trump Hadir Kembali

Negara-negara yang tengah berkonflik dimanapun, harus mulai mencermati perkembangan dunia sekarang, karena Donal Trump setiap saat dapat kembali ke Gedung Putih.

Meskipun belum pasti, Presiden Rusia Vladimir Putin dan PM Israel Benjamin Netanyahu menaruh harapan pada sebuah kejutan. Pada tanggal 5 Nopember 2024 yad, di penghujung pemilihan presiden AS, mereka berharap bisa merayakan kemenangan Donald Trump. Kedua pemimpin tsb tahu betul siapa yang akan terpilih, yi Trump dan bukan Biden.

Perspektif pemerintahan Trump ke depan ini juga menjadi tolok ukur untuk dapat memahami berita dan perkembangan internasional. Keistimewaan dari krisis yang terjadi saat ini -- dan bagian dari dramanya -- terletak pada kemungkinan kebijakan luar negeri Amerika yang sangat berbeda. Kembalinya Trump ke Gedung Putih akan berdampak besar pada dua perang yang sedang berlangsung sekarang. Pertempuran antara Rusia dan Ukraina akan terkena dampaknya, begitu pula kampanye Israel dalam menggempur bahkan menghabisi gerakan Islam Arab-Palestina Hamas.

Presiden Rusia punya teman dalam diri Trump, seorang otokrat yang dihentikan Kongres di tengah jalan. Pegolf asal Florida ini telah menyatakan kekagumannya terhadap kepemimpinan Putin. Secara terpisah, sebagai pemimpin mayoritas sayap kanan, PM Israel bertaruh pada Trump, yang dari tahun 2016 hingga 2020 merupakan presiden paling anti-Arab-Palestina yang pernah menduduki Gedung Putih.

Menurut sumber Israel yang dikutip Financial Times pada awal Desember ybl, Perang Gaza akan berlangsung selama satu tahun atau lebih. Joe Biden berharap dapat menahan ambisi Netanyahu. Presiden AS bermaksud untuk memaksakan batasan pada tentara Israel. AS telah menyatakan bahwa melakukan pemboman terhadap Gaza bagian selatan seperti yang terjadi di bagian utara dan kota Gaza, mendorong penduduk Gaza ke Mesir, atau kalau sampai Israel menduduki kembali jalur tsb untuk jangka waktu yang lama, maka itu adalah hal yang mustahil.

Setelah gencatan senjata berlalu belum lama ini, pemerintahan Biden telah mengajukan skenario pemulihan Otoritas Palestina di bawah Fatah yang bertugas mengelola Tepi Barat dan Gaza. Fatah hanya akan menyetujui hal ini dengan syarat dimulainya kembali perundingan yang secara bertahap akan mengarah pada pembentukan negara Arab-Palestina berdampingan dengan Israel. Dalam setiap poin posisi resmi AS, Biden berselisih dengan Netanyahu.

Tak heran, Bibi merasa gerah dan lebih menantikan kehadiran Trump. Begitu pula dengan Putin yang tak banyak berharap dari regime korup Zelensky yang terlalu dimanjakan Biden selama ini.

Kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih akan berdampak besar pada dua perang yang sedang berlangsung. Pertempuran antara Rusia dan Ukraina akan terkena dampaknya, begitu pula kampanye Israel melawan gerakan Islam Arab-Palestina Hamas. Presiden Rusia punya teman dalam diri Trump, seorang figur yang digagalkan Kongres. Trump pegolf asal Florida ini telah menyatakan kekagumannya terhadap kepemimpinan Putin. Dan secara terpisah, sebagai pemimpin mayoritas sayap kanan, PM Israel bertaruh pada Trump, yang dari tahun 2016 hingga 2020 adalah presiden Amerika yang paling anti Arab-Palestina yang pernah menduduki Gedung Putih.

Trump telah menunjukkan kecenderungan untuk membangun hubungan yang lebih hangat dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Ini dapat memiliki dampak pada situasi di Ukraina, tergantung pada kebijakan yang diambil oleh pemerintahan Trump terkait dengan konflik tsb.

Terkait potensi durasi perang di Gaza dan upaya Presiden Joe Biden untuk menahan ambisi PM Israel, Benjamin Netanyahu, mencerminkan dinamika kompleks dalam politik dan konflik di Timur Tengah, dimana Biden berusaha untuk membatasi tindakan militer Israel di Gaza dalam rangka mendorong solusi damai dan menghindari eskalasi konflik yang lebih besar.

Skenario pemulihan Otoritas Palestina dengan Fatah yang mengelola Tepi Barat dan Gaza, serta kemungkinan dimulainya kembali perundingan untuk membahas pembentukan negara Arab-Palestina, mencerminkan upaya diplomasi yang kompleks di Timur Tengah, Dimana terdapat perbedaan pendekatan antara pemerintahan Biden dan PM Israel, Benjamin Netanyahu, dalam menghadapi konflik Israel-Arab-Palestina.

Presiden Biden telah menunjukkan niat untuk kembali fokus pada solusi dua negara, yang melibatkan pembentukan negara Arab-Palestina yang merdeka berdampingan dengan Israel. Upaya ini antara lain mencakup memulihkan dukungan AS terhadap lembaga-lembaga Arab-Palestina, termasuk Otoritas Arab-Palestina yang dikelola oleh Fatah.

Di sisi sebelah yi mandala Eropa. Pandangan bahwa Ukraina adalah bagian Rusia yang tak terpisahkan adalah pandangan yang kontroversial dan tidak sepenuhnya mencerminkan kerangka pemahaman yang umum di dunia barat.

Pada tahun 2014, Russia secara kontroversial menyerap wilayah Krimea yang sebelumnya merupakan bagian dari Ukraina, hal ini menyebabkan reaksi keras dari banyak negara dan organisasi internasional, termasuk AS.

AS dan sebagian besar negara di dunia mengakui Ukraina sebagai entitas yang memiliki hak atas integritas teritorialnya. Sanksi-sanksi ekonomi dan tekanan diplomatik telah diambil sebagai respons terhadap tindakan Rusia di Krimea dan konflik di wilayah timur Ukraina.

Di mandala Timur Tengah, Trump adalah peletak dasar Abraham Accord. Ia akan menyelesaikan apa yang dimulainya begitu ia kembali memimpin Amerika menggantikan Biden yang semakin tak populer karena kelewat boros untuk rezim korup Zelensky yang dimanjakannya di Ukraina.

Abraham Accords adalah kesepakatan normalisasi hubungan antara Israel dengan Uni Emirat Arab (UAE) dan Bahrain yang dicapai pada tahun 2020 di bawah pemerintahan Trump. Kesepakatan ini dianggap sebagai langkah signifikan dalam menciptakan hubungan diplomatik antara Israel dan negara-negara Arab, meskipun ada pula pandangan kritis terkait dampaknya terhadap isu Arab-Palestina.

Abraham Accords adalah perjanjian yang menciptakan hubungan normalisasi antara Israel dengan beberapa negara Arab, terutama Uni Emirat Arab (UAE) dan Bahrain. Inilah beberapa hal penting yang membuat Abraham Accords dianggap sebagai instrumen yang dapat menstabilkan geopolitik di Timur Tengah:

Kesepakatan ini menciptakan hubungan diplomatik penuh antara Israel dengan UAE dan Bahrain. Ini adalah langkah signifikan karena sebelumnya, kebanyakan negara Arab menolak untuk menjalin hubungan resmi dengan Israel tanpa adanya penyelesaian konflik Israel-Arab-Palestina.

Abraham Accords diharapkan dapat mengurangi ketegangan dan meningkatkan stabilitas di kawasan Timur Tengah. Normalisasi hubungan ini dapat membuka jalan bagi kerjasama ekonomi, keamanan, dan budaya antara negara-negara tsb.

Kesepakatan ini membuka peluang untuk kerjasama ekonomi antara Israel dan negara-negara Arab yang terlibat. Ini melibatkan investasi bersama, perdagangan, pariwisata, dan kerjasama di berbagai sektor ekonomi, yang dapat memberikan manfaat ekonomi bagi semua pihak yang terlibat.

Di samping menciptakan hubungan antara Israel dan beberapa negara Arab, kesepakatan ini juga menegaskan komitmen untuk mencari solusi damai terhadap konflik Israel-Arab-Palestina. Beberapa negara, seperti UAE, menyatakan bahwa kesepakatan ini dapat membuka peluang untuk memperjuangkan hak-hak Arab-Palestina ke posisi yang lebih kuat.

Abraham Accords membuka jalan bagi negara-negara Arab lainnya untuk mempertimbangkan normalisasi hubungan dengan Israel. Ini menciptakan standar baru dalam hubungan antar-negara di kawasan yang sebelumnya diwarnai oleh ketegangan dan konflik.

Abraham Accords dianggap sebagai langkah maju untuk mencapai stabilitas di Timur Tengah, pendekatan dan tanggapan terhadap kesepakatan ini bervariasi di antara negara-negara di kawasan tsb serta di kalangan masyarakat internasional.

Yang perlu dicermati dalam mewujudkan perjanjian itu, negara Arab-Palestina sesungguhnya sudah merdeka sejak tahun 1988. Kalaupun entitas itu tak berfungsi, itu semata karena ada faksi di dalamnya yang ingin menganihilisasi Israel. Kalau itu yang dikobarkan, maka cara pandang seperti itulah yang harus dikoreksi dunia Arab sekarang.

Pada tahun 1988, Dewan Nasional Arab-Palestina secara resmi menyatakan kemerdekaan Aeab-Palestina dan mendirikan negara Arab-Palestina. Namun, sejauh ini, negara Arab-Palestina belum meraih pengakuan penuh sebagai negara merdeka oleh sebagian besar komunitas internasional.

Beberapa faktor telah mempengaruhi kemampuan negara Arab-Palestina untuk berfungsi secara efektif, dan salah satu faktor utama adalah sengketa panjang dengan Israel dan kompleksitas masalah di kawasan tsb

Sengketa terus berlanjut, mencakup isu-isu seperti batas wilayah, status Yerusalem, hak-hak pengungsi Arab-Palestina, dan keamanan. Ketidaksepakatan dalam hal-hal tsb membuat proses pembentukan negara Arab-Palestina menjadi sulit.

Selama bertahun-tahun, terdapat perselisihan internal antara kelompok-kelompok Arab-Palestina yang berbeda, seperti Fatah dan Hamas. Perselisihan ini telah memperumit upaya untuk mencapai konsensus internal dan merumitkan pembentukan negara Arab-Palestina yang bersatu.

Berbagai faktor regional dan global memiliki kepentingan di kawasan ini, dan intervensi mereka dapat mempengaruhi dinamika politik dan keamanan. Beberapa negara atau kelompok mendukung upaya perdamaian, sementara yang lain mungkin mendukung faksi-faksi tertentu.

Sejumlah negara telah mengakui negara Arab-Palestina, tetapi pengakuan ini masih belum merata di seluruh dunia. Kekuatan politik dan diplomasi memainkan peran besar dalam memperoleh pengakuan penuh sebagai negara merdeka.

Memperbaiki situasi ini memerlukan pendekatan holistik dan komprehensif yang mencakup perdamaian antara Israel dan Arab-Palestina, serta resolusi perselisihan internal Arab-Palestina. Semua pihak harus berkomitmen untuk mencari solusi damai yang menghormati hak-hak semua pihak yang terlibat. Perubahan dalam pemikiran dan pendekatan di kalangan negara-negara Arab dapat menjadi bagian penting dari langkah-langkah menuju perdamaian yang berkelanjutan.

Demikian pula di sisi sebelah yi mandala Eropa. Zelensky harus didorong untuk mau berkompromi secara lebih realistis, sehingga ada peluang untuk perundingan empat mata dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Itulah taruhan Putin dan Netanyahu bahwa penantian Trump adalah dalam rangka membantu keduanya untuk mengubah kedua konflik besar itu kedalam sebuah solusi yang masuk akal sehat. Bukannya solusi yang dibarengi provokasi tiada henti dari arah manapun, terutama dari koran-koran "fake  news" sekarang seperti yang pernah dikatakan Trump, ntah itu CNN, CNBC, Washington Post di AS sana, Al Jazeera, Al Arabiya, Haaretz dll di middle-east dan Repubika, Detik, Sindo, Kumparan dll di negeri ini. Belum lagi dari Netizen yang pas-pasan pengetahuannya tentang Sejarah Israel, Sejarah Arab-Palestina dan Sejarah Rusia serta Ukraina.

Joyogrand, Malang, Sat', Dec' 09, 2023.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun