Masalah banjir misalnya, sudah saatnya warga di sepanjang DAS Brantas menyuarakan dengan tegas agar Sungai yang melewati kota Malang itu sudah harus dibatasi hunian liarnya. Jangan terulang kembali ada warga yang sengaja membangun dengan konstruksi khusus yang melebarkan tempat huniannya hingga ke tengah Sungai. Coba lihat betapa rusaknya kampung warna-warni di Jodipan sekarang ini karena hantaman banjir Brantas. Karena pemukiman liarlah di musim penghujan sekarang, Sungai ini dipenuhi aneka sampah kotor dan menjijikkan. Segala buangan ada disini, mulai dari kasur bekas, lemari bekas hingga segala sampah orang baru bersalin. Ya ampun.
Apalagi bangunan liar di anak-anak Sungai yang cukup banyak di kota Malang, yang keseluruhannya datang dari ketinggian di arah barat dan bermuara di Sungai Brantas. Yang mencolok di anak-anak Sungai ini adalah bangunan permanen di sekitarnya yang bahkan ada yang menyumbat Sungai itu sendiri di kala hujan lebat seperti kemarin. Supervisi terhadap keliaran penggunaan anak Sungai ini perlu ditertibkan dengan tangan besi berdasarkan ketentuan yang berlaku.
Akhirnya RTH. Sejauh ini RTH legacy Belanda yang masih bertahan, seperti Tugu Malang, alun-alun Merdeka di pusat kota, dan sejumlah pulau jalan yang memanjang mulai dari Ijen besar, Soekarno-Hatta dan bilangan veteran. Selebihnya adalah RTH zaman now, mulai dari Taman Merjosari, dan sejumlah kawasan baru yang belum diberi nama. Tapi RTH-RTH baru itu cenderung gonta-ganti kepentingan, Dan lebih parahnya lagi adalah contoh terkini di Joyoagung raya yang katanya sih sebagai pengembangan destinasi kulineran terbaru, karena dari situ pulalah ada jalan pintas ke destinasi wisata Batu. Tapi apa mau dikata, siapapun bisa jadi investor disitu. Walhasil banyak bangunan yang berdiri hanya sekadar invest doang, tapi kegunaannya ntahlah. Yang pasti bangunan baru itu milik OKB yang tak jelas apa dan bagaimana penggunaannya. Dan yang dahsyat mereka asal bangun dengan memasabodohkan masalah drainage, mau dibenamkan ke tanah keq, atau asal ada lubang pembuangan di belakang rumahnya, ya campakkan sajalah kesana. Urusan belakangan. Maka teori apalagi yang mau digelontorkan disini tentang pembangunan berkelanjutan demi dan untuk mempertahankan kelestarian alam. Tak ada sama sekali, padahal Joyoagung raya seharusnya dibangun berdasarkan pusat wisata kulineran dengan mengizinkan bangunan hunian lain sejauh sesuai dengan tata ruang fisik kota dan mengembangkan lahan hijau di sekitarnya.
Mengatasi banjir di kota Malang pada musim penghujan sekarang dan ke depan ini memerlukan pendekatan yang komprehensif melibatkan pemerintah, masyarakat, dan pihak terkait lainnya.
Lakukan evaluasi dan perbaikan sistem drainase perkotaan. Warga kota harus memastikan saluran air lancar, tidak tersumbat, dan memiliki kapasitas yang memadai untuk menangani volume air hujan yang tinggi.
Perbaikan dan pemeliharaan saluran air, termasuk pembersihan secara rutin untuk mencegah tumpukan sampah dan lumpur.
Investasi dalam infrastruktur yang dapat menampung dan mengelola air hujan, seperti pembangunan tanggul, kolam retensi, dan reservoir air.