Zombie-Zombie di alam Modernitas Cair Now
Dalam karyanya yang terkenal, "Liquid Modernity" (2000), Zygmunt Bauman seorang Sosiolog dan Filsuf asal Polandia mengkaji berbagai aspek modernitas dan perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat kontemporer. Intisari dari buku ini adalah pemahaman tentang "modernitas cair" sebagai konsep yang menggambarkan kondisi masyarakat modern yang ditandai oleh ketidakstabilan, perubahan yang cepat, dan sifat yang sementara.
Beberapa poin utama yang dikupas oleh Bauman dalam buku ini :
1. Ketidakpastian dan Fleksibilitas. Dalam masyarakat modern yang cair, nilai-nilai, pekerjaan, dan hubungan sosial menjadi lebih sementara dan tidak dapat diprediksi. Ini menciptakan ketidakpastian dalam hidup kita, yang seringkali dihadapi oleh individu dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pekerjaan dan hubungan personal.
2. Konsumerisme dan Materialisme. Konsumerisme dalam masyarakat modern, dimana konsumsi dan akumulasi benda material seringkali menjadi fokus utama dalam kehidupan masyarakat, yang dapat mengaburkan nilai-nilai sosial dan etika yang lebih besar.
3. Hubungan Antarbudaya. Pengetahuan yang berkaitan dengan budaya dan individu dari latar belakang yang berbeda adalah penting. Dalam dunia global yang semakin terkoneksi, hubungan ini dilihat dalam konteks keragaman budaya dan isu-isu seperti migrasi dan multikulturalisme.
4. Keterasingan dan Kebencian Terhadap Orang Asing. Dampak keterasingan sosial dan kebencian terhadap orang asing dapat muncul dalam masyarakat modern. Lihat misalnya, meningkatnya polarisasi politik dan etnis serta isu-isu seperti xenofobia.
5. Tantangan Etika. Pentingnya refleksi etika dalam masyarakat modern. Kita perlu mempertimbangkan tanggungjawab sosial kita terhadap satu sama lain dan menjaga nilai-nilai moral yang mendasari hubungan sosial kita.
Pemikiran Bauman setidaknya menantang kita untuk bagaimana mengatasi tantangan dan perubahan sosial yang dihadapi masyarakat yang semakin cair ini dengan cara yang etis dan berkelanjutan.
Dalam konteks Indonesia, kita lihat bagaimana ramainya iklan niaga dimana-mana, termasuk dunia fashion, entertainment seperti gelaran musik yang berkarcis masuk waw. Itu semuanya adalah gambaran betapa semakin cairnya modernitas di negeri ini. Yang penting cangkruk dan ha ha hi hi dulu urusan belakangan.
Boleh dibilang perempat pertama abad 21 ini modernitas cair sudah mengalahkan sistem yang "solid" dan absolut. Entah pun itu yang bersifat mekanis maupun teologis, keduanya telah melemah. Dengan kata lain, likuiditas modernitas yang baru mulai telah menghancurkan bendungan kebudayaan. Bisa seseorang baru tahu bahwa tetangganya yang kemarin mati ternyata saudara sepupunya. Atau dengan tega ybs tidak menghadiri matrimony saudara dekatnya karena faktor tak adanya imbalan. Ini sungguh menakutkan.
Manusia modern yang takut terhadap lingkungan dan dirinya sendiri cenderung menjadikan ketakutan itu menjadi monster seperti dalam dongeng atau film horor. "Monster" dari bahasa latin monre, yang berarti memperingatkan. Monster adalah tanda peringatan, pertanda dari apa yang kita takuti atau apa yang ingin kita hindari.
Kita hidup di zaman likuiditas dan kekosongan. Apakah era modernitas yang cair dan narsisme yang meluas ini membawa serta ketakutan yang berbeda dan juga monster yang berbeda?
Hilangnya rasa percaya diri yang semakin besar, yang terjadi seiring dengan terjadinya dislokasi sosial, menunjukkan ketakutan baru. Bagaimana jika keegoisan kita terkuras habis? Dan bagaimana jika kita hanya tinggal sekam kering manusia, seperti mayat hidup?Â
Dalam dunia sastera kita mengenal istilah vampir yang adalah sebuah khayalan sosial, dimana sistem politik dan ekonomi dikritik dengan istilah "penghisap darah" dan "vampirisme". Marx sangat mahir menggunakan metafora tsb, seperti apa yang dikatakannya dalam Das Kapital : "Modal adalah buruh mati yang, seperti vampir, hidup hanya dengan menghisap buruh yang hidup, dan semakin hidup, semakin banyak buruh yang dihisapnya." Selain mengungkapkan pandangannya terhadap fiksi Gotik tentang vampir, penggunaan berulangkali gambaran tsb oleh Marx menekankan keyakinannya bahwa kapital menyedot kehidupan pekerja dan membiarkannya mati.
Penggambaran vampir yang haus akan darah adalah sosok transisi yang tepat dari pergolakan kematian modernitas padat ke lahirnya modernitas cair. Tak heran Bauman telah mengingatkan kita betapa cairnya modernitas pada zaman now. Kemajuan yang dirafalkan dengan mantera modernisasi tidak selalu disertai oleh kedamaian. Dislokasi sosial malah semakin menjadi-jadi dengan dibungkus alasan modernisasi itu sendiri, lihat kasus Ukraina yang belum selesai hingga sekarang, atau menyempit kasus pulau Rempang yang masih ramai hingga kini.
Menyusul kebangkitan zombie ("orang mati") di abad 21 adalah pelengkap kematian vampir di abad 20. Ide-ide, makna-makna, dan struktur-struktur yang mati ada sebagai zombie bagi kita. Zombie terus menghantui kita di masa kini. Mengingat status "undead" mereka. Kematian zombie hanya berfungsi sebagai ancaman bagi individu yang berada dalam posisi bertahan.
Salah satu dari sekam kosong disini adalah subjek modern. Salah satu pertanyaan paling meresahkan yang diajukan zombie kepada orang-orang masa kini adalah seberapa mirip zombie itu dengan dirinya sendiri. Bagaimana jika saya tidak lebih dari zombie, mayat yang bergerak dan bergerak?
Kekhawatiran ini terkait erat dengan kekhawatiran lain, yaitu dampak keterasingan yang ditimbulkan oleh masyarakat modern. Kita telah melihatnya dalam kosa kata Bauman dan Marx.
Kita disini adalah tubuh khayalan, sebuah "Doppelgnger" mengerikan yang mengintai sementara tuannya tidur. Ia secara mekanis mengkonsumsi kesenangan-kesenangan yang dengan susah payah ia lupakan. Baik kapitalis maupun kapital adalah gambaran orang mati yang masih hidup, yang satu bernyawa namun terbius, yang lain tidak bernyawa namun aktif.
"Doppelgnger" adalah istilah Jerman yang digunakan untuk menggambarkan sosok ganda atau bayangan ganda dari seseorang. Kata "Doppelgnger" sendiri terdiri dari dua kata dalam bahasa Jerman: "Doppel" yang berarti "ganda" atau "kembar," dan "Gnger" yang berarti "berjalan" atau "pejalan." Dalam konteks budaya dan sastera, istilah ini merujuk pada ide bahwa seseorang dapat memiliki sosok atau bayangan yang sangat mirip dengannya, hingga menciptakan perasaan aneh atau ketidaknyamanan.
Monster-monster modernitas cair ini pada dasarnya mengekspresikan kengerian masa kini. Apakah ketidakstabilan diri saya tidak ada habisnya? Apakah tidak ada kekekalan bagi tubuhku selain hal yang sama, memberi makan dan mengonsumsinya? Apakah ada inti batin pada diri saya, atau apakah saya boneka berjalan? Teror-teror ini tidak bisa dihilangkan dari risalah ilmiah tentang metafora darah, bahkan katarsis sekalipun dari film-film horor.
Salah satu kengerian dari metafora zombie adalah keniscayaannya, mengingat betapa mudahnya zombie menaklukkan. Satu gigitan, dan seseorang akan tereduksi menjadi naluri paling dasar dari pemberian makan yang tidak ada artinya dan merusak. Tak heran banyak kisah zombie berakhir dengan nada ambigu atau putus asa, karena protagonisnya menjadi mayat hidup. Visi apokaliptik pasca-modern yang baru ini menampilkan kembali kebangkitan dari kematian sebagai skenario mimpi buruk, di mana kita menjadi orang mati yang hidup. Harapan apa yang ada?
Keburukan dunia modern setidaknya telah memperjelas alternatifnya : hidup mati, atau hidup melampaui kematian.
Deskripsi yang kompleks tentang kondisi manusia dalam masyarakat modern, serta hubungannya dengan makna yang terkait dengan vampir dan zombie dalam konteks sosial dan filosofis.
Vampir dan zombie adalah metafora untuk menggambarkan kondisi dan pengalaman manusia dalam masyarakat modern. Vampir di sini dapat mewakili sifat-sifat penghisap darah kapitalisme, sementara zombie melambangkan subjek modern yang mungkin merasa terisolasi, kosong, atau terhantui oleh masa lalu.
Penggunaan metafora vampir dan zombie menggambarkan perasaan keterasingan dan ketidaknyamanan dalam masyarakat modern. Manusia modern seringkali terjebak dalam rutinitas dan kehidupan yang rutin, yang mungkin membuat mereka merasa "kosong" atau seperti zombie yang bergerak tanpa tujuan.
Merujuk pada Marx dan penggambaran kapitalisme sebagai penghisap darah, itu hanya menyiratkan masyarakat modern seringkali terjebak dalam siklus konsumsi tanpa henti, di mana individu terus menerus mengonsumsi barang-barang dan hiburan tanpa mempertimbangkan makna sejati dalam hidup.
Deskripsi di atas adalah tentang identitas manusia modern. Apakah kita hanya bergerak dan bergerak seperti zombie tanpa makna? Apakah kita hanya mayat yang bergerak dan bergerak? Pertanyaan ini mencerminkan perasaan ketidakpastian dan keraguan yang mungkin dialami oleh individu dalam masyarakat modern.
Modernitas solid hanyalah sementara ketika rebutan hegemonistik belum ada. Modernitas cair adalah kekinian kita di dunia multipolar yang harus diatasi dulu melalui api penyucian sebagaimana perjalanan Dante Alighieri melalui lapisan neraka, purgatorium, dan alam kekal.
Purgatorium sangatlah dibutuhkan oleh jiwa-jiwa yang telah mati ini untuk menjalani proses pembersihan atau penyucian sebelum mereka beroleh hidup kekal. Pertanyaannya sanggupkah kita kesitu seraya meninggalkan ritual-ritual kosongmelompong atas nama modernisasi yang kita jalankan selama ini.
Joyogrand, Malang, Sat', Sept' 30, 2023.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H