Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

"Wis Wayahe" dan "The Last Minute" dalam Pilpres Kita

28 September 2023   16:34 Diperbarui: 28 September 2023   20:04 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wis Wayahe. Sebuah spanduk Gerindra di Merjosari Malang  untuk Prabowo yang katanya sudah waktunya jadi RI 1. Foto : Parlin Pakpahan

Wis Wayahe dan The Last Minute dalam Pilpres Kita

Tiga Bacapres itu sudah pasti ya Ganjar, Prabowo, dan Anies. 19 Oktober ini pendaftaran capres sudah dimulai, termasuk cawapresnya. Waktu yang disediakan 1 minggu. Itu pun sudah berlebihan. Seharusnya cukup 3-4 hari saja, sudah termasuk uji kesehatan. Nah, mumpung masih kebanjiran waktu, silakan cari pendamping Anda dari kolong jembatan sampai president suite hotel bintang sepuluh.

Meski sudah di-deadline seperti itu, suara-suara dari warkop-warkop yang bertaburan di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Malang kebanyakan hanya menyoal pacar gue gini-gitu, sialan tuh dosen pelit banget kasi nilai, harga beras bakalan naik lo, ntar kita makan harus patungan ya, kalaupun ada masalah politik, capres khususnya, celetukannya palingan, "Yang lain emang nggak ada? Koq itu lagi itu lagi ya orangnya, dasar....."

Lepas dari Starling alias Starbuck Keliling, terlihat baru Anies yang punya pendamping, yaitu Cak Imin. Maka pasangan ini oleh Nasdem dkk disebut "Amin". Kemudian akronim ini digelegarkan dalam gerak jalan sehat di Sulsel yang konon diikuti jutaan orang. 

Kemudian digelegarkan lagi ketika diberitakan Amin menghadiri perkawinan putrinya Mbah Rizieq. Mungkin dari dua ledakan itu, cukupanlah untuk menaikkan elektabilitas Anies, tapi tidak untuk Jatim. Yang dulunya mulai dari Jombang hingga Surabaya dan Malang dihiasi gambar Cak Imin yang dicapreskan, gambar itu ternyata sudah lama digulung. Sebagai gantinya kini gambar Prabowo ada di mana-mana dengan tulisan singkat "Wis Wayahe" atau 'sudah saatnya bagi Prabowo untuk jadi RI 1'. Lha gambar Ganjar ada tapi minim banget.

PDIP dan Gerindra ternyata masih menunggu The Last Minute atau detik-detik terakhir. Istilah ini diangkat dari khasanah budaya politik kontemporer kita, ya siapa tahu. Tapi siapa lagi. Itu tak mungkin. Sejauh mata memandang Jakarta dan sekitarnya, tak ada lagi orang, kecuali Ganjar dan Prabowo. Maka tak salah warkop-warkop seantero Jawa hanya bilang elo lagi elo lagi. Mau gimana lagi. Kan tak mungkin mencarinya sampai ke ujung tertimur Indonesia, yaitu Merauke. Hanya burung Cenderawasih yang ada di situ.

So, last minute yang sesungguhnya kini adalah bagaimana PDIP dan Gerindra mencari cawapresnya, yaitu bagaimana mendapatkan cawapres yang menghentak dan dapat menaikkan elektabilitas keduanya. Kalau memang kebagian durian runtuh, apalagi durian musang king di Garoga Pangaribuan sana, tiba-tiba Yenny Wahid yang jadi cawapresnya Prabowo. Atau Ganjar dijodohkan dengan Erick Thohir. Tiba-tiba salah satu di antaranya dapat menghentak massa pemilih ke barisannya, maka Pilpres 2024 pun sangat efisien bukan. Hanya satu putaran brow.

Itulah perkiraan yang bisa dipetik dari teater politik kita sekarang. Harus The Last Minute dulu. Siapa tahu dan siapa tahu, Nah.

Poling Terakhir

Peneliti IPS atau Indonesia Polling Stations, Alfin Sugianto, merilis hasil survei terakhirnya yang didasari pada pertanyaan jika pilpres dilakukan hari ini, siapa tokoh yang akan dipilih. Hasilnya, mayoritas memilih Prabowo, selengkapnya Prabowo Soebianto 40,8%; Ganjar Pranowo 35,9%; Anies Baswedan 20,2%; Tidak tahu 3,1%. Dengan hasil seperti ini, pilpres akan terjadi dua putaran. Prabowo dan Ganjar maju ke putaran kedua, sedangkan Anies tereliminasi.

Alfin juga membeberkan simulasi head to head capres. Prabowo menang melawan Ganjar ataupun Anies, selengkapnya sbb: Prabowo vs Ganjar, Prabowo Soebianto 51,8%; Ganjar Pranowo 39,1%; Tidak tahu 9,1%. Prabowo vs Anies, selengkapnya Prabowo Subianto 56,2%; Anies Baswedan 36,5%; Tidak tahu 7,3% - Lihat di cnbcindonesia.com. 

Secara keseluruhan hasil poling IPS menunjukkan betapa pendukung Anies dan Ganjar seperti minyak dan air yang sulit bersenyawa. Serupa tapi tak sama dengan Kadrun Vs Cebong hasil polarisasi bangsa pada Pilpres 2014 dan Pilpres 2019.

Tak ada yang baru kecuali....

Model peralihan kekuasaan ala Indonesia sesungguhnya telah mengikuti prinsip-prinsip demokrasi sejak jatuhnya rezim Orba Soeharto pada tahun 1998. Peralihan kekuasaan di Indonesia terutama terjadi melalui pemilihan umum yang diselenggarakan secara berkala. Ini mencakup pemilihan umum presiden, pemilihan umum legislatif, dan pemilihan umum lokal untuk berbagai tingkat pemerintahan, termasuk gubernur dan walikota.

Calon-calon yang bersaing dalam pemilihan umum melakukan kampanye untuk memenangkan dukungan dari pemilih. Pemilih berpartisipasi dalam pemilihan umum dengan memberikan suara mereka untuk calon yang mereka pilih. Pemilu diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Mereka memastikan bahwa pemilu berlangsung secara adil dan transparan.

Setelah pemilu, hasilnya diumumkan. Calon yang memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan umum presiden akan menjadi presiden, sedangkan calon yang memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan umum legislatif akan menjadi anggota parlemen. Pemindahan kekuasaan dari pemerintahan yang lama ke pemerintahan yang baru biasanya dilakukan secara damai dan konstitusional. Presiden yang baru terpilih akan dilantik dalam upacara resmi, dan kekuasaan akan dialihkan ke pemerintahan baru sesuai dengan hukum dan konstitusi.

Namun, seperti dalam setiap sistem demokratis, peralihan kekuasaan juga dapat melibatkan persaingan politik yang sengit dan isu-isu yang harus diatasi oleh sang brahmana atau pemimpin politik dalam kepartaian. Hingga jelang Pilpres 2024 tak ada yang baru dalam teater politik kita, kecuali intrik politik khas Indonesia dalam rangka kepentingan tentunya. Dan itu pun hidden. Tak heran kita mengenal The Last Minute.

Kalau soal membaca tanda-tanda kultural, generasi milenial sekarang, apalagi generasi gadget atau generasi rebahan tidak terlalu ambil pusing. Soal perbedaan pendapat, generasi milenial adalah jagonya. Mereka tertarik soal gestur para brahmana politik, termasuk para punggawanya. Yang terbaru dari semuanya bukan aksi heboh ala gerakan 212, tetapi lebih kepada aksi intelektual adu opini di berbagai media sosial.

Wis Wayahe. Sebuah spanduk Gerindra untuk Prabowo di Merjosari Malang. Foto : Parlin Pakpahan.
Wis Wayahe. Sebuah spanduk Gerindra untuk Prabowo di Merjosari Malang. Foto : Parlin Pakpahan.

Melihat Gestur Brahmana Politik

Meski teater politik kita aman-aman saja, lain halnya dengan underground politik kita. Di situlah kita melihat pergulatan kaum brahmana politik yang sesungguhnya. Mereka secara hidden sibuk menggerakkan punggawa-punggawanya ke arah kemenangan.

Melihat perkembangan hasil poling terkini di atas, sebagian besar elite partai politik cenderung bersikap melihat perkembangan. Tidak agresif untuk melakukan manuver dalam pembentukan koalisi, dan seakan menunggu atau bermain aman dalam pencalonan pilpres sehingga publik hanya diminta mengikuti pertunjukan yang sedang dimainkan para elite.

Koalisi pilpres kali ini mengalami kebuntuan akibat ketiadaan kepastian adanya pemenang dalam satu putaran pilpres. Tidak adanya kekuatan spektakular calon unggulan dan tiadanya dukungan parpol yang dominan sehingga memudahkan kompetisi dapat diselesaikan dalam satu putaran saja.

Semua capres yang kuat, yakni Ganjar Pranowo, Prabowo Soebianto, dan Anies Baswedan tidak ada yang memiliki elektabilitas lebih dari 40% sehingga peluang kemenangannya masih sulit. Juga ketiga capres unggulan itu belum sepenuhnya mewakili keragaman sosial dan budaya masyarakat.

Kita lihat misalnya masalah AHY dan Demokrat. Meski AHY sudah ketemu Puan Maharani selaku Ketum PDIP, ini bukan indikator kuat bahwa PDIP akan berkoalisi dengan Demokrat. Apa pasal? Lha sampai sekarang konflik brahmana politiknya, yaitu Mega Vs Esbeye, belum kelar. Ditendangnya AHY dari koalisi Nasdem juga tak lepas dari konflik brahmana politiknya, yaitu Surya Paloh Vs Esbeye. Esbeye di masa pemerintahannya banyak dicecar Metro TV. Surya Paloh, seringkali memberikan kritik atas kebijakan pemerintah Esbeye, terutama dalam hal ekonomi dan pertanian.

Untuk Demokrat sendiri, AHY terlalu dipaksakan untuk cawapres sekalipun. Dilihat dari realisme politik, AHY seharusnya dibaiat dulu mulai dari calon kepala daerah beberapa tahun lalu. Barulah setelah ia memiliki pengalaman di pemerintahan, ia dapat dengan mudah diusulkan menjadi capres atau cawapres.

Palingan AHY dan Demokrat akan mendarat di bandara Gerindra. Tapi ini pun tak mudah dilihat dari gestur Prabowo yang mengiyakan Yenni Wahid yang datang bersama ibundanya ke Kertanegara belum lama ini.

Rumah kardus

Mari kita lihat soal kekuasaan dalam film seri House of Cards atau Rumah Kardus. Ini adalah film seri televisi yang terkenal karena menggambarkan dunia politik dengan cara yang dramatis dan sering kali kejam. Serial ini memperlihatkan bagaimana kekuasaan di dalam politik dapat menjadi sesuatu yang kompleks, penuh intrik, dan sering kali mencerminkan "sisi gelap manusia".

Dalam politik nyata, kekuasaan memang dinamis dan kompleks. Kekuasaan dapat bergeser antara berbagai pihak, dan para pemimpin politik dapat menggunakan berbagai strategi dan taktik untuk mencapai tujuan mereka. Intrik, negosiasi, dan persaingan politik merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses pengambilan keputusan di dunia politik.

Bercermin dari sisi gelap kekuasaan sebagaimana tokoh Frank Underwood dalam House of Cards, the  last minute bisa-bisa saja Ganjar terdepak dan digantikan Erick Thohir sebagai Capres PDIP dan cawapresnya Puan Maharani. Dan the last minute bisa-bisa saja Anies Baswedan ditendang dari capres Nasdem dan digantikan Sandiaga Uno dan Cak Imin tetap sebagai cawapresnya. Dan the last minute bisa-bisa saja Prabowo tetap tapi cawapresnya bukan Yenni Wachid, melainkan Ibu Susi Pudjiastuti mantan Menteri Kelautan RI. Namanya juga House of Cards.

Itulah The Last Minute dalam pilpres kita. Siapa tahu alias kumaha engke. He He ..

Joyogrand, Malang, Thu', Sept' 28, 2023.

Ilustrasi Rumah Kardus. Foto : stock.adobe.com
Ilustrasi Rumah Kardus. Foto : stock.adobe.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun