Memfasilitasi Capres Kulkas Menjadi Pemimpin Nasional
Bagaimana tipe pemimpin Indonesia pasca Jokowi. Itu tak mudah, meski mengucapkannya mudah seperti yang biasa diucapkan manusia bibel-on, biarlah Tuhan yang mengaturnya, atau Tuhan akan memberikan kepada kita tepat pada waktunya. Bisakah hanya dengan sebuah mantera sim sala bim tanpa perjuangan.
Dalam perjalanan waktu dengan tiadanya kebiasaan konvensi nasional untuk menentukan siapa capres yang ideal. Apa boleh buat capres-capres yang menggelinding sekarang adalah "capres kulkas". Artinya capres yang disiapkan parpol dari kulkasnya masing-masing.
Budiman Sudjatmiko yang kini bukan lagi anak ingusan, boleh dikata adalah salah satu politisi negeri ini yang menegaskan keputusan PDIP mengusung Ganjar Pranowo merupakan tindakan yang keliru.
Kepemimpinan strategis
Menurut Budiman pendekatan populistik pada Pilpres 2014, memilih seorang Ganjar kemungkinan cocok. Karena lawannya ketika itu adalah Prabowo yang cenderung elitis. Karenanya antitesis yang cocok ya yang populis. Saat itulah muncul Jokowi yang populis.
Melihat ketiga capres yang bakal bertarung dalam tempo dekat ini, betul Budiman bahwa Ganjar Pranowo adalah tipe pemimpin yang populis. Di poros lain, Anies Baswedan adalah tipe pemimpin yang intelektualistik. Sedangkan Prabowo. Berbeda dengan Pilpres 2014. Kini Prabowo tak elitis lagi. Ia sosok yang strategis. Yang terakhir kata Budiman lo.
Mengantisipasi sikon Indonesia ke depan ini, menurut Budiman kita butuh kepemimpinan strategis. Dan yang strategis itu datang bukan dari PDIP, melainkan datang dari Gerindra. Itu tak masalah. Bukankah Prabowo seorang Indonesia yang nasionalis juga. Lagi-lagi, itu kata Budiman lo.
Budiman yang sudah dipecat PDIP karena dipandang berkhianat, sudah tentu berargumen seperti itu. Tapi haruslah disadari pilihannya terhadap Prabowo tidak bisa disalahkan begitu saja. Itu sepenuhnya hasil penilaian seorang Budiman.
Ditampiknya Bridge Over Troubled Water