Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Mencampakkan Sambal Goreng Pencapresan ala Indonesia

5 September 2023   13:04 Diperbarui: 6 September 2023   16:38 780
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mencampakkan Sambal Goreng Pencapresan ala Indonesia

Pencapresan dalam rangka Pemilu Serentak 2024 sudah dimulai sejak awal tahun ini ketika Nasdem mengusung Anies Baswedan. Tak berapa lama kemudian menyusul PDIP yang mengusung Ganjar Pranowo dan Gerindra yang mengusung Prabowo Soebianto.

Kalau Nasdem, jelas di samping menghitung nasib Partai ke depan ini agar bisa melampaui parliamentary threshold, Surya Paloh sang komandan sepertinya tak mau didului. Dengan jurus Hasan Tiro bermain pingpong dengan Jusuf Kalla, ia dengan sigap menyambar Anies ke pangkuannya. Dengan jurus serambi Mekah ini, PKS dan Demokrat langsung merapat, ngarep cawapres tentu. PDIP yang diberondong keresahan komunitasnya yang tak kunjung mencapreskan Ganjar akhirnya menyusul dengan mengusung Ganjar Pranowo setelah terpaksa membobokan Puan yang tak kunjung terdongkrak elektabilitasnya. 

Gerindra kelihatannya tenang-tenang saja karena sang Bos adalah Menhannya Jokowi, sementara sang Presiden adalah besutan PDIP selaku The Ruling Party. Maka Prabowo telah lama mendiamkan Fadli Zon dan kader-kader Gerindra lainnya agar tak banyak cakap. Biar yang ribut di luar adalah kalangan intelektual yang tak kebagian Martabak Bollywood Kabinet seperti Rocky Gerung, Refly Harun dan sebangsanya. Barulah setelah PDIP mencapreskan dengan resmi Ganjar Pranowo, Gerindra pun mencapreskan Prabowo Soebianto.

Platform politik kita sekarang seperti itu. Parpol bisa mencapreskan sendirian sejauh presidential threshold 20% dipenuhi. Maka PDIP rada somsom sedikit dan cukup lama terlena dengan putri mahkota Puan Maharani. Apa boleh buat karena rakyat belum berkenan kepadanya, terpaksalah Ganjar naik. Sedangkan Gerindra, cukup satu parpol merapat, ia sudah bisa mencapreskan Prabowo. Lain halnya dengan Nasdem. Sekurangnya dua parpol lagi merapat, baru bisa mencapreskan Anies. So PDIP dan Gerindra nggak repot-repot amat.

Tiba gilirannya mencari cawapres. Ini sepertinya setengah mati meski tak mati-mati amat. Masalahnya penetapan cawapres di negeri ini harus mengikuti tanda-tanda kultural, entah itu gerak badan, entah itu ruwatan, entah itu kedipan mata dst.. Tak heran parpol yang unggul seperti PDIP dan Gerindra pengen lebih unggul lagi dengan mendapatkan cawapres yang aduhai dari segi kultural di mata massa pemilih.

Benarkah membaca tanda-tanda kultural seperti itu di zaman nuklir ini? Kalau dilihat dari kacamata prismatic society., tentu jawabannya fifty-fifty. Iya, karena betul sebagian masyarakat kita masih terikat simbol-simbol, tanda-tanda, dan pernak-pernik kultural lainnya, sekurangnya "tail coat effect" atau efek ekor jas dari patron-patron yang besar pengaruhnya di negeri ini. 

Bahkan di AS yang sering disebut sebagai kampium demokrasi di portibi atau dunia ini, tail coat effect itu telah lama menjadi term politik dalam exercise of power, bahkan ada juga yang minta petunjuk dukun Indian Navajo atau Commanche atau Apache apa yang harus dilakukan sang capres agar bisa merebut hati pemilih. Bukankah ambisi ingin berkuasa itu adalah "binatang purba"? 

Di AS,  "binatang purba" ini sudah ber-evolusi menjadi "binatang berbudaya". Kalaupun ada saran bertanyalah kepada dukun Indian. Itu hanya satu-dua saja, sedangkan selebihnya bergantung pada tail coat effect dan bagaimana menyiapkan pendulangan suara di seluruh negara bagian. Maka, di AS penetapan cawapres adalah hak prerogatif sang capres tanpa harus heboh berkasak-kusuk ke sana kemari untuk mencari siapa nih yang pas karena ini itu dsb.. 

Pendaftaran capres-cawapres tak lama lagi di Oktober-November 2023, sedangkan pemilu (eksekutif dan legislatif) 24 Februari 2024. Apakah pencarian cawapres dengan koalisi-koalisian ala Indonesia akan semakin heboh? 

Mau dibilang semakin heboh, boleh. Mau dibilang semakin ndangdutan ala Bang Haji juga boleh. Tapi yang pasti, orkestrasi Puccini yang pekat dengan kesedihan itu tak ada. Di bagian ini, jujur pemilu serentak sudah jadi kebiasaan berdemokrasi dan sudah dianggap sebagai pesta rakyat. 

Ya, kita berpesta di sini. Dan kalau ada yang minta cerai satu sama lain, atau yang dianggap Malinkundang anak durhaka, itu juga tak masalah. Bagaimanapun kita akan semakin mengedepankan hak individual untuk berdemokrasi sebagaimana Budiman Sudjatmiko yang mencelat dari PDIP belum lama ini dan mendukung Prabowo dengan deklarasi Prabu (Prabowo-Budiman), dan menyusul Anies yang jadi pebinor Cak Imin dan mendepak AHY. Itu sah-sah saja. Berpulang kepada Ganjar dan Prabowo, apakah mau ngawinin AHY yang baru menjanda itu atau tidak, atau mencari yang baru yang gres ada ini-itu ononya sesuai tanda-tanda kultural. Capek deh. He He ..

Perlunya Caucus dan Mendepak Capres Kulkas

Yang perlu bagi kita ke depan ini adalah menata dengan cermat pendulangan suara di daerah.  Jangan Pulau Jawa saja yang dianggap harus utama. Semua provinsi yang ada di negeri ini harus dianggap penting.

Ada 38 provinsi di negeri ini. Itu artinya, harus ada semacam "Caucus" mulai dari pusat hingga daerah. Caucus adalah istilah dalam perpolitikan di AS yang merujuk pada sebuah pertemuan atau konferensi kecil yang diadakan oleh anggota partai politik atau kelompok kepentingan tertentu untuk membahas berbagai masalah politik dan memutuskan strategi politik.

Caucuses merupakan salah satu cara di mana pemilih, khususnya dalam pemilihan pendahuluan (primary elections) atau pemilihan umum (general elections), dapat berpartisipasi dalam proses politik dan memengaruhi pilihan calon atau kebijakan partai mereka.

Tanpa harus menjiplak model Caucus di AS, ada yang bisa kita improvisasi dari pengalaman berdemokrasi di AS.

Pertama, Caucus parpol. Kita harus bisa mengadakan pemilihan pendahuluan, yang mana anggota partai dari partai mana saja yang memenuhi presidential threshold dapat berkumpul dalam pertemuan untuk memilih calon partai mereka. Inilah yang sebetulnya langkah awal dalam proses pemilihan presiden, bukannya kebiasaan ambil sekaleng Coca Cola dari kulkas dan langsung reguk. Ini capres kulkas namanya. Dalam pertemuan ini, pemilih berdiskusi, berdebat, kemudian memberikan suara untuk calon yang mereka dukung.

Kedua, Caucus dari kelompok informal anggota Dewan (DPR dan DPD) yang memiliki minat atau pandangan politik bersama, misalnya Caucus yang mengawasi masalah korupsi, Caucus yang peduli masalah ekologi, Caucus yang peduli dengan masalah strategis di dunia, Caucus yang peduli masalah pertanian dan perkebunan, dan Caucus yang peduli masalah pertambangan. Mereka berkumpul untuk mempromosikan kebijakan-kebijakan yang sesuai dengan pandangan mereka.

Ketiga, Caucus dari kelompok kepentingan. Kelompok-kelompok kepentingan seperti serikat buruh, kelompok advokasi lingkungan, atau kelompok bisnis dapat membentuk caucus untuk memengaruhi kebijakan publik yang berkaitan dengan minat mereka.

Keempat, Caucus daerah. Ini dapat digunakan untuk memilih calon partai, mengesahkan platform partai, atau mengoordinasikan strategi politik di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Itu semua harus dilihat dari kegunaannya dan pada konteksnya. Dalam Caucus inilah para pemilih atau anggota partai/politisi berkumpul untuk berdiskusi, berdebat, dan memutuskan hal-hal penting dalam politik Indonesia.

Platform Baru

Perpolitikan di Indonesia adalah isu yang kompleks dan perlu banyak pendekatan untuk mengganti takhayul-takhayul tak perlu. Bagaimana perpolitikan harus berjalan sangat bergantung pada nilai-nilai, prinsip, dan visi yang diinginkan oleh masyarakat Indonesia.

Berikut adalah beberapa pertimbangan untuk merancang sistem politik yang lebih kuat dan efektif. 

Pertama, Sistem Pemilihan. Sistem pemilihan yang digunakan di Indonesia adalah sistem pemilihan umum dengan daerah pemilihan (Dapil) yang memiliki perwakilan di parlemen. Sistem ini memungkinkan wakil rakyat untuk mewakili konstituen mereka. Tetapi, pertimbangkan untuk memperkuat hubungan antara wakil dan pemilihnya, serta memastikan wakil rakyat benar-benar mewakili kepentingan rakyat dan bukan hanya berfokus pada partai politik.

Kedua, Pendidikan Politik. Meningkatkan pemahaman politik masyarakat melalui pendidikan politik. Ini dapat membantu masyarakat lebih memahami isu-isu nasional dan pentingnya partisipasi aktif dalam politik.

Ketiga, Partisipasi Aktif. Mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam proses politik adalah faktor kunci. Ini termasuk mendukung inisiatif yang memungkinkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan, memberikan masukan, dan memiliki akses yang lebih baik ke informasi politik.

Keempat, Partai Politik yang Kuat. Partai politik memainkan peran penting dalam sistem politik. Mempertahankan partai politik yang kuat, yang fokus pada isu-isu nasional dan bukan hanya pada posko lokal, adalah penting. Partai politik juga harus memiliki integritas, transparansi, dan akuntabilitas yang tinggi.

Kelima, Kebijakan yang Jelas. Partai politik harus memiliki platform dan kebijakan yang jelas dan dapat dipahami oleh masyarakat. Ini akan membantu dalam membangun fanatisme yang sehat terhadap isu-isu nasional yang dianggap vital untuk kepentingan bangsa dan negara.

Keenam, Pemantauan dan Pengawasan. Masyarakat perlu memiliki peran dalam pemantauan dan pengawasan terhadap kebijakan dan tindakan pemerintah. Lembaga-lembaga independen, seperti media, LSM, dan lembaga keuangan, juga memainkan peran penting dalam mengawasi kebijakan dan tindakan pemerintah.

Ketujuh, Dialog Antarpartai. Memfasilitasi dialog dan kerja sama antara partai politik dapat membantu mencapai kesepakatan yang lebih baik dalam kepentingan negara. Ini dapat membantu mengatasi polarisasi politik yang merugikan.

Setiap negara memiliki tantangan dan dinamika yang unik dalam sistem politiknya. Memperkuat sistem politik dan membangun basis pemilih yang berfokus pada isu-isu nasional memerlukan kerja sama dan kesadaran bersama dari seluruh elemen masyarakat dan pemangku kepentingan politik. Yang paling penting sistem politik harus mencerminkan nilai-nilai demokrasi, keadilan, dan kepentingan rakyat.

Dengan model Caucus dan platform baru ini, niscaya partai-partai gurem akan sirna dengan sendirinya. Ke depan ini kita hanya akan memiliki 2 atau 3 partai saja. Tak perlu tanda-tanda kultural dan heboh ini-itu. Tak perlu ada yang konservatif dan ada yang liberal, termasuk ada yang fundamentalis . Yang utama adalah membaca denyut nadi rakyat dan bukannya membuat sambal goreng politik asal-asalan seperti sekarang dan yang sudah-sudah.

So, mari gunakan jurus Datu Nabolon Ombus-Ombus yi Memanah Matahari menuju Galaksi Bebas dalam rangka Indonesia Jaya 2045.

Joyogrand, Malang, Sept' 05, 2023.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun