Kulineran Tempo Doeloe dan Pengembangan Destinasi Wisata Joyoagung Malang
Mojok.co salah satu media yang banyak mengritik perkembangan kota Malang saat ini, mulai dari kesemrawutan lalulintas karena kemacetan di titik-titik tertentu, perkulineran yang sudah overdosis atau kebanyakan, gaya Kajoetangan Heritages yang dikatakan sebagai duplikat Malioboro Yogya dst. Kritikan itu tak salah. Memang ada yang harus diperbaiki, tapi yang perlu tentu memberikan solusi.
Kalau dilihat dari perkembangan perekonomian negeri ini sekarang setelah dihantam pandemi Covid-19 selama dua tahun lebih tmt 2020 sampai dengan awal 2023, kita patut berbangga hati, karena negeri ini tetap survived, bahkan ekonominya tak menyurut drastis seperti negeri lainnya. Perekonomian Indonesia tetap melaju meski sedikit di bawah pertumbuhan 7% seperti yang ditargetkan semula.
Kota Malang dan Malang raya secara keseluruhan juga tetap survive, bahkan penduduk kota Malang sekarang sudah hampir mencapai 1 juta orang. Bayangkan kota yang seluas 145,28 Km2 dilalulalangi warga kota yang di jalanan manapun pastilah berbaur dengan turis yang datang berkunjung silih berganti setiap harinya apalagi pada peak season malam minggu dan hari-hari libur lainnya. Tentu kota ini harus mengatur kembali lalulintas perkotaan secara profesional.
Setelah kedatangan para pelajar dan mahasiswa baru setiap tahunnya, maka kedatangan turis ke kota Malang tentu adalah harapan semua warga. Kedua sumber inilah utamanya yang menggerakkan ekonomi kota. Kedua sumber ini harus dimanage dengan baik, entah itu masalah akomodasi, makan-minumnya dst.
Tak salah kalau UMKM kulineran jumlahnya banyak, bukannya karena overdosis, tapi itu adalah respon alami warga kota yang ingin survived dan mengembangkan hidupnya lebih jauh. Yang punya duit lebih, entah itu pendatang atau bukan, pastilah berminat menginvestasikan uangnya untuk buka kafe dan sebangsanya. Membludaknya kulineran tak dapat dihindari. Masak orang tidak bebas mengembangkan dirinya.
Yang perlu sekarang adalah pengaturannya, bagaimana agar kafe-kafe dan kulineran di Soehat atau Soekarno-Hatta dan MT Haryono-Tlogomas di Dinoyo yang separuh melingkari Kampus Unibraw dan Polinema ditata lebih rapi lagi; kulineran di pusat kota mulai dari Kajoetangan Heritages, Pecinan dan bilangan Trunojoyo juga dirapikan, sebagiannya yang terasa padat digeser ke arah barat ke destinasi kulineran Joyoagung raya yang justeru semakin berkembang, dan ke timur yang terkesan kuat kurang diminati dibuat greget baru, seperti di area GOR Ken Arok, Kedungkandang, mengapa tidak dikembangkan magnitudo baru katakanlah sebagai pusat kesenian kota Malang, bukankah seniman kota Malang cukup banyak untuk mengisi gerai-gerai artistik yang seharusnya dibangun Pemkot disana, atau sekurangnya dipelopori oleh jutawan-jutawan Malang yang sebetulnya cukup banyak.
Matos di bilangan Veteran yang dulu dikecam, ternyata jadi salah satu pusat perbelanjaan yang tetap survived bahkan sekarang sedang direnovasi pertanda akan bangkit kembali setelah dihantam pandemi Covid-19 kemarin. Di balik Matos adalah Lippo grup yang the owner-nya adalah wong Cino Malang.