Perang Russia Vs Ukraina Bukan Untuk Keseimbangan Demokrasi Dunia
Dalam edisi 2 August ybl, Newsweek menggarisbawahi warning dari Ibu Negara Ukraina Olena Zelenska yang mendesak sekutu negaranya AS dan dunia barat untuk tidak kehilangan harapan dalam perang melawan Russia.
Sekarang di bulan ke-17 perang Russia Vs Ukraina, Kyiv memang terus melaju sebagaimana dijanjikan Zelensky untuk merebut kembali wilayah yang diduduki Russia di Tenggara Ukraina. Ofensif ini sudah dimulai sejak awal musim panas. Tapi sayang serangan balik itu berjalan seperti siput. Tentara Ukraina menghadapi medan ranjau yang sulit. Peralatan militer barat yang dipasok selama ini, termasuk MBT Bradley, Challengers dan Leopard terlihat tak berdaya di tangan pasukan yang belum menjiwai sepenuhnya peralatan militer canggih itu. Canggih bagi pasukan barat, tapi tidak di tangan militer Ukraina yang baru mau membaratkan diri. Toh sejarah tahu persis bahwa Ukraina adalah bagian dari Uni Soviet lama, maka mereka tentu lebih akrab dengan peralatan tempur made in Russia. Terbukti "man behind the gun" dalam pertukaran secepat itu menjadi berantakan di medan ranjau Russia.
Beberapa saat setelah serbuan Russia pada Pebruari 2022, pertahanan Ukraina boleh dikata sudah bolong-bolong dan tidak lagi bisa mengandalkan persenjataan jadul ex Uni Soviet. Itu sudah hampir semua dihancurkan Russia. Dan sekarang ini Ukraina praktis bergantung sepenuhnya pada bantuan militer Barat, dengan AS yang menjanjikan lebih dari US $ 43 miliar sejak Russia melancarkan invasi penuhnya.
Para pemimpin Barat, khususnya Presiden AS Joe Biden, telah berjanji untuk berdiri di samping Ukraina selama diperlukan. Namun dalam wawancara eksklusif dengan suratkabar online Inggeris, The Independent, Zelenska menyatakan keprihatinannya bahwa masyarakat internasional mungkin mulai kehilangan minat terhadap perang Russia Vs Ukraina yang berkepanjangan itu.
"Jika Russia menang sekarang, itu akan menjadi skenario terburuk bagi seluruh umat manusia. Ini berarti pencegah global tidak berfungsi. Dengan kata lain siapa pun yang memiliki kekuatan, dan kemampuan keuangan yang memadai dapat melakukan apapun yang mereka inginkan," tandas Zelenska -- Lih independent.co.uk dalam https://tinyurl.com/27ws7ty2
Dia mengatakan bahwa negaranya sangat membutuhkan dukungan "lebih cepat" untuk dapat memerangi pasukan Russia yang lebih siap. Janji bantuan militer dan kemanusiaan jangka panjang tidak akan membantu memenangkan perang jika pengiriman terlalu lambat, Zelenska mengingatkan AS dan barat.
Ukraina memang akan terus dan terus mendengar dari mitra baratnya bahwa mereka akan bersama Ukraina selama diperlukan. "'Panjang' bukanlah kata yang harus digunakan. Ukraina harus menggunakan kata 'lebih cepat'," demikian pesan tajam Zelenska.
Ukraina membayar perang ini dengan nyawa serdadu dan rakyat Ukraina. Sementara AS dan barat membayar dengan sumberdayanya. Menurut Zelenska itu adalah hal yang tidak sebanding. Tak heran menjurubicarai suaminya Volodymyr Zelensky, ia mendesak barat untuk mempercepat bantuan militer yang dibutuhkan Ukraina sekarang.
Dalam beberapa pekan terakhir, tentara Russia menargetkan pertanian, pelabuhan, dan fasilitas penyimpanan makanan, setelah Presiden Putin menarik diri dari kesepakatan biji-bijian yang ditengahi PBB yang memungkinkan ekspor biji-bijian dan minyak Ukraina berlangsung aman melalui Laut Hitam.
Russia juga telah melepaskan drone dan rudal ke pelabuhan Odessa dan pelabuhan sungai di kawasan itu, yang digunakan sebagai rute alternatif untuk mendapatkan biji-bijian.
Dalam serangan terbaru belum lama ini, infrastruktur pelabuhan Odessa dihantam lagi, merusak 40.000 ton biji-bijian yang diperuntukkan bagi Afrika dan Timur Tengah.
Hal ini memicu kekhawatiran bakal terjadinya kelaparan di bagian dunia yang rentan yang telah lama bergantung pada produk Ukraina.
Beberapa negara telah menyerukan diakhirinya perang Russia-Ukraina secara damai, meskipun tidak ada pihak yang benar-benar menunjukkan minat untuk menengahi kesepakatan. Rencana perdamaian 10 poin Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, yang akan memulihkan integritas teritorial Ukraina dan memastikan Russia bertanggungjawab atas terjadinya perang, telah ditolak oleh Presiden Russia Vladimir Putin.
Russia dalam berbagai kesempatan menegaskan bahwa pembicaraan damai tidak dapat dicapai sementara AS dan sekutunya terus memberlakukan sanksi keras terhadap Russia.
Putaran pembicaraan damai berikutnya dijadwalkan berlangsung di Arab Saudi akhir pekan ini, dan lebih dari 30 negara telah diundang untuk berpartisipasi. Sementara jubir Kremlin Dmitry Peskov mengatakan kepada media Russia, bahwa Russia diperkirakan tidak akan hadir.
"Russia bukan pihak dalam pembicaraan, jadi tanpa keterlibatan mereka sebagai negara agresor, ini sudah memiliki kelemahan serius," mengutip Javed Ali, mantan direktur senior kontraterorisme di Dewan Keamanan Nasional, yang berbicara dengan Newsweek awal pekan ini -- Lih newsweek.com dalam https://tinyurl.com/26crrnud
Sebuah ironi memang melihat AS dan barat begitu gencarnya mengipas Ukraina agar terus berperang melawan Russia, sementara mereka menekan Russia dengan berbagai sanksi yang tidak masuk akal, termasuk membekukan asset Russia di berbagai bank internasional yang mereka miliki. AS tetap pamer kekuatan US $ dan persenjataannya tanpa mau tahu bahwa Russia yang mereka hadapi sekarang bukanlah Uni Soviet. Entah apa yang merasuki AS dan barat sampai juga tidak mau tahu bahwa Volodymyr Zelensky bukanlah seorang Slavia sejati yang mengerti sejarah Ukraina. Ia hanyalah seorang komedian pendatang di Ukraina yang berusaha lepas dari pengaruh Russia, karena kebetulan terpilih jadi Presiden Ukraina jelang serbuan Russia pada akhir Pebruari 2022. Glamour barat sudah lama mengecohnya di dunia entertainment.
Kalaupun Zelenska berargumen bahwa "Ukraina tidak hanya membela kepentingannya, tidak hanya nyawa orang Ukraina, tapi berusaha untuk mempertahankan seluruh keseimbangan demokrasi di dunia." Tapi ini pun perlu dipertanyakan dengan menseksamai ketegasan Russia selama perang, yi tiada kompromi tanpa kerendah-hatian seorang Zelensky di hadapan Putin. Artinya kalau memang Zelensky itu seorang Slavia sejati, tentu ia akan berbicara langsung dengan Putin dan mau mengakomodir apa maunya Russia. Toh selama ini Ukraina dibiarkan independen, tapi dengan hadirnya Neo-Nazi Azov di Ukraina, dan campur tangan AS dan barat di Ukraina, semuanya menjadi kacau-balau, apalagi setelah terbukti gerombolan Neo Nazi yang dikecam keras Putin itu membantai warga Russia di Donbass, bahkan berusaha dengan berbagai cara untuk menghapuskan pengaruh Russia di Ukraina. Bagaimana mungkin proposal perdamaian yang diajukannya akan dipertimbangkan Vladimir Putin.
Keseimbangan demokrasi di dunia justeru akan datang kalau AS dan barat mundur teratur dari bumi Ukraina sebagaimana AS dan barat mundur meski terbirit-birit dari bumi Afghanistan beberapa waktu lalu.
"Democratic balance in the world" atau keseimbangan demokrasi di dunia mengacu pada ide bahwa keberadaan dan keseimbangan sistem demokrasi di seluruh dunia dapat menjadi faktor penting untuk menjaga stabilitas, perdamaian, dan kemajuan di tingkat global. Konsep ini melibatkan sejumlah negara-negara demokratis yang memiliki pengaruh dan kekuatan, yang bekerjasama dalam kerangka institusi internasional untuk mempromosikan nilai-nilai demokrasi, hak asasi manusia, dan keadilan.
Tapi dengan bertahannya mindset perang dingin di kubu AS dan Nato, kecuali Russia now yang tidak lagi berkubu seperti itu, melainkan sudah mencoba terobosan pendekatan multipolar via BRICS, jelas bahwa keseimbangan demokrasi yang dimimpikan Zelenska-Zelensky tetaplah mimpi ala Hollywood.
Terbukti negara demokratis yang kuat seperti AS telah menyalahgunakan kekuasaannya selama ini untuk mendominasi negara-negara yang lebih lemah. Boleh dikata AS dan sekutu baratnya telah melahirkan tatanan dunia yang tidak seimbang, yang boleh dibilang selama dua dekade terakhir ini telah melahirkan isu-isu terkait imperialisme atau hegemonisme barat.
Upaya untuk memaksakan model demokrasi tertentu pada negara-negara yang memiliki budaya politik dan sosial yang berbeda dapat menyebabkan ketegangan dan ketidakstabilan. Pendekatan yang intervensionis terhadap proses politik negara lain dapat menimbulkan respon yang negatif.
"Democratic balance in the world" adalah topik yang kompleks dan kontroversial, dengan banyak variabel yang mempengaruhinya. Pandangan dan perspektif terhadap konsep ini tentu berbeda-beda tergantung pada sudut pandang dan penilaian masing-masing negara.
Joyogrand, Malang, Thu', August 03, 2023.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H