Semangat melankolis itu terkait dengan semangat dionisia, sedangkan semangat apolonia berkaitan dengan rasionalitas dan kecerdasan. Semangat apolonia melambangkan hal-hal yang terstruktur, rasional, dan stabil dalam kehidupan manusia. Ini adalah semangat yang diwakili oleh dewa Apollo (lih mitologi Romawi kuno), yang diasosiasikan dengan musik, keahlian, keteraturan, dan keindahan.Â
Semangat ini mencerminkan sisi estetika dan intelektualitas manusia. Sementara semangat melankolis dan/atau Dionisia mengacu pada aspek kehidupan yang pembohong, ekstatis, dan irasional. Istilah ini diambil dari nama dewa Romawi kuno, Dionysus atau Bacchus, yang dianggap sebagai dewa anggur, biara, dan pembatasan ekstatis.
Beberapa ciri dan arti dari semangat Dionisia, antara lain Ekstase dan Kebebasan Ekspresi. Semangat Dionisia mewakili keadaan jiwa manusia yang terbebaskan dari keterikatan rasional dan konvensi sosial. Ini adalah keadaan ekstasis di mana individu dapat merasa menyatu dengan alam semesta atau dengan kehidupan secara keseluruhan. Ini mencerminkan momen di mana seseorang merasa terlepas dari batasan individu dan menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar.
Tapi sebagaimana melancholy blues Freddie Mercury, konsep "jalan manusia menuju alam itu sesungguhnya dipatahkan oleh rasa tanggungjawab kepada Ilahi", meski tidak secara khusus terdapat dalam pandangan umum dari berbagai perspektif filosofis atau keagamaan.
Kita lihat dalam kecengengan cinta sekali pun, sejumput puisi melankolis dapat menyaring sisi emosional yang membikin manusia lebih liar dan kebebasan ekspresi diri yang melebihi batas-batas rasionalitas. Namun, kita dapat menjelajahi beberapa gagasan terkait untuk memahami konteksnya, terutama spritualitas kita.
Perspektif religi. Dalam beberapa tradisi keagamaan, terdapat keyakinan bahwa manusia memiliki tanggungjawab moral terhadap Tuhan dan ajaran-Nya. "Jalan menuju alam" adalah upaya manusia untuk mencapai keselarasan dengan Tuhan atau mengalami kedamaian spiritual. Rasa tanggungjawab kepada Tuhan dapat mendorong manusia untuk hidup sesuai dengan nilai-nilai agama, menjalankan perintah-Nya, dan menghindari dosa atau perbuatan buruk yang mungkin menghalangi mereka dalam mencapai "jalan menuju alam" yang diinginkan.
Penjelasan mengenai dua dorongan dasar yang berlawanan dalam kehidupan, yaitu dorongan untuk eksistensi dan dorongan untuk memusnahkan diri, dapat diinterpretasikan dalam perspektif teologis melalui berbagai pandangan agama atau keyakinan.
Dalam Teologi Kristen misalnya, pandangan tentang dua dorongan dasar tersebut dapat dihubungkan dengan konsep dosa dan keselamatan. Manusia diyakini tergoda oleh dosa dan kecenderungan dosa, yang dapat mempertentangkan mereka dari Allah dan mengarahkan mereka pada kehancuran. Namun, melalui anugerah dan keselamatan yang ditawarkan oleh Tuhan, manusia dapat memilih untuk menerima kasih dan pengampunan Allah, yang memungkinkan mereka untuk mengatasi kecenderungan negatif tersebut dan mengalami transformasi menuju eksistensi yang bermakna dan penuh harapan.
Manusia rentan karena kerasnya keberadaan. Kerusakan terjadi karena hal-hal yang tidak dapat dihindari seperti penderitaan universal, kesengsaraan orang yang lemah dan tak berdaya, penderitaan hewan, adanya makhluk bisu. Pada dasarnya individu tidak dapat mengubah hal-hal tersebut. Situasi seperti itu akan tetap demikian. Itu hanya membuktikan beban yang tak tertahankan. Kesengsaraan dari keberadaan menimbulkan luka, dengan fakta seringkali hal itu sangat buruk dan membosankan.
Kekosongan yang terjadi kemudian, hampir bisa dikatakan, kekosongan metafisik. Pada titik ini melankolis bergabung dengan kebosanan, dan jenis kebosanan tertentu, seperti yang dialami oleh orang-orang tertentu. Bukan berarti individu tersebut tidak melakukan pekerjaan serius, sehingga ia menganggur.Â
Kebosanan semacam ini bisa mewarnai kehidupan yang sangat aktif. Ini menyiratkan orang tersebut mencari sesuatu, mencarinya di mana-mana dan dengan penuh semangat. Sayang sesuatu dimaksud tidak dapat dia temukan. Dengan ketidakmampuan yang menyakitkan, kemudian dicari apa yang disebut borjuis, "cinta mallabab" atau cinta sepenuh hati bahwa hanya maut yang dapat memisahkan kita, kompromi dengan kemungkinan dan rasa sejahtera.