Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenang Diplomasi Budaya Halak Hita di Timor Leste

1 Juli 2023   16:29 Diperbarui: 1 Juli 2023   16:34 636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tortor Batak, Xanana bersama Parlin Pakpahan, Xanana ketika memberi sambutan selepas diulosi. Foto: Rudolf Pangaribuan.

Mengenang Diplomasi Budaya Halak Hita di Timor Leste

Dalam sebuah kesendirian tanpa detak jam dan suara nyamuk bernginging seperti di Jabodetabek sebagaimana yang kurasakan tadi malam di Joyogrand, Malang, ternyata bisa membawa pikiran ini melayang kemana-mana, hingga ke benua es Antartika sekalipun.

Soalnya baru saja sobat jadul sekaligus Laeku Robert Pangaribuan menelepon dari Dili menanyakan soal kesehatanku dan keluarga serta sekadar ini itu. Aku bilang sejauh ini okay bro, semoga di sanapun demikian, kataku.

Pikiran ini kemudian mengembara ke Timor Leste yang dulu dalam kenanganku adalah Timor Timur atau Timtim. Indonesia sudah banyak berbuat kebaikan disana, jalan lingkar utara dan selatan termasuk jalan sirip ikan yang menghubungkan pantai utara dan pantai selatan Timtim setahuku sudah selesai dibangun sebelum Indonesia angkat kaki dari Timtim pada akhir 1999. Itu semua dipersembahkan kepada rakyat Timtim yang sudah sangat lama miskin menderita di bawah sepatu lars penjajahan Portugis.

Timtim ketika itu ibarat noktah kecil di nusantara, dimana daratan Timtim ditambah 2 pulau yi pulau Atauro sebelah utara Dili, dan pulau mini di ujung timur Timtim yi pulau Jaco, hanya seluas 15.000 Km2.

Tortor Batak, Xanana bersama Parlin Pakpahan, Xanana ketika memberi sambutan selepas diulosi. Foto: Rudolf Pangaribuan.
Tortor Batak, Xanana bersama Parlin Pakpahan, Xanana ketika memberi sambutan selepas diulosi. Foto: Rudolf Pangaribuan.

Era Perang Dingin di masa lalu membuat Timtim menjadi permata berharga dalam geopolitik dunia. Bagi dunia barat ia dianggap sebagai "buffer zone" terhadap tusukan China dan Soviet dari arah utara ke Ausie, dimana barat menempatkan senjata-senjata strategisnya, meski Ausie tak pernah mengakuinya. 

Dan bagi Indonesia, semua tahu Timtim adalah bagian yang tak terpisahkan dari The United Kingdom yang berpusat di Belu (sekarang Atambua) di masa lalu sebelum Portugis bercokol di Timtim dan Belanda bercokol di Timor Barat. Disinilah Maromak Oan atau yang dipertuan agung berpusat. Disini pulalah seluruh kerajaan di pulau Timor dikendalikan. Bahasa persatuan yang digunakan ketika itu bahkan sampai sekarang  adalah bahasa Tetum.

Di Dili bahasa Tetum yang digunakan disebut Tetum Maka atau bahasa Tetum yang sudah disisipi kosa kata Portugis, sedangkan di Atambua dan Timor Barat secara keseluruhan, bahasa Tetum yang digunakan masih tetap legacy tempo doeloe yang tak banyak berubah, maka disebut  bahasa Tetum Terik atau bahasa Tetum asli.

Itulah adanya bahwa Timtim adalah bagian dari nusantara kita di masa lalu. Ini bisa ditelusuri secara filologis, apalagilah ditelusuri melalui karya budaya lainnya seperti dancing, sculpture, woven product dst. Jadi tak ada itu yang namanya pendudukan Indonesia di masa lalu. Yang pasti Indonesia hanya menolong saudaranya yang sudah lama tertindas untuk bangkit berdiri agar terlihat manusiawi sebagaimana Indonesia bangkit berdiri pada 1945 lalu. Kalaupun ada statement di luar itu, itu hanyalah political diction yang dipompakan dunia barat tak kurang tak lebih. Bukti konkretnya topeng barat sudah dibuka paksa oleh Rusia di teater Ukraina sekarang. Pendekatan multipolar sudah dimulai  oleh Rusia dan China, lihat BRICS misalnya.

Meski Indonesia sudah tak lagi di Timtim sejak akhir 1999, garis sejarah terus berlanjut dengan sentuhan lain seperti adanya organisasi kerukunan orang Indonesia disana seperti PKBTL atau Perkumpulan Keluarga Batak di Timor Leste. Ini diawali oleh pasangan silang seperti orang Batak beristerikan orang Timtim atau orang Timtim beristerikan orang Batak. Dan banyak lagi contoh pasangan silang dari suku-suku lainnya seperti Manado, Jawa, Sunda, Ambon dst.

Cristo Rei atau Kristus Raja di Bukit Meti Aut, Dili Timur. Foto: Parlin Pakpahan.
Cristo Rei atau Kristus Raja di Bukit Meti Aut, Dili Timur. Foto: Parlin Pakpahan.

Itu semua terjadi di masa Indonesia, ketika anak-anak Timtim dikirim belajar ke Surabaya, ke Malang, ke Yogya, ke Bandung, ke Bogor, ke Jakarta, ke Makassar, ke Kalimantan, ke Palembang, ke Medan dst. Di masa kaderisasi saudara termuda bangsa itulah terjadi apa yang namanya jodoh.

Tak ada kata lain, salut kepada teman-teman PKBTL yang eksis dan berkembang di Timtim, termasuk rekan-rekan asal Kawanua, Ambon, NTT, Sulawesi dll yang bergabung dalam Kerukunan Warga Indonesia di Timor Leste.

Dalam my diary tercatat ketika menyongsong perayaan kemerdekaan RI yang ke-71 pada 17 Agustus 2016, PKBTL di bawah Robert Pangaribuan menggagas sebuah acara bertajuk Malam Budaya Batak di Timor Leste yang diselenggarakan di Dili pada 13 Agustus 2016. Ini hasil kerjasama yang ciamik dengan sobat jadul sekaligus Laeku yi Anggiat Simanjuntak yang mencoba mengkolaborasi kedatangan sebuah kumpulan musisi top Batak seperti Amigos Band, Trio Ambisi, Rita Butar-Butar dkk dengan mantan Sekda Sumut yi Dr RE Nainggolan dan beberapa purnawirawan tinggi TNI.

Pada hari pertama kedatanganku bersama Anggiat dan rombongan besar itu pada 12 Agustus 2016, dari bandara kami sempatkan mampir ke Cristo Rei di Bukit Meti Aut Dili Timur. Ini adalah legacy Indonesia dan kini menjadi salah satu ikon utama Timtim. Puas di Cristo Rei, kami kemudian ziarah ke TMP atau Taman Makam Pahlawan Seroja, tak jauh dari Taibesi, Lahane Timur, Dili. Kami berdecak kagum, karena makam pahlawan Indonesia ini terawat dengan baik oleh pemerintah dan warga Timor Leste. Masih sempat Pak RE Nainggolan, aku dan kawan-kawan lainnya mengheningkan cipta mengenang mereka yang telah mengorbankan jiwa-raganya untuk pembebasan Timtim dari cengkeraman Portugis.

Malamnya kami dijamu panitia lokal di bawah Robert dkk di sebuah resto ciamik yang menghadap ke Teluk Dili, tak jauh dari Pelabuhan Dili. Kata Anggiat, di samping mensyukuri hari jadi RI yang ke-71, acara Malam Budaya Batak besok mengambil thema utama Pengembangan Kepariwisataan Danau Toba yang telah digelontorkan pemerintah, bahkan telah dikeluarkan Perpres 49/2016 awal Juni 2016 yang isinya bermuatan antara lain penyediaan kawasan seluas 500 Ha di sekitar Kabupaten Toba untuk BODT (Badan Otoritas Danau Toba).

BODT dimaksud bekerja sampai 2041 sejalan dengan 25 tahun jangka panjang pengembangan kawasan pariwisata Danau Toba. Pada tahun anggaran 2016 semua pekerjaan awal telah dimulai antara lain pemetaan dan pembangunan infrastruktur perhubungan khususnya pengembangan Bandara Silangit di Siborong-borong Taput, Bandara Sibisa di Toba dan jalan tol Kualanamu-Parapat dan pada masa itu pulalah nucleus pariwisata Danau Toba di Samosir dikembangkan infrastruktur utamanya berupa jalan lingkar di pulau Samosir.

Rochella Caffe dan kota Dili pada 2016. Foto: Parlin Pakpahan.
Rochella Caffe dan kota Dili pada 2016. Foto: Parlin Pakpahan.

Tak terasa semuanya itu sudah nyaris rampung semuanya, terbukti Kejuaraan Dunia Powerboat F1H2O berhasil gemilang kita selenggarakan akhir Pebruari lalu di Balige, Toba. Begitulah kenangan ini melayang memasuki terowongan waktu tahun 2016, betapa rekan-rekan Indonesia yang masih eksis dan melanjutkan hidupnya disana telah berkiprah berkolaborasi dengan saudara-saudaranya yang khusus datang dari tanah air untuk mengangkat Danau Toba yang akan di-DTW-kan.

Yang menarik Malam Budaya Batak di Timor Leste erat kaitannya dengan pengembangan kepariwisataan Timor Leste dan pengembangan kepariwisataan Danau Toba. Robert mengiyakannya. Kalau Timor Leste mengandalkan wisata alam pantai, di mana garis pantai lingkar Timor Leste sangatlah panjang dan cukup banyak di antaranya yang dapat dipasarkan dalam kepariwisataan Internasional, seperti Areia Branca (Pasir Putih) di Dili yang terletak di kawasan Meti Aut, Pantai Tokodede di Liquica, Pantai Behau di Manatuto, Pantai Walau yang berdekatan dengan Pousada atau Pesanggarahan Tutuala legacy Porto di Lautem, Guha Prasejarah Ilikerekkerek  di pantai Walau, Tutuala, Lautem dst.

Areia Branca boleh dibilang kawasan wisata yang telah diinternasionalkan semasa satuan perdamaian PBB ditugaskan disana selama kuranglebih satu dekade, kita dapat melihat ikon utama berupa patung Kristus Raja legacy Indonesia yang menjulang tinggi di bukit Meti Aut. Yang masih perlu dikembangkan lebih jauh hanya tinggal wahana wisata air, termasuk penyediaan armada rental motor boat untuk mengelilingi perairan di sekitar Meti Aut.

Kalau untuk berjemur bagi kaum bule dari daerah dingin atau daerah salju, Areia Branca sudah sangat representatif, bahkan jauh lebih menarik dari pantai Kuta Bali. Maklum, Areia Branca masih jauh dari tercemar limbah industri dan segala macam limbah manusia-manusia yang tak perduli kebersihan lingkungan.

Kalau untuk surfing, potensi Timor Leste terletak di bagian timur Timor Leste seperti Los Palos, pulau Jaco dan di bagian selatan di sepanjang garis pantai Viqueque dan Manufahi. Sedangkan untuk Diving dan Snorkeling telah dirintis kerjasama dengan Ausie, obyek wisata yang dikembangkan terletak di kawasan Liquica dan pulau Atauro.

Xanana nyanyi bareng Amigos Band dan Amigos Band duet bersama Trio Ambisi ketika bergereja di eks GKTT di Bairopite, Dili. Foto: Parlin Pakpahan.
Xanana nyanyi bareng Amigos Band dan Amigos Band duet bersama Trio Ambisi ketika bergereja di eks GKTT di Bairopite, Dili. Foto: Parlin Pakpahan.

Obyek wisata Budaya Timor Leste juga kaya dengan beragam budaya etnik, mulai dari seni tenun ikat yang ada dimanapun di Timorleste, seni tari yang beragam mulai dari Lorsa Dance sampai dengan tari yang telah dimix dengan kebudayaan Porto yang lama bercokol di Timor Leste. Belum lagi seni tarik suara, di masa Indonesia kita mengenal nama Toni Pereira yang telah merekam lagunya sampai di Nirwana record Surabaya. Dan sejak Timor Leste diproklamasikan sebagai negara berdaulat pada tahun 2000, telah dirintis Pesta Carnaval 3 tahunan dan masih berlanjut hingga sekarang. Di samping menghadirkan kontingen dari semua distrik yang ada di Timor Leste,  juga kedutaan asing mempunyai kontingen serupa yang mewakili budaya dan pariwisata di negaranya masing-masing. Kontingen asing itu turut aktif  mewarnai carnaval tsb dan boleh dikata carnaval itu telah menjadi salah satu ikon kepariwisataan Timor Leste.

Malam Budaya Batak yang merupakan respon dari semuanya itu dimeriahkan oleh sejumlah artis Batak papan atas seperti Amigos Band, Trio Ambisi dan Rita Butar-Butar. Juga warga PKBTL mempertunjukkan Tari atau Tortor Sabangunan, Tortor Alu-Alu, Tortor Somba-Somba, Tortor Mangaliat dan Tortor Horas-Horas. Tortor itu bersifat swadaya, artinya datang dari Perhimpunan Batak-Timorleste itu sendiri. Juga ditampilkan Tortor Simalungun dan Tortor Karo.

Itu semua tak lepas dari keinginan baik komunitas Batak-Indonesia yang berasimilasi dan berakulturasi, karena kawin silang dan yang sekarang telah berkembang lebih jauh dalam keturunan berikut komunitas ini yang tentu harus senantiasa diingatkan tentang budaya leluhur dari kedua belah pihak. Acara ini didukung pihak KBRI Dili, juga didukung oleh komunitas Batak-Indonesia yang bertugas di Timorleste bahkan berbisnis dan lain sebagainya, termasuk didukung oleh Kerukunan Warga Indonesia di Timor Leste.

Begitulah kiprah sobat jadulku Robert Pangaribuan the owner Rochella Caffe di Dili Timor Leste, dan sobat jadul lain yang juga Laeku yi Anggiat Simanjuntak, acara ini di samping menghormati acara hari jadi RI ke-71, juga dimaksudkan untuk semakin mempererat hubungan RI-Timorleste, khususnya pengembangan kepariwisataan Indonesia, teristimewa Danau Toba, dan pengembangan kepariwisataan Timor Leste.

Saya lebih suka kalau semua itu disebut sebagai Diplomasi Budaya. Sebab budaya tak mengenal sekat, tak mengenal political hatred dan political perpetrated. Untuk menyembuhkan luka-luka lama antara keduabelah pihak, saya pikir memang diplomasi budayalah terobosannya.

Semoga Timor Leste di bawah Ramos Horta sekarang yang telah disetujui keanggotaannya di Asean dapat semakin mempererat persaudaraan Indonesia-Timor Leste yang kemarin tiba-tiba terputus karena ulah AS dan dunia barat yang sok jadi Polisi Dunia.

Horas Indonesia, PKBTL dan Timor Leste.

Joyogrand, Malang, Sat', July 01, 2023.

TMP Seroja di Dili Timur. Foto: Parlin Pakpahan.
TMP Seroja di Dili Timur. Foto: Parlin Pakpahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun