Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Menangkal Polusi Udara di Jabodetabek

14 Juni 2023   14:31 Diperbarui: 16 Juni 2023   18:16 2203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
U-Winfly D7 Sepeda Listrik bebas polusi buatan China. Foto : Parlin Pakpahan.

Contoh lain di Depok yang adalah satelit Jakarta, hanya Jalan Margonda Raya yang mempunyai pulau jalan. Sayang, pulau jalan itu terlalu sempit untuk ditanami pohon kanopi sebangsa Trembesi. 

Maka Margonda Raya tak kunjung teduh sampai sekarang, karena Trembesi yang terpaksa bertahan hidup di lahan sempit itu jadi mengerdil. 

Kalaupun ada pohon kanopi peneduh di Jln Juanda, itu hanya jadi sasaran tembak bagi pemerkosa lingkungan hijau, ntah pohon itu dipaku seenak udelnya untuk ini dan itu, dan yang agak sopan ndikit paling ditempeli lampu hias yang sekalipun indah dilihat tapi tak ramah kepada pohon peneduh itu sendiri.

Tak heran banyak orang sekarang ini berteriak "Polusi Udara" di Jabodetabek, khususnya Jakarta, semakin menggila.

Benar sekali, kualitas udara di Jakarta semakin memburuk. Pemprop DKI Jakarta menyatakan belum lama ini peningkatan konsentrasi polutan di Jakarta sudah terlihat sejak April 2023. 

Rata-rata per bulannya konsentrasi PM 2,5 mencapai 29,75 mikrogram per kubik. Angka ini meningkat hampir dua kali lipat menjadi 50,21 mikrogram per kubik pada bulan Mei 2023. Dan berdasarkan data dari IQAir, indeks kualitas udara di Jakarta telah secara konsisten berada di angka 150 ke atas sejak Jumat, 19 Mei 2023.

Tak heran warga Jakarta dan sekitarnya stress karena di area tertentu dan dalam menggunakan jasa tertentu, mereka tetap dipaksa mengenakan masker seakan negeri ini masih berstatus pandemi. 

Kebebasan "normal lama" sebelumnya sudah tak ada lagi. Kalaupun harus bermasker itu disebut sebagai normal baru. 

Ini pun belum signifikan, karena belum ada pengujian khusus apakah Pandemi Covid-19 yang kita jalani dan alami selama hampir 3 tahun ini adalah wabah tergila sepanjang sejarah, bahkan jauh lebih gila dari pandemi "blach death" atau wabah hitam di Eropa tempo doeloe.

Ditambah pemanasan global yang merambah kemana-mana, saluran pembuangan limbah di perkotaan yang tak mau tahu dengan filterisasi pembuangan limbah ala Eropa, TPS dan TPA yang tetap bermasalah.

Mulai dari penumpukan di TPS-TPS, kekurangan armada pengangkut, sehingga selalu saja ada kelambatan dalam sirkulasi pembuangan hingga ke TPA Bantargebang, ditambah dengan kian memadatnya kenderaan bermotor ntah itu roda dua atau pun roda empat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun