Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Entrepreneur Pilihan

Pemberdayaan UMKM Se-Nusantara Pasca Pandemi

7 Juni 2023   17:51 Diperbarui: 7 Juni 2023   17:57 760
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Vina (20 tahun) pegawai Indomaret sedang jajan kebab di Fardil  Kebab, depan Indomaret Jln Joyoagung, Merjosari, Malang. Foto : Parlin Pakpahan.

Pemberdayaan UMKM Se-Nusantara Pasca Pandemi

UMKM atau Usaha Mikro Kecil dan Menengah adalah suatu badan usaha atau usaha perseorangan berskala kecil yang terbatas pada jumlah pekerja, aset, dan omset, dan usaha tsb dikelola secara sederhana yang umumnya menggunakan cara dan siasat bisnis yang biasa atau sederhana apa adanya.

Dalam rumpun UMKM, pengusaha yang sudah dikategorikan kelas menengah, sebetulnya tak terlalu pusing, siasat bisnis dari si Abdul pun jadi, yang penting bisnis berputar baik. Kalau pebisnis menengah ini kontraktor rekanan pemerintah katakanlah di Kota/Kabupaten, saran si Gofar pun jadi, ntah itu cara-cara meng-approach Bos Pemegang Kuasa Anggaran di Kota/Kabupaten yang membawahi proyek tertentu yang kelihatannya gurih begitu, sehingga air liur si kontraktor bernama Polan yang bukan Polandia ini sudah sejak kemarin-kemarin keluar, syukur-syukur nggak dikerubungi lalat hijau.

Kebalikannya bagi pengusaha kecil apalagi mikro, bayangkan mikro, melihatnya pun harus pakai mikroskop segala. Jangan-jangan itu pun nggak kelihatan saking kecilnya. Tapi syukurlah mikroskop canggih ternyata ada meskipun tak banyak di masyarakat sekitar kita.

Dalam keseharian, coba periksa dengan mikroskop alami tapi canggih itu mana-mana saja usaha mikro, lalu periksa apakah mereka berbisnis di lahan sendiri, lalu periksa lagi, berapa rental tempat usaha 2X2 meter disitu. Setelah semuanya itu, coba rasakan nafas anda dan bagaimana denyut nadi anda. Tarik nafas terus bukan diiringi denyut nadi ibarat irama krl di rel KAI Jabodetabek, bahkan sudah mirip dengan lagu Money dari Pink Floyd yang kian lama kian mendaki mencapai sebuah klimaks oh money and money.

Itulah sosok si Mikro dan si Menengah. Yang membedakan keduanya hanya kiat dalam berbisnis saja.

Tak heran kalangan orang pintar sudah sejak lama menamainya Usaha Mikro, ntah itu tukang jamu keliling bakulan, ntah itu pedagang rombong atau gerobak yang didorong-dorong keliling kampung, syukur-syukur sudah dimodalin mesin gojek agar bisa keliling kota, bahkan pernah saya lihat saking mikronya ada usaha di Tangerang yang menjual rujak dengan alat uleg tradisional keliling dipikul kampung ke kampung. Sesudah dicoba, lumayan juga, tapi ketika si mikro ditanya ini itu, ya planga-plongo.

Nindi (20 tahun) dan menu Fardil Kebab, lapak depan Indomaret Jln Joyoagung, Merjosari, Malang. Foto : Parlin Pakpahan
Nindi (20 tahun) dan menu Fardil Kebab, lapak depan Indomaret Jln Joyoagung, Merjosari, Malang. Foto : Parlin Pakpahan

Disinilah perlunya pemerintah memfasilitasi usaha mikro yang bertebaran di segenap penjuru nusantara ini dengan sebijak-bijaknya. Bagaimana tidak, karena merekalah sesungguhnya soko guru perekonomian rakyat di negeri ini. Menurut Data Kementerian Koperasi dan UMKM tahun 2020-an, mayoritas pelaku UMKM yang jumlahnya jutaan itu mengalami berbagai kondisi serius akibat pandemi Covid-19 yang terdiri dari 56% mengalami penurunan penjualan, 22% mengalami kesulitan modal, 15% mengalami kesulitan dalam distribusi produk dan 4% kesulitan dalam pengadaan bahan baku. Para pelaku UMKM juga terpaksa melakukan PHK.

Normal baru yang baru saja berjalan setelah pembatasan ini itu dicabut oleh pemerintah, meski sudah sedikit bernafas, tapi pada kenyataannya banyak pengusaha UMKM yang masih megap-megap, karenanya diperlukan strategi yang tepat untuk mengembalikan eksistensi UMKM di persaingan bisnis. Strategi seperti apa itu. Pemerintahlah yang memikirkannya. Tapi yang pasti bagaimana mendudukkan yang masih megap-megap itu di kursi UMKM yang sebenarnya.

Perbankan dan Fasilitator UMKM

BLT selama pandemi sudah berjalan dengan baik. Terlepas dari pengemplang-pengemplang kecil yang tak diketahui dimana keberadaannya sekarang ini. Yang perlu ditindaklanjuti adalah bagaimana memperkuat modal para pebisnis mikro yang mampu bertahan di masa pandemi itu dengan fasilitas pinjaman dari perbankan. Pihak perbankan harus dikoreksi jangan hanya mengutamakan profit saja sekalipun itu usaha mikro, tapi harus percaya sepenuhnya kepada lembaga penjamin yang ditunjuk pemerintah.

Sudah saatnya bagi pemerintah untuk memperluas jaringan fasilitator UMKM di daerah. Mereka tak mesti pegawai tetap, tetapi tenaga kerja terlatih yang dikontrak dalam jangka waktu tertentu melalui multiyears project di sektor UMKM. Pelatihan bagi para calon fasilitator ini tentulah tanggungjawab Kementerian Koperasi dan UMKM, demikian juga pembayaran honor bulanannya yang diambil dari proyek, setelah nanti fasilitator terlatih itu diterjunkan ke lapangan.

Eksposur Bisnis dan Bisnis Model Kanvas

Dalam menyoal bisnis di berbagai level, kita mungkin sudah mendengar peranan influencer dan eksposur dalam dunia marketing beberapa tahun terakhir ini. Banyak yang tertarik begitu tingginya atensi masyarakat terhadap sebuah produk karena diinformasikan sendiri oleh seorang influencer di berbagai media massa. Singkatnya exposure bisnis adalah atensi yang didapatkan oleh perusahaan atau brand perusahaan dari informasi yang tersebar di media karena seorang influencer.

Banyak pebisnis yang tertarik dengan strategi pemasaran seperti ini bahwa seseorang yang terkenal luas di masyarakat akan mudah diiyakan oleh pengikutnya, termasuk apa yang ditawarkannya.

Nindi (20 tahun) dan menu Fardil Kebab, lapak depan Indomaret Jln Joyoagung, Merjosari, Malang. Foto : Parlin Pakpahan.
Nindi (20 tahun) dan menu Fardil Kebab, lapak depan Indomaret Jln Joyoagung, Merjosari, Malang. Foto : Parlin Pakpahan.

Bentuk barter melalui kemitraan model begini dilakukan dengan influencer yang menggunakan barang atau jasa suatu bisnis dan membayarnya melalui promosi di media sosialnya. Dari sudut pandang bisnis, hal ini memungkinkan bisnis untuk meningkatkan brand awareness melalui kredibilitas influencer guna menjangkau lebih banyak pelanggan secara cepat.

Sayang siasat bisnis ini meskipun masuk akal, tapi budaya kita tak sesimpel itu. Sejauh ini hanya orang kaya dan superkaya saja yang dihoohin masyarakat, atau sekurangnya orang yang menduduki jabatan tinggi di pemerintahan seperti Pak Luhut Menkomarinvest dan Pak Jokowi Presiden RI. Jelas ini musykil untuk digunakan si mikro. Kalaupun dipasarkan oleh katakanlah sekadar pegiat medsos, ini tentu tidak signifikan dibandingkan influencer sejati yang memasarkannya di medianya sendiri.

Kemudian yang terkini ada BMC atau "Business Model Canvas" yang merupakan hasil visualisasi suatu bisnis yang mencakup 9 elemen, yi key partners, key activities, key resources, value proposition, customer relationships, channels, customer segments, cost structure dan revenue streams dalam suatu bidang kanvas.

BMC diasumsikan bisa menjadi pendekatan yang tepat untuk menentukan strategi yang efektif dan sesuai dengan kondisi usaha mikro. Kesembilan elemen yang jadi fokus utama dalam pendekatan BMC adalah "Customer Segments", yi siapa calon konsumen yang berpotensi untuk membeli produk, baik secara demografis, psikografis, dan geografis; "Channels" atau "Saluran", bagaimana perusahaan menyalurkan produk kepada konsumen, apakah dijual sendiri oleh pelaku usaha  baik langsung maupun online melalui media sosial dan website, atau dibantu oleh toko mitra; "Customer Relationships", yi bagaimana cara yang dilakukan perusahaan dalam mempertahankan konsumen maupun pelanggan; "Value propositions", bagaimana menunjukkan nilai produk yang berguna dalam memenuhi kebutuhan dan menarik perhatian konsumen; "Key Resources", bagaimana menggunakan aset perusahaan yang membantu pelaku UMKM untuk melaksanakan usaha; "Key Activities", bagaimana aktivitas perusahaan dalam memproduksi suatu value produk yang akan ditawarkan kepada konsumen; "Key Partners", siapa saja pihak yang diperlukan dalam menjalankan operasional bisnis; "Revenue streams", bagaimana apakah produk yang ditawarkan berhasil memenuhi ekspektasi konsumen; "Cost Structures", berapa total biaya yang harus dikeluarkan untuk seluruh kegiatan usaha, dari pengadaan bahan baku, produksi, distribusi, hingga pemasaran produk.

 

Keseluruhan elemen tsb dapat menunjukkan kondisi UMKM secara menyeluruh, Sayang ini pun tak mudah, sekalipun masuk akal, karena yang utama adalah strategi bagaimana memfasilitasi mereka dengan knowledge yang lebih simple dipahami, ketimbang bertakik-takik seakan omong kosong bagi si pengusaha mikro.

Fardil Kebab, UMKM Role Model

Contoh kota Malang yang terkenal sebagai kota pendidikan, sekaligus kota kuliner. Produk utama UMKM disini adalah kuliner. Ada ratusan ribu pedagang mikro kuliner yang eksis di kota Malang. Tak heran kompetisinya sangat ketat, dan tak heran pula tempat-tempat tertentu selalu gonta-ganti pemain. Persoalannya sama dengan kota-kota lainnya, yi rental tempat usaha yang mahal dan beaya pokok produk yang juga ikut-ikutan mahal.

Semahal-mahal rental tempat usaha di kota Malang, tapi mahalnya tak seekstrim Depok, Tangerang, Bekasi, apalagi Jakarta. Bayangkan lapak penjual martabak telor di depan Alfamart, Jln Siliwangi Depok, sewa per bulannya bisa sampai Rp 700 ribu, bahkan sewa tempat usaha untuk warkop ala Kuningan yang jualan 24 jam, Jln Kemboja dekat RS Hermina, yang luasnya tak kurang dari 3X2 M, tapi ongkos sewanya bisa menyaingi halaman depan Alfamart atau Indomaret. Bagaimana nggak silih berganti pengusaha mikro yang datang dan yang pergi. Mereka tak punya solusi soal sewa tempat usaha. Kalau pilih yang nggak strategis, ya nggak laku, dan kalau pilih tempat yang strategis, ya kemahalan.

Di kota Malang, sewa tempat usaha meski mahal tapi tidak segila di Jabodetabek. Fardil Kebab misalnya sebuah franchise yang baru melebarkan sayapnya 2 tahun terakhir ini setelah banting-tulang selama 6 tahun sebelumnya untuk bertahan hidup. Tempat usaha 2X2 M yang disewa Fardil di depan Indomaret, Joyoagung, Malang, tak jauh dari perum Joyogrand, hanya Rp 550 ribu per bulan. Tempat usahanya ini strategis karena di pertigaan Joyogrand dan ke atas lurus melintasi Jln Joyoagung raya ke arah Batu, banyak perumahan hingga ke area Genteng batas kota Malang, dimana banyak perumahan yang dihuni komunitas mahasiswa.

Kebab yang tak bermerk Turki ini tak kalah pamor dengan Turki asli. Fardil kebab, tak hanya berkebab-ria saja, tapi ia menjual burger, hot dog dan roti Maryam. Macamnya banyak dan sausnya tak kalah dengan kebab asli Turki, dari mana kuliner tsb berasal. Bisa jadi Fardil dulu berjualan kebab melalui sistem waralaba dengan si pemegang merk, lama-kelamaan dia belajar mengolah sendiri dari contoh saos Turki hingga saus ciptaannya sendiri, maka saya lihat mahasiswa yang bergerombol di depan Indomaret Joyoagung rajin makan kebab, hot dog, burger, bahkan roti Maryam ala Fardil, yang harganya mulai dari Rp 10 ribu hingga Rp 25-30 ribu. Indomaret pun beroleh untung, karena lalu-lalang mahasiswa di lapak Fardil itu pastilah membeli minuman dari rak-rak freezer Indomaret.

Pengusaha mikro Fardil di kota Malang yang kini sudah mewaralabakan usaha perkebab-annya di seantero Malang selain outlet-outletnya sendiri di titik-titik strategis kota Malang, seyogyanya dijadikan role model pengusaha mikro yang sukses dari bertahan hidup menjadi berkembang menuju pengusaha menengah dan sejauh tetap ulet dan kreatif bukannya tak mungkin akan jadi taipan besar sebangsa Chairul Tanjung si anak singkong yang kini menjadi anak keju.

Akhirnya untuk mengkondisikan UMKM senusantara bisa eksis dan berkembang lebih baik pasca pandemi ini, tak ada salahnya pemerintah menjadikan mitra UMKM Indomaret sebangsa Fardil Kebab ini menjadi nara sumber para fasilitator UMKM yang kelak diterjunkan ke lapangan dalam rangka percepatan pemberdayaan UMKM se-nusantara.

Tak hanya Indomaret, karena di titik-titik strategis setiap kota/kabupaten dipastikan ada perusahaan sebangsa Indomaret yang juga mengizinkan pengusaha-pengusaha mikro yang sukses menyewa lahan depannya. Jadikan jugalah mereka sebagai nara sumber.

Mata dagangan para pengusaha mikro ini tak lain tak bukan adalah kebutuhan primer masyarakat dan mereka tidak memperdagangkan kebutuhan sekunder apalagi tersier dan kuarter.

Joyogrand, Malang, Wed', June 07, 2023

Nindi (20 tahun) petugas Fardil Kebab depan Indomaret Jln Joyoagung, Merjosari, Malang. Foto :Parlin Pakpahan
Nindi (20 tahun) petugas Fardil Kebab depan Indomaret Jln Joyoagung, Merjosari, Malang. Foto :Parlin Pakpahan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Entrepreneur Selengkapnya
Lihat Entrepreneur Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun