Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Bob Dylan Tak Tertandingi Memasuki Semua Relung Kehidupan Kita

27 Mei 2023   13:09 Diperbarui: 27 Mei 2023   13:11 915
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bob Dylan Centre di Tulsa, Oklahoma, US. Foto : Lester Cohen, latimes.com

Bob Dylan Tak Tertandingi Memasuki Semua Relung Kehidupan Kita

Iklim yang semakin memanas sekarang yang menyerang banyak wiilayah di muka bumi ini tak semata peristiwa alam, tetapi juga peristiwa manusia sebagai makhluk sosial dengan segala kausalitas yang ada di dalamnya. Industrialisasi yang tak kenal batas, nafsu hegemonis yang melahirkan gesekan hingga meletus perang dengan asap mesiu dan nyawa-nyawa manusia yang membubung ke langit biru. Itu semua membuat planet bumi ini semakin panas dan panas.

Di tengah memanasnya iklim, memanas juga suhu politik internasional, khususnya di Ukraina, Afrika dan Timur Tengah, termasuk suhu politik di negeri ini seperti perkorupsian dalam rangka membandari pertarungan politik di teater politik pemilu serentak dan pilpres 2024 yad.

Fenomena semacam ini senantiasa berulang dalam tempo dan irama yang berbeda. Sekarang sudah ada unsur alam yang marah karena ulah manusia, sedangkan yang lainnya adalah masalah itu lagi itu lagi seperti yang banyak ditemukan dalam balada-balada yang disuarakan Leo Imam Sukarno, Iwan Fals, Franky Sahilatua di negeri ini, dan Woody Guthrie dan Bob Dylan di AS nun jauh disana.

Dalam balada Dylan hal ini disentuh sangat mengena dan mendalam, dimana syair lagunya yang merakyat memasuki semua hal dalam dinamika manusia. Itulah yang saya rasakan ketika membuka-buka kenangan lama yang ada dalam lagu-lagu balada versi Bob Dylan.

Bob Dylan lahir dengan nama Robert Allen Zimmerman pada 24 Mei 1941, di Duluth, Minnesota, AS, dan dibesarkan di Hibbing, Minnesota, di Pegunungan Mesabi di sebelah barat Danau Superior. Dylan masih tetap sehat, dan sekarang berusia 83 tahun. Kakek dari pihak ayah Dylan, Anna Kirghiz dan Zigman Zimmerman, beremigrasi dari Odesa di Imperium Rusia (sekarang Ukraina ) ke AS, karena pogrom terhadap orang Yahudi tahun 1905. Kakek dari pihak ibu, Florence dan Ben Stone, adalah orang Yahudi Lithuania yang tiba di AS pada tahun 1902. Dalam otobiografinya, Chronicles : Volume One, Dylan menulis bahwa keluarga nenek dari pihak ayah berasal dari distrik Kazman Propinsi Kars di timur laut Turki.

Bob Dylan adalah seorang penyanyi-penulis lagu Amerika. Ia salah satu penulis lagu terhebat sepanjang masa, dan boleh dikata telah menjadi tokoh utama dalam budaya populer selama karirnya lebih dari 60 tahun. Sebagian besar karyanya yang paling terkenal berasal dari tahun 1960-an, ketika lagu-lagunya seperti "Blowin' in the Wind" (1963) dan "The Times They Are a-Changin'" (1964) menjadi lagu kebangsaan untuk hak-hak sipil dan gerakan antiperang. Liriknya selama periode ini memasukkan berbagai pengaruh politik, sosial, filosofis, dan sastera, menantang musik pop pada zamannya dan menjadi budaya tandingan.

Dalam Blowin' in the Wind misalnya Dylan menulis lyric sbb :

Berapa banyak jalan yang harus dilalui seorang pria sebelum orang mengakuinya seorang pria? Berapa banyak lautan yang harus dilalui seekor merpati putih sebelum dia tidur di pasir? Berapa kali tembakan meriam harus dilancarkan sebelum dilarang selamanya? Jawabannya .. itu semua tertiup angin.

Berapa kali seseorang harus menatap ke atas sebelum dia bisa melihat langit? Dan berapa banyak telinga yang harus dimiliki seseorang sebelum dia bisa mendengar orang menangis? Berapa banyak kematian yang diperlukan sampai dia tahu terlalu banyak orang yang mati? Jawabannya .. itu semua tertiup angin.

Generasi Beat

Dalam kariernya, Bob Dylan tidak bisa dipisahkan dengan Allen Ginsberg, penyair Amerika sekaligus satu dari tiga pelopor Generasi Beat, yi kaum muda dekade 1950-1960-an yang menolak masyarakat konvensional, mereka lebih menoleh kepada pandangan Zen Buddhism khususnya tentang perdamaian. Hubungan keduanya bak ayah dan anak yang bersahabat. Mereka menjadi simbol bagi Generasi Bunga yang menolak perang, diskriminasi dan kerakusan kapitalisme barat. Boleh dibilang, baik secara langsung maupun tidak langsung, Generasi Beat mempengaruhi karya-karya Dylan.

Sebagaimana Generasi Beat, lirik-lirik puitik Dylan merupakan suara zaman dimana kapitalisme dipandang serupa Moloch - istilah dalam Howl, puisi Ginsberg - yaitu sejenis monster yang memperpanjang hidupnya dengan menghisap jiwa rakyat negara lain ntah lewat perang atau paket ekonomi yang dikenal sebagai neoliberalisme.

Dalam Blowin' in the Wind, pesan itu tampak jelas. Diksi-diksi tertentu sengaja dipilih Dylan untuk menunjukkan posisinya, misalnya diksi "merpati putih" disandingkan dengan "meriam" dan "tangisan". Sebagaimana diketahui, merpati putih merupakan simbol perdamaian yang dibinasakan oleh Meriam lewat perang sehingga mencipta tangisan di mana-mana.

Dalam lagu berjudul Isis (Dewi dalam mitologi Mesir kuno yang diidolakan sebagai isteri ideal dan Ibu pelindung) dengan lyric sbb :

Aku menikahi Isis pada tgl 5 bulan Mei, tetapi aku tak bisa bertahan lama dengannya, jadi kupotong rambutku, dan pergi ke negeri antah berantah dimana aku tak mungkin salah; aku datang ke tempat tinggi, jauh dari kegelapan, garis pemisah terbentang, melalui pusat kota; aku ikut kuda poniku ke tiang di kanan, masuk ke penatu untuk mencuci bajuku, pria di sudut mendekatiku meminta korek; aku segera tahu dia bukan orang biasa, dia bilang apa kau mencari sesuatu yang mudah ditangkap, kubilang aku tak punya uang, dia bilang itu tak perlu; kami berangkat menuju hawa dingin di utara, aku memberinya selimutku, dan dia memberiku janji, kubilang kita mau kemana, katanya kita akan pulang tanggal empat, aku bilang itu kabar terbaik yang pernah kudengar; aku memikirkan pirus, aku memikirkan emas, aku memikirkan berlian, dan kalung terbesar di dunia, saat kami melewati ngarai, menembus dingin yang tajam; aku memikirkan Isis, dia pikir aku ceroboh, dia bilang padaku suatu hari nanti kita akan bertemu lagi, dan situasinya akan berbeda, lain kali kami menikah, andai aku bisa bertahan dan menjadi temannya, aku masih tak ingat hal terbaik yang dia katakan; kami pergi ke pyramid, semua tertanam dalam es, dia bilang ada mayat yang sedang kucari, jika aku membawanya harganya akan sangat bagus, saat itulah aku tahu apa yang ada di pikirannya, angin melolong, dan salju begitu lebat, kami menerjang malam, dan kami menerjang fajar, saat dia mati aku berharap itu tak menular, tetapi aku sudah memutuskan bahwa aku harus melanjutkannya; aku mengambil mayatnya dan aku menyeretnya kedalam, melemparnya kedalam lubang, aku pasang kembali penutupnya, aku berdoa sebentar agar merasa puas, lalu aku kembali mencari Isis untuk mengatakan aku mencintainya, dia ada di padang rumput, dimana dulu ada anak sungai, dibutakan oleh kantuk dan membutuhkan tempat tidur, aku datang dari timur dengan mata yang berbinar-binar, aku dahulu memakinya lalu pergi, dia bilang dari mana saja, aku bilang tak ada tempat khusus, ia bilang kau tampak berbeda, aku bilang ya kurasa wajar, dia bilang kau telah pergi, aku bilang itu wajib, dia bilang aku akan tinggal, aku bilang jika kau mau aku tinggal ya; Isis oh Isis kau anak yang mistis, apa yang mendorongku kepadamu adalah apa yang membuatku gila; aku masih ingat caramu tersenyum pada tanggal 5 bulan Mei dalam hujan gerimis.

Dylan menulis Isis setelah berpisah dengan isterinya Sarah. Diksi yang dipilih disini adalah perasaan kesal mendalam yang hanya bisa ditumpahkan melalui puisi. Isis yang terbayang tak ada lagi dalam diri Sara. Cinta adalah sebuah kegilaan. Itu adalah versi Dylan sekaligus menunjukkan kemampuannya berpuisi tentang cinta. 

Dylan luarbiasa dalam menulis lagu. Inspirasi bisa didapatkannya dari mana saja, di perjalanan turnya bisa, bersandar istirahat di sebuah pemakaman bisa, bahkan di keramaian pun bisa. Ide-ide itu datang begitu saja, dan ada semacam mekanisme pelatuk yang membuatnya begitu produktif menulis lagu.

Ia bukan seorang kutu buku tulen, atau seorang penggemar berat Shakespeare atau Goethe misalnya, tapi ia mengikuti perkembangan sosial politik dan budaya bahkan perkembangan mental sebuah bangsa. Tak heran kita banyak menjumpai diksi politik dan filosofi yang begitu puitik dalam lagunya, termasuk keresahan yang dirasakan orang-orang pada zamannya.

Hebatnya syair-syairnya dari lebih 600 lagu yang diciptakannya sudah dibukukan. Luarbiasa, buku itu setebal 960 halaman, beratnya tiga belas setengah pon (6,75 Kg), Syair lagu itu memanjang berkelak-kelok tapi konsisten melaju ke depan bak The Great Wall China sejak 1962, diterbitkan oleh Simon & Schuster pada 2014. Buku ini diedit oleh kritikus sastra Christopher Ricks, Julie Nemrow dan Lisa Nemrow, untuk lebih memudahkan menelusuri varian lagu-lagu Dylan, bersumber dari out-take dan penampilan live. Edisi terbatas 50 buku, ditandatangani oleh Dylan, dihargai US $ 5.000. Ini adalah buku terbesar dan termahal yang pernah diterbitkan Simon & Schuster. Itu baru lyric lagu yang dibukukan.

Bob Dylan Centre di Tulsa, Oklahoma, US. Foto : Lester Cohen, latimes.com
Bob Dylan Centre di Tulsa, Oklahoma, US. Foto : Lester Cohen, latimes.com

Dalam lagunya Mr Tambourine, kita ambil beberapa penggal lyricnya sbb :

Hei Mr Tamborin, nyanyikan sebuah lagu untukku, Aku tak mengantuk, Dan tak ada tempat yang aku tuju; Hei Mr Tamborin, nyanyikan sebuah lagu untukku di pagi hari yang berdentang-denting, aku akan mengikutimu, meski aku tahu kekaisaran malam telah kembali menjadi pasir, lenyap dari genggamanku, meninggalkanku begitu saja untuk tetap berdiri disini, tapi masih belum tidur, kelelahanku membuatku takjub, kakiku dicap, aku tidak punya siapa-siapa untuk ditemui, dan jalan kuno yang kosong itu sudah mati untuk bermimpi.

Hei Mr Tamborin, bawalah aku berlayar .. larut ke dalam paradeku sendiri .. bawa aku menghilang melalui cincin asap pikiranku, melewati reruntuhan waktu yang kabur, jauh melewati dedaunan yang beku, pohon ketakutan yang berhantu, pergi ke pantai berangin, jauh dari kesedihan yang kacau balau .. menari di bawah langit berlian, dengan satu tangan melambai bebas, dibalut bayangan laut, dikelilingi pasir sirkus, dengan segala ingatan dan takdir, terdorong jauh ke bawah ombak, biar kulupakan hari ini sampai besok; Hei Mr Tamborin, mainkan sebuah lagu untukku ..

Blowin' in the Wind dan Mr Tambourine Man dinyanyikan dalam tournya yang bertajuk Rolling Thunder. Suasana dunia, khususnya AS, sedang tak baik. AS baru saja meninggalkan Vietnam pada 1973. Ketika Saigon jatuh, orang-orang tampaknya telah kehilangan keyakinan atas segalanya, banyak argumen tentang kenapa Amerika terusir dari Vietnam dengan cara yang memalukan, dua orang berusaha menembak Presiden dalam sebulan.

Ide Bob Dylan saat itu adalah mengadakan tour, kombinasi aksi berbeda di panggung yang sama untuk berbagai gaya musik. Menurut Dylan itu bukan pentas teatrikal tradisional, inti dari tour yang kemudian diberi tajuk Rolling Thunder Revue ini, bukan tentang apapun. Itu hanya tour. "Hidup bukan tentang mencari dirimu atau mencari sesuatu. Hidup adalah menciptakan dirimu dan menciptaan karya," kilah Dylan.

Dylan berhasil mempertemukan hampir semua musisi rakyat. Bak troubadour mereka berkelana ke seluruh Amerika. Dylan mengajak para musisi itu keluar untuk menunjukkan kepada publik luas bahwa itulah suara musisi Amerika yang senada dengan keadaan AS dan dunia pada saat itu.

Nobel Prize untuk Bob Dylan

Nobel prize sangatlah bergengsi di dunia sains, sastera dan budaya. Dylan sang maestro berhasil meraihnya pada 2016. Dunia terkejut, dibarengi banyak kalangan sastera yang mengecamnya bagaimana mungkin seorang musisi rakyat dianugerahi Nobel yang super waw itu.

Dylan tak ambil pusing. Iapun tak menduga itu sebelumnya. Hadiah Nobel itu baru diambilnya tahun 2017. Namanya saja Bob Dylan, seniman sejati yang tak mudah digertak sebuah kecaman tak berdasar, atau diatur begini begitu begene begono seperti Pinokio.

Bisakah seorang musikus mendapat Nobel Sastra? Jawabnya sangat bisa. Haqul yaqien. Bob Dylan telah membuktikannya. Menyingkirkan sejumlah penulis prosa dan puisi ternama seperti Salman Rushdie, Haruki Murakami hingga Adonis, Bob Dylan terpilih sebagai penerima Nobel Sastera 2016. Salut kepada Akademi Nobel. Pengertian sastera bagi petinggi Nobel berbeda dengan apa yang dipahami umum selama ini.

Sastera tidak hanya sebatas puisi dan prosa. Sudah sejak lama sejarawan sastera memasukkan filsuf seperti David Hume, sejarawan seperti Gibbon, agamawan seperti Butler maupun ekonom seperti Sri Mulyani sebagai sasterawan. Dalam konteks ini, sastera bermakna segala bentuk karya imajinatif yang berhubungan dengan bahasa, baik lisan maupun tulisan, yang diciptakan oleh manusia.

Dylan jelas berhak mendapat Nobel Sastera, sebab dia telah melahirkan karya imajinatif dalam bentuk lagu. Menilik sejarah Nobel Sastera, tak sedikit penulis non fiksi, di luar prosa dan puisi, seperti sejarawan Theodor Mommsen (1902), filsuf Louis Bergson (1927), pemimpin negara Winston Churchill (1953), dan jurnalis Svetlana Alexievich (2015) yang juga mendapat penghargaan tsb.

Apa yang dilakukan Dylan hanyalah melanjutkan tradisi kuno dari sastera. Sastera pertama umat manusia adalah lirik-lirik puitik yang disenandungkan. Pada zaman kuno, masyarakat mendengarkannya pada waktu-waktu tertentu.

Lirik-lirik tsb berisi riwayat leluhur mereka atau beragam pemujaan terhadap kekuatan Adikodrati. Tidak jarang lirik-lirik puitik itu berupa mantera ntah untuk mengusir kekuatan jahat atau menyembuhkan suatu penyakit.

Hingga kini, bentuk sastera seperti itu masih bisa kita jumpai di masyarakat-masyarakat pedalaman sebagai bagian dari sastera lisan. Mereka yang mengecam lirik-lirik puitik yang dinyanyikan Bob Dylan tidak dianggap sebagai sastera. Ini sama saja mengingkari sejarah kesusasteraan itu sendiri.

Bob Dylan dapat dikatakan adalah sasterawan yang menyanyikan lirik-lirik puitiknya sebagaimana yang dilakukan manusia zaman kuno. Bedanya, lagu-lagu Dylan tidak lagi diperdengarkan dengan cara lama. Berkat kemajuan iptek, musik Dylan mampu menjangkau pendengar yang lebih luas baik lewat media cakram rekaman maupun dunia maya.

Lirik-lirik khas Dylan yang dikenal puitik, sekaligus politis, juga merupakan suara zaman. Tak heran, Akademi Nobel memilih Dylan sebagai peraih penghargaan bergengsi itu dengan alasan mampu menciptakan ekspresi puitik baru.

Sebagai seorang warga Amerika, Nobel Sastera untuk Dylan tahun 2016 merupakan tamparan buat negaranya sendiri yang menjalankan politik hegemoni, khususnya geoekonomi dan geopolitik, dengan sekutu baratnya. Dimana-mana terjadi peperangan yang dipicu oleh politik seperti itu sebagaimana halnya krisis Ukraina sekarang. Lirik-lirik puitik perdamaian Dylan sangat pas sebagai pengingat bahwa perang masih ada dan berkelanjutan.

Dylan si kuda hitam terus menebar pesan-pesan kemanusiaannya kepada seisi dunia dengan menumpang angin sebagaimana lagunya .... The answer, My Friend, is blowing in the wind. The answer is blowing in the wind ...

Dalam Ballad of a Thin Man Dylan dari album Highway 61 Revisited yang direlease oleh Columbia pada 30 Agustus 1965, kita kutip  sepenggal ballada nasty ala Dylan sbb :

Anda memiliki banyak kontak di kalangan penebang pohon, untuk membeber fakta ketika seseorang menyerang imajinasi Anda. Tapi tidak ada yang perduli, bagaimanapun mereka berharap Anda memberikan cek yang dipotong pajak kepada organisasi amal; Anda pernah bersama para professor; Dan mereka semua menyukai Anda; Anda telah membahas penderita kusta dan penjahat dengan pengacara yang hebat; Semua tahu Anda telah membaca dengan cermat semua buku F. Scott Fitzgerald; Tapi apa yang terjadi sekarang; Anda tidak tahu sama sekali persoalannya. Bukankah begitu Mr. Jones?

Yang disebut Mr. Jones ini terus melakukan kesalahan dalam situasi aneh, dan semakin banyak pertanyaan yang diajukan kepadanya, semakin tak masuk akal baginya dunia ini. Boleh dikata Ballad of a Thin Man adalah salah satu penyidikan Dylan yang paling gencar terhadap penyusup borjuis yang dangkal, berpakaian perlente ala kaum hipster tapi tak jelas dalam aksi nyata.

Bob Dylan Centre

Ikon Amerika bahkan dunia itu kini dianugerahi Bob Dylan Centre di Tulsa Oklahoma. Gedung rancangan Olson Kundig untuk kepentingan kepariwisataan dan Dylanologi di masa yad itu berdiri dengan anggun, sementara Dylan sudah berusia 83 dan semakin menua, meski sejauh ini tetap sehat. Dylan Centre dirancang dapat menampung dan memamerkan lebih dari 100.000 kekayaan budaya eksklusif yang dibuat dan dimiliki oleh Dylan selama tujuh dekade. Obyek wisata budaya itu sudah dikunjungi para pelancong budaya lokal maupun mancanegara sejak Mei tahun 2022 lalu.

Dylan Centre berisi sekitar 100.000 artefak, hanya sebagian kecil yang dipajang untuk umum, dan sisanya disediakan untuk peneliti dan cendekiawan atau untuk kepentingan lain ketika museum merotasi beberapa di antara artefak disitu. Bahkan jikapun itu hanya mewakili puncak gunung es dari koleksi massif yang dijual Dylan ke Yayasan Keluarga Milyarder George Kaiser, dengan ruang pameran seluas 29.000 kaki persegi yang sekarang terbuka untuk umum. Itu adalah persembahan luarbiasa dalam pencagaran budaya. Tulsa yang adalah kota minyak mengandalkan keuntungan besar dari Dylanologists yang akan datang ke kota untuk meneliti seluruh karya budaya Dylan. Centre ini bertetangga dengan Woody Guthrie Centre, seorang musisi besar serupa Dylan yang juga ikonik -- lih Chris Willman dalam https://tinyurl.com/y3v46468

Rough and Rowdy Ways

Bob Dylan harus diakui tidak pernah mengecewakan, bahkan saat dia semakin menua dengan usia 83 sekarang, dia masih mampu menemukan kembali dirinya dan mengejutkan para penggemarnya yang paling setia. Rilis tak terduga pada bulan Juni 2020 dengan album yang berjudul "Rough and Rowdy Ways" diumumkan melalui medsos setelah Dylan merilis dua lagunya lebih awal di masa pandemi Covid-19.

Suara gelap dan lirik album awalnya menunjukkan pergulatan pribadi Dylan dengan kefanaan. Namun rekaman itu bukanlah "lagu angsa" atau renungan seorang lelaki tua yang menunggu untuk mati. Rough and Rowdy Ways menyoroti kematian diri yang berkelanjutan yang harus dipilih oleh setiap orang untuk dipeluk.

Di halaman awal "New Seeds of Contemplation" dalam bukunya berjudul "The Monk's Record Player : Thomas Merton, Bob Dylan, and the Perilous Summer of 1966", Merton menulis bahwa "kontemplasi selalu berada di luar pengetahuan kita sendiri, di luar cahaya kita sendiri, di luar sistem, di luar penjelasan, di luar wacana, di luar dialog, di luar diri kita sendiri. Kontemplasi seseorang harus dalam arti tertentu mati, tetapi kematian itu sendiri sebenarnya adalah pintu masuk ke kehidupan yang lebih tinggi. Ini adalah kematian demi kehidupan yang meninggalkan semua yang dapat kita ketahui atau hargai sebagai kehidupan, sebagai pemikiran, sebagai pengalaman, sebagai kegembiraan, sebagai keberadaan  -- lih Fr. John Gribowich dalam https://tinyurl.com/2jxvl93v

Amazing. Komentar dari seorang pemikir ternama seperti Thomas Merton sungguh membuat darah kita berdesir betapa Dylan sudah sampai pada permenungan yang benar-benar puitik filosofis menakjubkan. Sungguh tak ada duanya.

Rough and Rowdy Ways album studio ke-39 Dylan dirilis pada 19 Juni 2020. Album ini menandai rilis musik orisinal pertama Dylan sejak album 2012 "Tempest".

Rough and Rowdy Ways atau "Cara Kasar dan Gaduh" menerima pujian kritis yang meluas setelah dirilis dan mencapai kesuksesan komersial, dan menduduki puncak tangga lagu di beberapa negara, seperti UK. Album ini menampilkan sepuluh lagu, menampilkan perpaduan unik Dylan antara folk, rock, blues, dan Americana.

Lagu-lagu di album ini mencakup beragam tema dan topik, mulai dari refleksi kematian dan sejarah hingga referensi budaya dan introspeksi pribadi. Beberapa lagu terkenal dari "Rough and Rowdy Ways" termasuk "Murder Most Foul", epik berdurasi 17 menit yang mengingatkan pembunuhan Presiden John F. Kennedy, dan "I Contain Multitudes", yang merujuk pada berbagai tokoh sejarah dan budaya.

Secara keseluruhan, Rough and Rowdy Ways dianggap sebagai tambahan yang kuat untuk diskografi Bob Dylan, menunjukkan relevansinya yang berkelanjutan sebagai penulis lagu dan musisi. Album ini mendemonstrasikan kemampuannya untuk mengeksplorasi tema-tema yang mendalam dan menggugah pikiran sambil membawakan lirik yang menawan dan puitis.

Bob Dylan dilahirkan 24 Mei 1941 83 tahun lalu di US. 24 Mei 2023 now baru saja berlalu 3 hari lalu.

HPBD Bobby! Semoga di usiamu yang ke-83 sekarang engkau semakin filosofis untuk menerangi dunia yang semakin gelap dan semakin panas ini.

Sebuah paradoks untuk permenungan seorang Dylan.

Joyogrand, Malang, Sat', May 27, 2023.

Patung logam Bob Dylan setinggi 15 kaki di pintu masuk Bob Dylan Centre. Foto : Chris Willman, variey.com
Patung logam Bob Dylan setinggi 15 kaki di pintu masuk Bob Dylan Centre. Foto : Chris Willman, variey.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun