Pada 11 Nopember 2022, setelah KTT ASEAN ke-40/41 di Phnom Penh, Kamboja, ASEAN sepakat untuk mengakui Timor Leste sebagai anggota ke-11. Perjalanan panjang Timor Leste untuk menjadi anggota ASEAN pun akhirnya mendapat kejelasan.
Masuknya Timor Leste adalah kabar bagus sekaligus tantangan tersendiri, karena 10 saudara tuanya disini harus pandai ngemong si anak bungsu ini hingga bertumbuh cepat menjadi negara yang mandiri dan bisa berkontribusi penuh dalam bidang apapun di Asean.
Tantangan di Internal ASEAN
Asia Tenggara adalah sebuah kawasan di AsPac (Asia-Pacific). AsPac sekarang bertumbuh pesat di bawah pengaruh China, Jepang, India, Korea selatan, Taiwan, Singapore, menyusul Indonesia yang boleh dikata semasa 20 tahun orde reformasi, khususnya di era Jokowi sekarang, telah melengkapi infrastruktur ekonominya hampir di seluruh wilayah nusantara.
Indonesia dan rekan-rekan Aseannya pun berhasil melewati masa pandemi yang menjadi batu kerikil pertumbuhan ekonomi kawasan dalam 2 tahun terakhir ini. Meski pandemi belum sepenuhnya berlalu, tapi setidaknya Asean dalam KTT Bangkok tahun lalu tidak lagi melihatnya sebagai ancaman. Dalam KTT itu negara-negara anggota telah menyepakati untuk menjadikan Asean sebagai pusat pertumbuhan kawasan yang bersinergi dengan kekuatan lainnya di AsPac dan dunia.
Yang menjadi persoalan di internal Asean sekarang dan ke depan ini adalah bagaimana mensinergikan kekuatan masyarakatnya. Terdengar sedikit aneh, tapi melihat kenyataan di lapangan, kasus Myanmar dan gerakan separatis di Thailand selatan yang berbatasan dengan Malaysia, kasus separatis Moro dan Papua; friksi yang frequently terjadi antar negara, mulai dari masalah pengungsi Rohingya, dulu pengungsi perahu Vietnam dst, perang Sawit dan sengketa Sipadan-Ligitan Malaysia Vs Indonesia dst, ini hanya dapat dicarikan solusinya melalui hubungan kemasyarakatan antar negara.
Kalau kunjungan antar diplomat, itu tak masalah. Diplomat tidak hanya pandai bertutur, tapi juga menjaga kata-kata bukan. Yang diperlukan sekarang adalah bertukar student, agar Asean dapat saling memahami jeroannya masing-masing dan dengan demikian ke depannya dapat mengakomodir keragaman sosial dan keragaman kepemilikan yang ada di kawasan tanpa ada imbas yang berarti dari negara-negara anggotanya.
Membangun soliditas yang berpijak dari keragaman di satu negara sangatlah penting, begitu pula dengan keragaman antar negara Asean. Misalnya Zakir Naik pendakwah asal India yang sekarang menetap di Malaysia. Meski kabarnya Zakir buronan pemerintah Malaysia, tapi kenyataannya ybs tetap berkoar-koar soal kebenaran mutlak sebuah keyakinan seraya menjelek-jelekkan keyakinan lain. Ini sangat mengguncang keragaman masyarakat multi kultural dimanapun. Jelas oknum seperti ini tak berguna dalam keragaman Asean yang bagaimanapun tetap harus solid. Oknum semacam ini hanyalah petualang pencari uang karena terusir dari negaranya India yang tak pernah bisa menerima kenyataan adanya seorang warga negara India pemecah belah seperti dia. UAS pernah ditolak oleh Singapore karena behavior ybs dinilai tak layak di pentas Singapore yang multi kultural itu. Kita tak perlu baperan disini, karena itu adalah ketegasan negara dan bukan kebencian negara.
Demikian juga dengan masalah separatisme Papua, Moro dan Karen. Teriakan-teriakan kaum separatis jangan sampai disalahgunakan pihak asing dengan mengatasnamakan HAM. Kita harus memastikan kedaulatan wilayah di negara anggota adalah hak mutlak negara ybs dan tidak bisa ditawar. Ini tak ada hubungannya dengan HAM. Kita tahu kaum jealousy dari kalangan ini bisa membopong mayat palsu yang diarak keliling kota untuk menista kedaulatan sebuah negara. Ini terjadi nggak di China (lih Tibet dan Taiwan), nggak di Myanmar (lih Karen), nggak di Filipina (lih Moro), nggak di Indonesia (lih Papua, lih Timor Timur di masa Indonesia), nggak di dunia lain (lih Palestina, yang sesungguhnya adalah sempalan Arab yang bernama kedok Palestina) dst.
Permasalahan internal semacam ini seyogyanya dapat dicarikan solusinya bagaimana agar ada kedaulatan Asean sebagai badan atau lembaga yang melampaui kedaulatan anggota untuk memutuskan sesuatu dalam tindakan bersama untuk mengatasi kemelut hatred semacam itu di internal Asean. Dengan kata lain, sudah saatnya ada tindakan bersama untuk mengunci ancaman rumah tangga negara anggota menjadi ancaman terhadap eksistensi dan keutuhan Asean.