Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Catatan Perjalanan ke Pulau Sabu NTT

28 Maret 2023   17:12 Diperbarui: 28 Maret 2023   17:20 1746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tenun ikat Sabu motif piring. Foto : oxfordasiantextilegroup.wordpress.com

Megalit di Sabu bukanlah tempat pemakaman. Batu-batu besar diseret ke tempat-tempat ritual dan digunakan sebagai penanda waktu dan fisik. Sebuah batu dapat mengingatkan leluhur tentang hal penting tertentu, tentang pendiri klan atau tugas yang terkait kepercayaan, sehingga memenuhi peran batu-batu besar itu selaku tugu peringatan.

Namata, arena ritual utama Seba, memiliki kumpulan batu terbesar dengan berbagai ukuran di pulau itu. Di sana, setiap Imam dari agama leluhur Jingi tiu bertanggungjawab atas setidaknya satu batu keramat; daging hewan kurban dapat diletakkan di atas batu sambil berdoa; seorang Imam Jingi tiu dapat berdiri di atas batu miliknya sambil melantunkan teks ritual atau duduk di atasnya saat berhubungan dengan leluhurnya.

Tenun ikat Sabu motif piring. Foto : oxfordasiantextilegroup.wordpress.com
Tenun ikat Sabu motif piring. Foto : oxfordasiantextilegroup.wordpress.com

Jingi tiu adalah kepercayaan animisme dan dinamisme yang merupakan bagian dari tradisi leluhur masyarakat Sabu. Di luar desa adat, kombinasi agama Kristen dan kepercayaan animisme dan dinamisme inilah yang membentuk budaya unik dan khas di pulau Sabu.

Kalau soal tenun ikat Sabu, kita patut berterimakasih kepada Genevieve Duggan seorang Antropolog Perancis yang pernah berkelana melakukan penelitian disana jauh sebelum era Otda. Dia tak hanya menggambarkan masyarakat Sabu secara sosio- antropologis, tapi juga merekam karya budaya tenun ikat dan mencoba menarik benang merah antara narasi penduduk berdasarkan mitos setempat dengan cara mereka berkarya sesuai dengan kebiasaan dan pengetahuan yang mereka miliki.

Duggan mulai meneliti tradisi tenun di pulau ini pada 1994, terutama di Seba, Mesara dan Liae, yang merupakan sentra produksi tekstil utama pada waktu itu. Sejak 1994 dia mengunjungi pulau itu dua kali setiap tahun. Ia memperoleh izin penelitian dari LIPI pada tahun 1997 untuk tesis MA tentang tenun ikat Sabu yang bakal dipertahankan di Universitas Heidelberg, Jerman. Karya penelitian ini kemudian diterbitkan pada tahun 2001 dengan judul "Ikats of Savu : Women Weaving History in Eastern Indonesia", berupa paperback, White Lotus, 152 halaman, edisi bahasa Jerman, pada 31 Desember 2001 -- lih https://tinyurl.com/2pyuf2m3

Selama bertahun-tahun Duggan mencoba memahami peran tenun ikat tradisional dalam masyarakat Sabu dan mendokumentasikan sejarah tenun melalui narasi dan silsilah kaum perempuan. Dia lebih tertarik memotret tekstil tua ketimbang membeli atau mengumpulkan barang-barang pusaka. Ia meyakini orang Sabu harus menyimpan potongan legacy leluhur mereka. Duggan mendorong kaum perempuan di Sabu untuk tidak menjual tekstil legacy ibu dan leluhurnya dan membujuk mereka untuk menenun potongan identik dari pola utama kelompok atau sub kelompok mereka sendiri untuk kolektor dan pengunjung.

Formasi batuan purba di Kelabba Madja, Sabu tengah. Foto : thespicerouteend.com
Formasi batuan purba di Kelabba Madja, Sabu tengah. Foto : thespicerouteend.com

Dari analisis struktur dan pola tekstil serta peran kaum perempuan Sabu dalam masyarakat, penelitian Duggan dalam 10 tahun terakhir mengarah ke penelitian proses memori dalam masyarakat yang tidak memiliki tradisi tertulis. Studi tentang mekanisme transmisi pengetahuan pada tingkat antar dan intra-generasi menjadi titik fokusnya, dengan mempertimbangkan sarana transmisi lisan dan non-verbal, dan tekstil tentu saja memainkan peran penting disini.

Ia mengumpulkan terminologi semua benda dan teknologi yang berkaitan dengan pemintalan, pencelupan dan tenun di propinsi NTT, dengan fokus utama pada bahasa Austronesia dengan maksud untuk memperluas penelitian ke daerah lain di Indonesia dan Asia Tenggara.

Lepas dari desa Namata, saya dan Ricky memacu motor rental yang tangki BBMnya sudah kami penuhi itu ke obyek wisata alam, karena waktu kami semakin menyempit, besok sudah harus di kapal ferry menyeberang kembali ke Kupang. Saya pikir kami berdua sudah cukup memahami peninggalan megalitik di Namata, termasuk memahami tenun ikat selaku karya budaya mereka. Saya yakin kaum perempuan Sabu boleh jadi adalah salah satu penenun ikat terbaik di Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun