Filosofi Berjalan Frederic Gros
Pernahkah anda berjalan. Su pasti. Sejak balita kita sudah belajar jalan dan akhirnya bajalan sendiri. Tapi berjalan yang dimaksud disini bukan kegiatan "fetihistic" atau beraktivitas dengan menenteng minuman mineral, ransel dan perlengkapan kebugaran lainnya. Pokoknya berjalan keluar rumah, membiarkan raga ini berkelana kemanapun. Yang penting kita terlepas dari rutinitas dan jiwa raga ini gembira.
Saya pernah berjalan tanpa berpikir di hotel mana nanti menginap, belanja dan membeli makanan dimana nanti. Saya ingin melihat dan merasakan semua selama berjalan, dan sebagai gantinya saya akan menyerahkan sebagian kecil tubuh dan darah saya kepada perjalanan itu.
Saat berjalan, saya tidak peduli dengan dunia materi. Saya hanya ingin berjalan. Saya ingin melihat dan merasakan sekeliling, menyerap bayangan, melihat orang-orang, mengendus udara. Saya ingin melelahkan diri saya di jalan setapak, jalan raya, gang dan sebangsanya. Saya ingin mengambil semua yang ditawarkan tempat itu, demikian kata Heather King suatu ketika dalam vlognya -- lih heather-king.com
Dalam "A Philosophy of Walking", Verso, April 2014, Profesor Filsafat Perancis Frdric Gros mengatakan cukup banyak pemikir dan penulis sepanjang sejarah yang menganggap berjalan itu penting untuk pekerjaan mereka. Lihat Nietzsche, Rimbaud, Jean-Jacques Rousseau, Thoreau dll.
Berjalan bukanlah olahraga. demikian Gros. Tidak ada yang menang saat berjalan. Berjalan pada dasarnya menyendiri, dan membawa setidaknya bathin kita dalam keheningan. Saat anda berjalan, hanya ada satu jenis penampilan yang dapat kita lihat dan rasakan yi kecemerlangan langit dan kemegahan lanskap.
Anda tidak bisa melakukan banyak hal ketika sedang berjalan, atau benar-benar berjalan. Jalan kaki singkat menawarkan kebebasan dari kendala kehidupan sehari-hari seperti penjadwalan, gangguan teknologi, tugas dll.
Saat anda berjalan, lanjut Gros, anda mengucapkan selamat tinggal pada pekerjaan anda. Anda menutup buku dan file, dan anda keluar. Begitu berada di luar, tubuh bergerak dengan iramanya sendiri dan pikiran terasa bebas.
Dalam perjalanan yang lebih panjang, kita akan merespon panggilan alam. Di sini, kita akan menjumpai kebebasan sebagai batas luar dari diri kita dan lingkungan sosial dimana kita berada, luapan internal dari pemberontakan alami yang ada dalam diri kita mengalir begitu saja tanpa reserve.
Berjalan dengan demikian menawarkan apa yang disebut sebagai "kebebasan untuk melepas keduniawian." Karena berjalan secara alami pada dasarnya lambat, itu ter-alienasi dari kecepatan yang kita hadapi atau lakukan dalam keseharian kita. Di situlah letak nilainya.
Menyinggung Thoreau, seorang pejalan kaki di masa lampau, Gros mempertanyakan apa keuntungan Thoreau yang berjalan jauh di hutan? Tidak ada. Tidak ada barang produksi yang dapat dijual disitu, tidak ada pelayanan sosial yang perlu diberi imbalan disitu. So, bukan keuntungan yang didapat, tapi manfaat. Di dalam perjalanan panjang di hutan, ia tak diserang oleh kerepotan hectic dan memekakkan telinga atau merasa tersingkir oleh celoteh dari obrolan tak berkeputusan. Dia memanfaatkan dirinya sendiri sepanjang hari. Waktu yang panjang di mana ia mendengarkan alam sekeliling atau merenung. Alam benar-benar mencurahkan semua warnanya padanya. Ia terus berjalan memperbesar penerimaan semacam itu.
Berjalan menjauhkan kita dari layar. Berjalan mengajak kita melihat ke dalam. Terjadi gerakan berulang yang membebaskan kita mengakses kebenaran moral dan filosofis yang mendalam.
Nietzsche, yang berjalan hingga empat jam sehari, menulis, duduklah sesedikit mungkin; jangan percaya ide apa pun yang tidak lahir di udara terbuka dan bergerak bebas. Duduk diam seribu bahasa adalah dosa nyata terhadap Ilahi.
Penyair avant-garde Arthur Rimbaud pernah berkata : Saya seorang pejalan kaki, tidak lebih. Dia berjalan melewati London, Paris, Belgia, melintasi Pegunungan Alpen, dan melintasi gurun Afrika. Semuanya itu hanya dengan berjalan kaki.
Dalam satu perjalanan yang brutal, dia tinggal di Yaman, lutut kanannya cedera hingga menimbulkan rasa sakit yang luarbiasa. Kembali ke Perancis, kakinya diamputasi. Dalam perjalanan kembali ke Afrika, dia berkata cepatlah, mereka menunggu kita. Itu adalah kata-kata terakhirnya sebelum dia meninggal di Marseille pada usia 37 tahun karena kanker tulang.
Rousseau, seorang pejalan kaki lainnya, menulis sebuah buku di akhir tahun 1700-an berjudul "Reveries of the Solitary Walker," dimana ia menukilkan refleksinya ketika berjalan soliter.
Ketika kita sudah tua, kata Gros, dan mungkin lelah berpikir, berjalan memberikan kelegaan dan penghiburan. Kendati Rousseau telah menjadi orangtua, dia tidak menyukai apa pun selain berjalan, menghabiskan hari-harinya.
Ketika di portibi atau dunia ini benar-benar tidak ada lagi yang tersisa untuk dilakukan atau dipercaya, kecuali untuk diingat, berjalan dapat membantu kita mendapatkan kembali kesederhanaan mutlak dari sebuah kehadiran, melampaui semua harapan, bahkan sebelum harapan itu ada.
Gros juga menulis tentang perjalanan jarak jauh, yi perjalanan ke Compostella, Spanyol, pawai Gandhi, peziarah Rusia abad ke-19 yang memperkenalkan "doa Kristen" kepada dunia Barat.
Tetapi untuk semua profilnya yang luarbiasa dibandingkan orang-orang yang berjalan di depannya, beberapa bagian yang sangat menyentuh adalah penggambaran tentang penemuannya sendiri.
Berjalan adalah untuk mengalami realitas dari desakan yang datang diam-diam dari relung terdalam kita. Berjalan adalah pengalaman sederhana tapi wah. Kita melihat pohon yang tumbuh di antara bebatuan, burung yang waspada, anak sungai menemukan jalurnya. Semuanya mengalir tak mengharapkan apa pun. Anda menghadap ke gunung, berjalan di antara pepohonan besar, dan anda berpikir mereka ada di sana. Tapi mereka yang selalu ada itu tak mengharapkan anda. Mereka sudah ada jauh sebelum saya dan mereka akan tetap ada jauh setelah saya.
Jalan-jalan di perkotaan mungkin menawarkan pemandangan yang berbeda, tetapi perasaan menyelam ke dalam keabadian tersedia bagi kita semua, selama kita mau melangkah keluar, meletakkan satu kaki di depan yang lain, dan mengangkat kepala kita. Karena di sini dalam warna, kekacauan, dan hiruk pikuk perkotaan, kita dapat menemukan bahwa masa kebebasan bagi kita sudah dekat.
Vina Panduwinata dalam Aku Melangkah Lagi akan mengantar kita berjalan keluar dengan suara khasnya :
Aku melangkah lagi
Lewat jalanan sepi
Perlahan tapi pasti
Mengikuti ayun melodi
Waktu terus melaju
Seirama alunan lagu
Aku melangkah lagi
Dengan pasti
Joyogrand, Malang, Fri', March 17, 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H