Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Geriatric Millennial Zaman Now

15 Maret 2023   16:19 Diperbarui: 15 Maret 2023   17:13 635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Geriatric Millennial. Foto : snackshot.substack.com

Geriatric Millennial Zaman Now

Tak lama lepas dari pandemi, warga dunia tak terkecuali Indonesia mulai menapaki normal baru dengan gayanya masing-masing. Tapi pada intinya mereka gembira karena sudah terbebas dari penjara Covid-19. Juga yang menarik, mereka kembali satu persepsi bahwa perang itu kejahatan purba yang harus segera diakhiri. Ini tentu tak lepas dari krisis di mandala Eropa sekarang, dimana kecamuk perang Rusia Vs Ukraina belum juga berakhir. 

Perang itu genap 1 tahun pada 24 Pebruari lalu. Mereka juga satu suara soal iklim dunia yang harus dijaga baik dengan beralih ke energi bersih seperti energi listrik dari lithium dan energi surya.

Yang paling menarik tentu gaya hidup sehari-hari. Manusia di abad now sepertinya bebas mengexplore-nya, termasuk berkreasi dan bagaimana menjalaninya, ntah itu soal pola makan, gaya berbusana, kebugaran fisik, penampilan dan sebangsanya. Pokoknya gaya hidup.

Geriatric Millennial selfie di masa pandemi. Foto : Parlin Pakpahan.
Geriatric Millennial selfie di masa pandemi. Foto : Parlin Pakpahan.

Sebagaimana yang kualami sendiri di Jabodetabek dan kini di Malang. Aku sungguh menjadi diriku kembali ketika mengenakan celana jeans dan jacket yang mempunyai sungkup untuk kepala. Malang dingin sejak Desember 2022 lalu, so aku butuh itu agar badan tetap hangat. Tak lupa aku mengenakan sepatu kets si bungsuku yang bagus dan tidak lagi dipakainya. Tks God, ukurannya ngepas begitu. Maklumlah Adidas jadulku mungkin sudah jadi artefak purba ntah dimanapun itu. Sambil ngaca, lha koq keren, aku kemudian ngelirik kets, setengah nggak percaya si bungsuku koq bongsor banget, baik tinggi badan maupun ukuran lainnya ntah bisep, ntah dada, ntah kaki dan lengannya. Ya ampun.

Aku benar-benar jadi Geriatric Millennial. Artinya sosok ortu 60-an ke atas yang ber-etos generasi millennial kelahiran 1980-1985. He He ..

Geriatric millennial dan generasi sandwich berpose di sebuah cafe di Depok Belanda. Foto : Parlin Pakpahan.
Geriatric millennial dan generasi sandwich berpose di sebuah cafe di Depok Belanda. Foto : Parlin Pakpahan.

Itulah Selayang pandang dunia now pasca pandemi, meski masih ada yang nyebelin, yi pelayanan di KAI dan di Airport. Ntah apa lagi dasarnya, mereka masih saja mempersoalkan surat bebas Covid-19. Jadi inget SKKB atau Surat Keterangan Kelakuan Baik dan Surat Bebas Litsus di zaman Orba Soeharto. Ini mah pelayanan dengkul sonde ratio, pikirku. Apa mereka lupa pernyataan Mr Presiden bahwa The Fucking Covid-19 sudah kabur ke mayapada sana.

Kembali ke AI atau ke laptop, lha sekeluar dari ruang dandan seperlunya, aku koq dilirak-lirik terus nih ama tetangga, bahkan oleh orang-orang di downtown Malang. Setelah kembali ke rumah dari sekadar dolan-dolan ke obyek-obyek kenangan masa lalu di kota Malang, termasuk ngopi di Und Corner, itu tuh pojokan jadul tapi keren di bilangan Tugu sana. Aku baru tahu mengapa dilirak-lirik tetangga seperti itu. Tampilan Bapak keren lo. Saya sendiri tak pernah yakin bahwa Bapak sudah pensiun, kata seorang tetanggaku yang talkative. Maca cihh, sahutku singkat.

Geriatric Millennial sedang santai di sebuah cafe jadul di Malang. Foto : Parlin Pakpahan.
Geriatric Millennial sedang santai di sebuah cafe jadul di Malang. Foto : Parlin Pakpahan.

Busana ternyata berperan nyata dalam gaya hidup kita sehari-hari. Generasi seangkatanku yang sudah pensiun pastilah minoritas dalam piramida penduduk sekarang. Kaum minoritas ini tentu tak terlihat at now yang didominasi generasi milenial, generasi sandwich, dan generasi rebahan penggila gadget. Tapi dalam lingkungan sosial dan dalam hidup sehari-hari, kita pastilah berinteraksi, dan ada respon silih berganti disitu.

Aku sendiri tidak terlalu perduli apakah setelanku kemarin ketika keluar rumah direspon pas atau tidak. Di luar dugaan, malah yang muncul respon positif. Keren kan.

Saya pikir fashion itu memang subyektif. Bisa saja seorang berusia 70 merangkul kecintaannya pada tren saat ini, ntah itu jeans, sepatu kets dan jacket seperti yang saya kenakan kemarin, atau bagi kalangan Eva di usia seperti itu masih menyukai rok mini, atasan tipis, bahkan celana kargo atau gombrang. Jadi Geriatric Millennial-lah. Sudah jadi Opa/Oma tapi keren. Kl begitu. Boleh jadi ada saja yang nyinyir nggak suka, tapi percayalah bahwa kita bisa menjadi keren bahkan seksi, karena bagaimanapun fashion adalah tentang "gaya kita" dan "bukan usia kita."  

Pasangan geriatric millennial sedang mengantarkan bungsunya di sebuah setasiun di Jakpus. Foto : Parlin Pakpahan.
Pasangan geriatric millennial sedang mengantarkan bungsunya di sebuah setasiun di Jakpus. Foto : Parlin Pakpahan.

Pada usia tertentu kita pastilah menjadi minoritas bahkan super minoritas di interval usia tertentu, dimana kita sudah bergelar Ompung atau Opa/Oma. Tapi kita bisa menjadi keren dan seksi, sejauh kita tidak kehilangan semangat hidup. Kita harus dapat menginspirasi khalayak bahwa kita tidak harus berhenti berpakaian dengan cara tertentu hanya karena telah berusia 50, 60, 70, 80, bahkan 90 tahun.

Saya seringkali keluar rumah seperti kemarin dengan jeans dan sepatu kets hanya sekadar menunjukkan bagaimana saya menapaki hidup di usia pensiun dengan fashion seperti itu. Di Jabodetabek, saya teringat seorang Oma di Depok Belanda yang mengenakan rok mini. Menurut saya keren, karena kaki si oma memang indah dan perlu dipamerkan.

Saya juga menyukai musik modern, seraya mengagumi music Jazz, Blues dan balada-balada romantik ala Perancis seperti karya Chopin misalnya.

Itu akan membantu kita awet muda. Maka, jadilah fashionista yang baik tanpa harus berlalulalang sebanyak-banyaknya ke aneka rumah mode di lingkunganmu, apalagi sampai harus mengejar deadline untuk bisa menyaksikan sebuah peragaan mode di Jakarta sana.

Gang Geriatric Millennial sedang reuni dan  bernyanyi santai di Kebun Raya Bogor. Foto : Parlin Pakpahan.
Gang Geriatric Millennial sedang reuni dan  bernyanyi santai di Kebun Raya Bogor. Foto : Parlin Pakpahan.

Gaya berpakaian kita yang minoritas ini bukanlah untuk semua orang. Anda bisa saja konservatif di usia 30-an dan trendi di usia 50-an, 60-an, 70-an, bahkan di atas itu.

Kita hanya perlu menunjukkan kepada generasi milenial dan generasi muda pada umumnya bahwa kita tidak cemas atau takut dalam menapaki usia pensiun dan semakin menua di perjalanan waktu berikutnya. Menjadi tua itu keren lo, demikian kata hatiku.

Kepercayaan diri seseorang bisa saja berbeda, tapi itu hanya dalam undakan waktu saja. Bisa terbangun ketika usia muda pada awal karier kita, bisa saja baru terbangun dengan baik pada usia 60-an, atau lebih dari itu. Dan saya sendiri sudah mulai ada yang ngefan kemarin dan kemarin-kemarinnya lagi, belum lagi teman-temanku sekampus dulu yang masih hidup.

Kita bisa saja masa bodoh di masa muda, dan tidak yakin bahwa kitorang seksi sebetulnya sebagaimana yang digumamkan Laila kepadaku beberapa waktu lalu. Mengapa? Ya, sifat pemalu kita misalnya, atau merasa diri diapa-apain juga nggak bakalan menarik. Maka cuek beybeh-lah jadinya.

Saya pikir dalam menjalani hidup ini, janganlah terlalu peduli dengan pendapat semua orang. Bercerminlah di kaca, anda sehat atau nggak. Itu yang utama. Lalu jagalah pola makan yang sehat, seperti kata Enci Muy kemarin di Dinoyo ketika aku membeli sebuah kaca nako untuk mengganti kaca nakoku yang pecah ntah karena apa.

Kesehatan kita bergantung bagaimana pola makan kita, demikian Enci Muy. Nih saya sudah 70, tapi sejak dulu saya berpandangan bahwa saya memang dilahirkan untuk bekerja dan bekerja dan bekerja, tambah Muy. "Hati-hati Enci Muy, ntar malah jadi nyonyor lantaran kerja mulu. Musik juga dong, termasuk happy-happy di perkulam. He He .." demikian sahutku berseloroh.

Benar sobat jadulku Andang Kosasih yang kemarin kutemani menjelajah alam Bromo-Tengger. "Aku tidak pernah berhenti bekerja, aku tetap dinamis, dan sampai menit ini pun aku masih berjuang, tapi jelajah alam dan kuliner ya jalan terus," demikian sobat jadulku itu.

Dalam beberapa tahun terakhir, telah terjadi pergeseran positif ke raga kita, termasuk penerimaan akan siapa diri kita pada saat yang tepat. Ini telah membuat banyak orang merasa lebih nyaman dengan perawatan kulit mereka dan memungkinkan mereka untuk menjadi diri mereka yang sebenarnya. Lihat Pengacara Hotman Paris misalnya yang tadinya hitam legam nggak keruan, kini jadi bersinar dan lebih kenyal penampilannya, berkat krim perawatan yang cocok dengan kulitnya

Geriatric Millennial dan generasi sandwich sedang bersantai di Cafe Bajawa Flores, Depok Belanda. Foto : Parlin Pakpahan.
Geriatric Millennial dan generasi sandwich sedang bersantai di Cafe Bajawa Flores, Depok Belanda. Foto : Parlin Pakpahan.

My wife, oh dia tahu diri, kalau jalan-jalan denganku doi juga fashionable. Dia mengenakan celana panjang dengan busana atas yang casual yang warnanya selalu senada atau paling tidak selaras hingga sepatu yang dipakai.

Setahuku dia hanya mengoleskan krim Nivea saja selama ini. Doi selalu berkata : Aku hanya menghangatkan tubuh dengan mengoleskan Nivea ke seluruh tubuhku. Yang mahal-mahal nggak-lah. Sudah pensiun. Biarkan itu untuk para selebrotos aja, demikian doi seraya tertawa kecil.

At the end, jadilah Geriatric Millennial dan menjalani hidup ini dengan lapang dada dan tetap konsisten dengan pola hidup sehat dan tak usah mengurung diri karena ini itu, tapi gapailah kegembiraan secara alami dengan menikmati alam dan komunitas sekitar kita.

Joyogrand, Malang, Wed', March 15, 2023.

Ilustrasi Geriatric Millennial. Foto : vogue.co.uk
Ilustrasi Geriatric Millennial. Foto : vogue.co.uk

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun