Hari Minggu keesokan harinya setelah fresh kembali, berdua Dofu saya berkesempatan melihat Areia Branca dan patung Kristus Raja di bukit Fatucama.
Kami mengakses dari pinggiran kota Dili bagian timur melewati sebuah jembatan yang sekarang dinamai jembatan Habibie untuk mengenang Habibie-lah salah satu tokoh nasional RI yang meloloskan jajak pendapat yang di kemudian hari orang tahu disalahgunakan AS dkk seakan referendum. Maklumlah AS superpower yang tengah berdigdaya ketika itu di saat China masih start bangkit, sementara Uni Soviet bubar jalan menjadi Rusia yang lemah.
Sepanjang kawasan Metiaut yang kami lalui menuju Fatucama, semuanya sudah berubah, ya nama ya bangunan yang serba pariwisata, termasuk itu tuh nama-nama asing yang ujung-ujungnya aku tahu itu adalah orang Ausie yang berinvestasi di Areia Branca.
Jalanan sudah mulus, dan hebatnya dilengkapi pathway untuk jogging suka-suka sepanjang 5-6 Km. Luarbiasa. Arsiteknya konon orang Ausie. Maklum Timorleste masih malu-malu kucing untuk meminta bantuan Arsitek Indonesia. He He ..
Setelah Dofu memarkirkan mobilnya di laman parkir yang cukup luas, kamipun mulai mendaki undakan tangga yang berkelak-kelok yang disetiap titik dilengkapi semacam shelter untuk istirahat, juga dihiasi ukiran Yesus dalam plat logam yang mengisahkan perjalanan Yesus hingga ke kayu Salib dan saat kebangkitannya. Syukurlah artefak penting eks Indonesia itu masih terawat rapi.
Nafas kami dua pun tersengal-sengal begitu sampai di puncak di mana patung itu berdiri. View dari ketinggian sungguh menakjubkan. Kota Dili di kejauhan terlihat jelas seakan sekelompok pelet yang siap dimangsa mulut Hiu yi Teluk Dili di depannya, juga terlihat di kejauhan pulau Atauro.
Angin laut berhembus meredakan panas menyengat ketika itu, dan yang nyaman dipandang tentu menatap ke bawah betapa arsitektur menuju Fatucama ini berujung di sebuah arena untuk keramaian, bisa untuk doa dan kebaktian massal, bisa untuk pergelaran band rock, bisa untuk senam pagi atau sore dll, dan sejauh mata memandang, mata kita akan sejuk nyaman terobati pemandangan laut Wetar yang tenang dan menghanyutkan.
Kami pun mengambil sesi foto di sekitar patung yang fenomenal itu. Cristo Rei berwarna cemerlang diterpa sinar Mentari. Ia tegak menjulang di atas bukit Tanjung Fatucama yang menjorok ke laut Wetar. Wajah Yesus yang teduh memandang jantung Timorleste, yi kota Dili, dan kedua belah tangannya terentang seakan mengundang : "datanglah kepada-Ku".