Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Jelajah Alam Bromo Tengger Bersama Sobat Jadul di Penghujung Februari 2023

2 Maret 2023   17:23 Diperbarui: 2 Maret 2023   19:21 957
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jelajah Alam Bromo Tengger Bersama Sobat Jadul Di Penghujung Pebruari 2023

Di tengah hujan yang mendera kota Malang beberapa hari terakhir ini, tak dinyana 27 Pebruari ybl sobat jadulku Andang Kosasih kirim pesan WhatsApp. "Aku sudah di Malang bro, tapi ke Batu dulu. Besok aku ke rumahmu di Joyogrand, kita nanti ke Bromo ya, tapi sebelumnya ke Batu dulu untuk checking terakhir pekerjaan pasukanku."

Aku kaget sekaligus gembira. Bagaimana tidak. Kami akan ke Bromo. Wah bertualang lagi nih. Mumpung masih urip di portibi atau dunia ini, why not. Inget kata bijak wong Jowo : dalam Urip atau hidup ini kita harus Urup lo, yi dapat menjadi pelita bagi orang lain bahwa kita bisa jadi contoh dalam ntah itu kerjaan, ntah itu kesehatan seperti sobatku yang satu ini yang baru saja memproklamasikan : Ni gue sehat, pokoknya temenin gue ke Bromo. He He ..

Jeep Bromo yang dipiloti Adhi Sanjaya. Foto : Parlin Pakpahan.
Jeep Bromo yang dipiloti Adhi Sanjaya. Foto : Parlin Pakpahan.

Asal tahu, pesan yang melesat ke kotak smartphone-ku itu kl Pk 21.00-an, 3 jam lagi menuju midnight. Sambil kucek-kucek mata seraya tetap menyarungkan selimut tebal karena udara kelewat dingin, akupun terjaga lagi dan daripada-daripada ya nonton Netflix ajalah. Ketemu "Recruit". Nah ini match keqnya untuk ditonton. CIA menyebut agen rahasianya sebagai assets. Kebanyakan rekrutan itu adalah double agent. Maka hati-hati lo banyak assets AS di dunia ini, termasuk Jakarta. Tak heran Putin ngamuk berat di Ukraina, selain gegara assets AS yang bermain kotor di Ukraina, juga gegara Neo Nazi di bawah Zelensky mau begitu saja dijadikan proxy oleh Nato.

Singkatnya, besok kl Pk 09.00 sobatku Andang Kosasih yang akrab kupanggil Abah itu sudah nongol di rumah Joyogrand. Ia bersama Anwar driver pribadinya. Kami berpelukan karena sudah cukup lama nggak ketemu. Doi pun menyalaminya dan sempat menyeduh kopi buat Abah dan Anwar. Ngopi dan ngobrol pembuka dulu. Itu yang terpenting.

Jeep Bromo lainnya di lautan pasir Bromo. Foto : befreetour.com
Jeep Bromo lainnya di lautan pasir Bromo. Foto : befreetour.com

Ternyata his wife Rita yang akrab kupanggil Umi dan his daughter Gita ikut. Mereka nginap di Hotel Bintang 5 Jambuluwuk, Songgokerto, Batu, berdekatan dengan Kecamatan Pujon Kabupaten Malang. Jambuluwuk adalah sebuah resort terkenal dan ada di setiap destinasi kepariwisataan utama di negeri ini seperti Bali, Lombok dll, termasuk Batu. Hotel ini juga menyediakan gedung konvensi, sebagaimana hotel bintang lima. Privacy kita wow pasti sangat terjaga, dan leisure time kita disini benar-benar enjoy dan nyaman.

Tak lama kami pun meluncur ke Batu, tapi kali ini kuajari mereka melalui jalan alternatif tak jauh dari Joyogrand, yi Jln raya Joyo Agung, mendaki terus sampai ke batas kota Malang sebelah barat, yi Genteng, lalu belok ke kanan dan langsung ke Batu. Tak lama kemudian kamipun sampai ke Jambuluwuk Hotel di Songgokerto, Batu. Resort itu sangat bagus di ketinggian dengan view downtown Batu, gunung Panderman dan gunung Butak, Gunung Arjuno dan gunung Kawi around us.

Perkebunan kentang di lereng Bromo sisi Malang. Foto : Parlin Pakpahan.
Perkebunan kentang di lereng Bromo sisi Malang. Foto : Parlin Pakpahan.

Setelah bersalaman kangen dengan Umi, kamipun keluar. Raun-raun seputar Batu. Kami berempat saja yang akan ke Bromo. Gita tak bisa ikut, karena membantu tim yang sedang mengerjakan appraisal yang kata Abah besok finishingnya. Hari ini membangun strukturnya dulu setelah diinput beberapa waktu sebelumnya, demikian sobatku Abah. Ok bro, kataku singkat.

Setelah raun-raun dan makan siang di downtown Batu, kami kembali ke hotel dan menunggu travel yang sudah dipesan Abah dan Umi yi Bromo Tour dengan paket Batu destinasi wisata Bromo pp hari itu juga. Harga paket Rp 1,5 juta. Kami nanti turun di rest area Gubug Klakah Poncokusumo dan disana sudah menunggu Jeep Off-Road Bromo yang sudah kesohor itu.

Perkebenun kentang Bromo dengan pos jaganya di lereng Bromo sisi Malang. Foto : Parlin Pakpahan.
Perkebenun kentang Bromo dengan pos jaganya di lereng Bromo sisi Malang. Foto : Parlin Pakpahan.

Tepat Pk 14.00 travel jemputan dengan mobil standar sudah datang. Sorry lupa, keqnya semacam Avanza. Yang pasti bukan city car berukuran mini. Kendaraan LGBT yang bukan city car tapi mendekati city car ini ntar stop over di Poncokusumo. Mana sanggup kenderaan LGBT mendaki ke Bromo. Yang sanggup hanya kenderaan Super Macho yi Jeep Bromo atau Toyota Hardtop dan itu pun sudah dimodif bermesin turbo Hino.

Perjalanan ke obyek wisata yang berjarak 53 Km dari Batu itu menurut Yudha akan memakan waktu 1-2 jam. Bergantung sikonlah, ntah itu kemacetan atau hujan lebat di jalanan. "Kita nanti keluar Batu dari ring road Karangploso, kemudian di Karanglo nanti akan memintas lewat tol Karanglo-Tumpang. Semoga kita lebih cepat sampai di rest area Poncokusumo, dimana Jeep Bromo sesuai paket sudah menunggu," demikian Yudha dari travel Bromo Tour.

Karena mulusnya ring road dan tol Malang, sepertinya aku tertidur, begitu juga Abah, ntahlah Umi dan Anwar. Kalau Yudha nggak mungkin tidur, karena dia driver travel Bromo Tour yang kami pakai. Ketika mobil berhenti menghentakkan tubuh, ee sudah sampai di rest area Poncokusumo. Ngelirik ke tangan, woaduh sudah Pk 16.00 lewat sedikit. "Gimana nih Yudha, sempat nggak ke lautan pasir Bromo," tanyaku. "Sempat Pak, yang penting jangan sampai hujan lebat. Perjalanan ke Bromo hanya tinggal 20-an Km, tapi terjal dan licin. Mobil nggak bisa ngebut meski mobil jelajah. Itu masalahnya. Kita agak terlambat bukan karena hujan, tapi beberapa ruas jalan agak tersendat tadi," ujar Yudha.

Rumah warga Tengger di lereng Bromo sisi Malang dengan tanaman kentang di bawahnya. Foto : Parlin Pakpahan.. 
Rumah warga Tengger di lereng Bromo sisi Malang dengan tanaman kentang di bawahnya. Foto : Parlin Pakpahan.. 

"Wah, aku juga tertidur di mobil," kata Abah. "Lumayan bro hitung-hitung simpan tenaga selama tidur di perjalanan lewat tol tadi hingga ke rest area ini. He He  ..," sahutku. Meski sudah sore, kami ketawa-ketiwi saja. Artinya kami merasa enjoy dengan perjalanan itu. Apapun yang terjadi nanti, itu urusan belakang. Pokoknya jelajah alam dulu.

Gunung Bromo - dalam bahasa Tengger dieja "Brama", juga disebut Kaldera Tengger - adalah sebuah gunung berapi aktif di Jawa Timur. Gunung ini berketinggian 2.329 mdpl dan uniknya berada dalam payung empat wilayah kabupaten, yi Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Lumajang, dan Kabupaten Malang. Bromo menjadi menarik karena statusnya sebagai gunung berapi yang masih aktif, dan gunung esksotis ini sudah lama diintegrasikan menjadi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Maklum bertetangga.

Nama Bromo berasal dari nama dewa utama dalam agama Hindu, yi Brahma. Menurut catatan Wikipedia, struktur tubuh Gunung Bromo bertautan antara lembah dan ngarai dengan kaldera atau lautan pasir seluas sekitar 10 kilometer persegi, Ia mempunyai sebuah kawah dengan garis tengah kl 800 meter (utara-selatan) dan kl 600 meter (timur-barat). Sedangkan daerah yang dinyatakan berbahaya berupa lingkaran dengan jari-jari 4 km dari pusat kawah Bromo.

Eco sistem vulkanik Bromo luarbiasa tak ada duanya. Selepas jari-jari 15 Km kita akan melihat padang savana di undakan perbukitan around Bromo, ya dari sisi Malang, begitu juga dari sisi Lumajang, Probolinggo dan Pasuruan. Selepas Padang Savana barulah ada pohon-pohon kanopi dan perkebunan rakyat Tengger.

Padang savana Bromo Tengger, Watu Gede, Lembah Bantengan, Foto : Parlin Pakpahan.
Padang savana Bromo Tengger, Watu Gede, Lembah Bantengan, Foto : Parlin Pakpahan.

Sampai sekarang belum terjawab mengapa eco sistemnya begitu. Tapi banyak Vulkanolog yang berpendapat, eco sistem seperti itu tercipta pada letusan purba dan bukannya oleh erupsi baru dan terbaru sekarang ini. Batu-batu vulkanik dari ledakan purba yang superdahsyat itulah yang sekarang menjadi lautan pasir Bromo pada luasan 10 kilometer per segi, sedangkan selebihnya telah ber-evolusi menjadi padang savana mirip di pulau Sumba. Titik tengahnya saja yang permanen menjadi pasir dan tak mau evolusi-evolusi-an segala. Believe it or not, itulah pandangan kebanyakan Vulkanolog dunia.

Loncat dari selayang pandang Bromo, rupanya Yudha sudah kordinasi dengan driver jeep bromo. Sekarang kami siap berangkat menjelajah Bromo dengan Jeep Super Macho yang dipiloti Adhi Sanjaya yang ternyata adalah mekanik jeep juga.

Kami pun berangkat dan perjalanan menuju Bromo yang sebetulnya sudah dekat itu ternyata tak mudah. Jalannya bo terjal bukan main. Dari rest area di jalan raya Gubugklakah Poncokusumo, 9,7 Km ke depan kami baru melewati Kantor Desa Ngadas, tak jauh dari Vihara Paramitha. Arloji di tangan menunjukkan hampir Pk 17.00. Meski tak hujan, tapi jalan licin karena tetes-tetes embun, maka Adhi tak bisa ngebut.

Jujur, Jeep Bromo memang Ok. Semakin melaju dia, semakin enak suara dieselnya. Ngedengerin suara mesin Hino yang dicangkokkan ke Toyota Hardtop itu tak ubahnya ngedengerin lagu bluesnya Cubby and Blizzard. Keren.

Cafe sederhana di ujung jalan akses Gubug Klakah setelah Kantor Desa Ngadas. Foto : Parlin Pakpahan.
Cafe sederhana di ujung jalan akses Gubug Klakah setelah Kantor Desa Ngadas. Foto : Parlin Pakpahan.

Dari titik Ngadas, tinggal 10 Km lagi ke padang savana, Watu Gede, Lembah Bantengan, dan 15 Km lagi ke sentrumnya Bromo Tengger. Tapi minta ampun kabut di Ngadas sudah mulai menebal. Hujan belum turun memang, tapi pandangan ke depan sudah mulai tertutup kabut. Karena Jeep Bromo yang kami tunggangi sudah dilengkapi fog lamp atau lampu kabut. Terjangan kabut Bromo itu tak jadi masalah.

Sepanjang perjalanan mendekat ke Bromo centre, terlihat perkebunan kentang komunitas Tengger yang terkenal itu. Kentang Bromo ditanam di pematang-pematang sepanjang lereng.

Rumah-rumah warga di sisi jalan menjadi pemandangan tersendiri yang cukup mengasyikkan, diselingi bangunan permanen selaku pos jaga di lereng-lereng yang ditanami kentang.

Rumah-rumah itu rumah batu yang sudah bagus, bukan lagi rumah-rumah gubug kayu seperti katakanlah 15-20 tahun lalu. Menurut Adhi, kentang Bromo sudah kemana-mana. Itulah komoditas utama dari sini yang memakmurkan masyarakat Tengger.

Lautan Pasir Bromo. Foto: befreetour.com
Lautan Pasir Bromo. Foto: befreetour.com

Juga terlihat kearifan lokal, dimana tak ada drainase seperti di kota. Warga membenamkan limbah rumahtangga mereka, termasuk limbah buang hajat, langsung ke tanah dengan kedalaman khusus tertentu. Kalau di Kendal, Jateng, dulu ketika KKN, disebut drainase "plung lap", yi limbah nyemplung ke tanah dan langsung ngelelep jadi tanah beberapa waktu kemudian.

Komoditas lama yang juga sedang dikembangkan disini adalah "Terong Belanda", yi sejenis Markisa yang bibitnya dulu dibawa Belanda, termasuk Apel Malang yang banyak ditanam di Batu. Yang terbaru dari pengamatan jelajah alam ini masyarakat Tengger juga sudah mulai menanam kopi. Mereka menanamnya di bawah naungan pinus Bromo, persis seperti di Ermera dan Liquica Timor timur, dimana orang Portugis mengajarkan cara menanam kopi di bawah naungan Eucalyptus Alba. Hasilnya pasti maksimal dalam arti mutu.

2,4 Km setelah Ngadas Centre kami pun sampai di Pos Jemplang. Eco sistemnya langsung berubah total. Yang terlihat disini adalah padang savana baik yang datar maupun yang undak-undak-an. Sejauh mata memandang, yang terlihat adalah padang rumput yang megah kehijauan. Musim hujan sekarang warna hijau rerumputan sangat dominan. Sebaliknya di musim kemarau nanti, pastilah  semua rerumputan itu meranggas kecoklatan. Turis nusantara menamainya Padang Teletubbies. Aku sih nggak mau ikutan. Enakan Padang Savana Bromo Tengger. Eco sistem vulkanik seperti ini dapat dilihat di keempat sisi, yi sisi Malang, sisi Pasuruan, sisi Probolinggo dan sisi Lumajang. Jelajah alam Bromo yang kami lalui adalah sisi Malang hingga ke Watu Gede, Lembah Bantengan.

Padang savana nan hijau di perbukitan Bromo. Foto : befreetour.com 
Padang savana nan hijau di perbukitan Bromo. Foto : befreetour.com 

Kami berhenti di Watu Gede. Abah, Umi, Anwar dan Adhi bergegas turun seakan takut kehilangan cahaya untuk spot foto di sekitar padang savana itu. Nah,lo mereka sudah jeprat-jepret. Abah sudah bersiap dengan tentengan kamera Sony-nya. Aku yang praktis aja, cukup kamera smartphone dengan settingan pro. Berkabut seperti ini ya disetting dengan iso tinggi dan exposure digedein, sambil intip-intip di view kamera, settingan seperti apa yang match dengan suasana berkabut di padang savana Bromo pada Pk 17.15 ketika itu.

Kami ketawa-ketiwi enjoy dengan perjalanan di tengah kabut tebal Bromo. Syukurlah Abah dan Umi ternyata menikmati perjalanan itu meski berkabut. Kl Pk 17.40, belum maksimal sesi jeprat-jepret di spot padang savana itu, hujan mulai turun. Tak deras sih, dan Adhi mengarahkan kendaraan jelajah ke jalanan berumput yang tak dikasi barrier atau rintangan oleh pihak Taman Nasional, kami akan menuju lautan pasir yang berjarak kl 15 menit perjalanan lagi atau kl 8,6 Km.

Jeep Bromo dilautan pasir Bromo. Foto : befreetour.com
Jeep Bromo dilautan pasir Bromo. Foto : befreetour.com

Mengapa selambat itu? Medan latihan kenderaan off-road banyak yang sudah ditutup pihak Taman Nasional. Adhi tentu harus memilih jalan alternatif tak ber-barrier. Pendeknya Watu Gede ke lautan pasir Bromo jangan sampai menerobos barrier. Kami harus melalui jalan alternatif dari naluri dan pengalaman jelajah Bromo seorang Adhi.

Ketika Adhi memajumundurkan kenderaan untuk go ke lautan pasir Bromo, persis dari titik pos Watu Gede, sobatku Abah menyetopnya. "Ayo kita balik saja. Sudah maksimal. Lihat, di samping gerimis, kabut pun semakin menebal. Sebentar lagi gelap. Sebaiknya kita istirahat dan ngopi di Bromo Hillside ujung Jalan akses Gubug Klakah setelah kantor desa Ngadas sebelumnya. Saya lihat, disitu banyak cafe. Kita stop istirahat disitu," demikian Abah.

"Lho mengapa bro, kan tinggal 8 Km-an lagi. Kata Adhi dari titik Watu Gede ini kl 15 menit perjalanan lagi ke lautan pasir Bromo. Adhi akan menjalankan Jeep macho-nya dengan mengikuti pengalaman dan naluri jelajah Bromo-nya," kataku mempersoalkan. "Ini sudah maksimal bro. Lihat kabut semakin menebal, dan jalanan ke sana belum tentu semulus yang kita harapkan. Tuh lihat jejak kenderaan off-road yang morat-marit dan sudah dibarrier taman nasional, ok," demikian tegasnya.

"Kalau sudah optimal menurutmu, aku sih oke-oke saja," sahutku singkat seraya menoleh Umi yang menganggukkan kepalanya pertanda oke juga. Adhi pun membalikkan kenderaan menuju Bromo Hillside, kl 2,3 Km (kl 10 menit perjalanan)  dari Watu Gede. Ternyata cafe yang lumayan keren itu tutup. Kami kemudian beralih ke cafe lain yang cukup banyak disitu.

Padang savana Bromo. Foto : befreetour.com
Padang savana Bromo. Foto : befreetour.com

Sambil ngopi dan sekadar menyantap kudapan yang ada, kami pun berbincang santai. Sobatku Abah, mengatakan cukup puas dengan jelajah alam Bromo itu. "Yang penting yang diniatin sejak dari Jakarta sudah kesampaian bro, katanya. Umi malah sudah pernah kesitu. "Saya dkk melakukan perjalanan malam ketika itu, agar ada persiapan pada pagi harinya untuk menjepret sunrise. Mentari sudah nongol di puncak Bromo sekitar Pk 04.00. Ia bangkit perlahan di ufuk timur. Itulah kesempatan emas bagi kita untuk menjepretnya sampai Pk 06.00," kata Umi.

Usai istirahat ngopi, kami pun bergegas pulang. Bromo dan sekitarnya semakin gelap. Kabut juga semakin menebal dan menebal, tapi yang disyukurin deraan dari angkasa hanya gerimis thoq. Coba kalau hujan lebat. Adhi spontan nyeletuk "nggak masalah Pak. Mobil kita sangat siap untuk itu." "Hebat Adhi," pujiku.

Benar Adhi. Kabut di sekitar kami tak menjadi halangan, termasuk jalan yang seakan licin pun, tak jadi masalah. Adhi menyalakan fog lamp menembus kabut Bromo yang menurutku sih indah tanpa harus menyeram-nyeramkannya. Serius.

Sesampai di rest area Gubug Klakah Poncokusumo, Yudha yang sudah menunggu kami langsung oper tanggungjawab untuk menyelesaikan paket tour itu balik ke Malang untuk mengantarku ke Joyogrand, dan mengantar sobatku Abah dan Umi ke Hotel Jambuluwuk, Batu, dan besok dia sudah harus memfinishing pekerjaan appraisalnya. Lalu keesokan harinya Rabu 1 Maret balik ke Jakarta.

Tengkiu My Abah dan Umi, juga Anwar, dan akhirnya bye warga Tengger Bromo. Semoga semakin sukses kepariwisataan Bromonya dan khususnya perkentangan, perkopian dan perterongbelandaannya semakin maju dan maju ke depan ini.

Ciaoo ..

Joyogrand, Malang, Thu', March 02, 2023.

Padang savana Bromo Tengger. Foto : befreetour.com
Padang savana Bromo Tengger. Foto : befreetour.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun