Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Jelajah Alam Bromo Tengger Bersama Sobat Jadul di Penghujung Februari 2023

2 Maret 2023   17:23 Diperbarui: 2 Maret 2023   19:21 957
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perkebunan kentang di lereng Bromo sisi Malang. Foto : Parlin Pakpahan.

Padang savana Bromo Tengger, Watu Gede, Lembah Bantengan, Foto : Parlin Pakpahan.
Padang savana Bromo Tengger, Watu Gede, Lembah Bantengan, Foto : Parlin Pakpahan.

Sampai sekarang belum terjawab mengapa eco sistemnya begitu. Tapi banyak Vulkanolog yang berpendapat, eco sistem seperti itu tercipta pada letusan purba dan bukannya oleh erupsi baru dan terbaru sekarang ini. Batu-batu vulkanik dari ledakan purba yang superdahsyat itulah yang sekarang menjadi lautan pasir Bromo pada luasan 10 kilometer per segi, sedangkan selebihnya telah ber-evolusi menjadi padang savana mirip di pulau Sumba. Titik tengahnya saja yang permanen menjadi pasir dan tak mau evolusi-evolusi-an segala. Believe it or not, itulah pandangan kebanyakan Vulkanolog dunia.

Loncat dari selayang pandang Bromo, rupanya Yudha sudah kordinasi dengan driver jeep bromo. Sekarang kami siap berangkat menjelajah Bromo dengan Jeep Super Macho yang dipiloti Adhi Sanjaya yang ternyata adalah mekanik jeep juga.

Kami pun berangkat dan perjalanan menuju Bromo yang sebetulnya sudah dekat itu ternyata tak mudah. Jalannya bo terjal bukan main. Dari rest area di jalan raya Gubugklakah Poncokusumo, 9,7 Km ke depan kami baru melewati Kantor Desa Ngadas, tak jauh dari Vihara Paramitha. Arloji di tangan menunjukkan hampir Pk 17.00. Meski tak hujan, tapi jalan licin karena tetes-tetes embun, maka Adhi tak bisa ngebut.

Jujur, Jeep Bromo memang Ok. Semakin melaju dia, semakin enak suara dieselnya. Ngedengerin suara mesin Hino yang dicangkokkan ke Toyota Hardtop itu tak ubahnya ngedengerin lagu bluesnya Cubby and Blizzard. Keren.

Cafe sederhana di ujung jalan akses Gubug Klakah setelah Kantor Desa Ngadas. Foto : Parlin Pakpahan.
Cafe sederhana di ujung jalan akses Gubug Klakah setelah Kantor Desa Ngadas. Foto : Parlin Pakpahan.

Dari titik Ngadas, tinggal 10 Km lagi ke padang savana, Watu Gede, Lembah Bantengan, dan 15 Km lagi ke sentrumnya Bromo Tengger. Tapi minta ampun kabut di Ngadas sudah mulai menebal. Hujan belum turun memang, tapi pandangan ke depan sudah mulai tertutup kabut. Karena Jeep Bromo yang kami tunggangi sudah dilengkapi fog lamp atau lampu kabut. Terjangan kabut Bromo itu tak jadi masalah.

Sepanjang perjalanan mendekat ke Bromo centre, terlihat perkebunan kentang komunitas Tengger yang terkenal itu. Kentang Bromo ditanam di pematang-pematang sepanjang lereng.

Rumah-rumah warga di sisi jalan menjadi pemandangan tersendiri yang cukup mengasyikkan, diselingi bangunan permanen selaku pos jaga di lereng-lereng yang ditanami kentang.

Rumah-rumah itu rumah batu yang sudah bagus, bukan lagi rumah-rumah gubug kayu seperti katakanlah 15-20 tahun lalu. Menurut Adhi, kentang Bromo sudah kemana-mana. Itulah komoditas utama dari sini yang memakmurkan masyarakat Tengger.

Lautan Pasir Bromo. Foto: befreetour.com
Lautan Pasir Bromo. Foto: befreetour.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun