Setelah bersalaman kangen dengan Umi, kamipun keluar. Raun-raun seputar Batu. Kami berempat saja yang akan ke Bromo. Gita tak bisa ikut, karena membantu tim yang sedang mengerjakan appraisal yang kata Abah besok finishingnya. Hari ini membangun strukturnya dulu setelah diinput beberapa waktu sebelumnya, demikian sobatku Abah. Ok bro, kataku singkat.
Setelah raun-raun dan makan siang di downtown Batu, kami kembali ke hotel dan menunggu travel yang sudah dipesan Abah dan Umi yi Bromo Tour dengan paket Batu destinasi wisata Bromo pp hari itu juga. Harga paket Rp 1,5 juta. Kami nanti turun di rest area Gubug Klakah Poncokusumo dan disana sudah menunggu Jeep Off-Road Bromo yang sudah kesohor itu.
Tepat Pk 14.00 travel jemputan dengan mobil standar sudah datang. Sorry lupa, keqnya semacam Avanza. Yang pasti bukan city car berukuran mini. Kendaraan LGBT yang bukan city car tapi mendekati city car ini ntar stop over di Poncokusumo. Mana sanggup kenderaan LGBT mendaki ke Bromo. Yang sanggup hanya kenderaan Super Macho yi Jeep Bromo atau Toyota Hardtop dan itu pun sudah dimodif bermesin turbo Hino.
Perjalanan ke obyek wisata yang berjarak 53 Km dari Batu itu menurut Yudha akan memakan waktu 1-2 jam. Bergantung sikonlah, ntah itu kemacetan atau hujan lebat di jalanan. "Kita nanti keluar Batu dari ring road Karangploso, kemudian di Karanglo nanti akan memintas lewat tol Karanglo-Tumpang. Semoga kita lebih cepat sampai di rest area Poncokusumo, dimana Jeep Bromo sesuai paket sudah menunggu," demikian Yudha dari travel Bromo Tour.
Karena mulusnya ring road dan tol Malang, sepertinya aku tertidur, begitu juga Abah, ntahlah Umi dan Anwar. Kalau Yudha nggak mungkin tidur, karena dia driver travel Bromo Tour yang kami pakai. Ketika mobil berhenti menghentakkan tubuh, ee sudah sampai di rest area Poncokusumo. Ngelirik ke tangan, woaduh sudah Pk 16.00 lewat sedikit. "Gimana nih Yudha, sempat nggak ke lautan pasir Bromo," tanyaku. "Sempat Pak, yang penting jangan sampai hujan lebat. Perjalanan ke Bromo hanya tinggal 20-an Km, tapi terjal dan licin. Mobil nggak bisa ngebut meski mobil jelajah. Itu masalahnya. Kita agak terlambat bukan karena hujan, tapi beberapa ruas jalan agak tersendat tadi," ujar Yudha.
"Wah, aku juga tertidur di mobil," kata Abah. "Lumayan bro hitung-hitung simpan tenaga selama tidur di perjalanan lewat tol tadi hingga ke rest area ini. He He  ..," sahutku. Meski sudah sore, kami ketawa-ketiwi saja. Artinya kami merasa enjoy dengan perjalanan itu. Apapun yang terjadi nanti, itu urusan belakang. Pokoknya jelajah alam dulu.
Gunung Bromo - dalam bahasa Tengger dieja "Brama", juga disebut Kaldera Tengger - adalah sebuah gunung berapi aktif di Jawa Timur. Gunung ini berketinggian 2.329 mdpl dan uniknya berada dalam payung empat wilayah kabupaten, yi Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Lumajang, dan Kabupaten Malang. Bromo menjadi menarik karena statusnya sebagai gunung berapi yang masih aktif, dan gunung esksotis ini sudah lama diintegrasikan menjadi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Maklum bertetangga.
Nama Bromo berasal dari nama dewa utama dalam agama Hindu, yi Brahma. Menurut catatan Wikipedia, struktur tubuh Gunung Bromo bertautan antara lembah dan ngarai dengan kaldera atau lautan pasir seluas sekitar 10 kilometer persegi, Ia mempunyai sebuah kawah dengan garis tengah kl 800 meter (utara-selatan) dan kl 600 meter (timur-barat). Sedangkan daerah yang dinyatakan berbahaya berupa lingkaran dengan jari-jari 4 km dari pusat kawah Bromo.
Eco sistem vulkanik Bromo luarbiasa tak ada duanya. Selepas jari-jari 15 Km kita akan melihat padang savana di undakan perbukitan around Bromo, ya dari sisi Malang, begitu juga dari sisi Lumajang, Probolinggo dan Pasuruan. Selepas Padang Savana barulah ada pohon-pohon kanopi dan perkebunan rakyat Tengger.