Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Guru Spiritual Ada di Sekitar Kita

25 Februari 2023   13:40 Diperbarui: 25 Februari 2023   13:43 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Like or dislike pencarian spritual di ketinggian. Foto: himalayanyoganepal.com

Guru Spritual Ada Di Sekitar Kita

Yang paling mudah kita kenang dalam hidup ini adalah pengalaman semasa sekolah, ntah itu semasa SD, SMP, SMA dan PT, atau kenangan unik ketika bertualang ke tempat-tempat mempesona dan mengesankan seperti Bukit Holbung Samosir, Persawahan Rimba di Pangaribuan, atau Kawah Kelimutu Flores, atau menyeberangi Selat Lombok yang dalam dan bergelombang besar, atau bisa juga kenangan perkawanan di kelompok-kelompok tertentu ntah pun kelompok itu bernama atau tidak.

Tapi tetap kenangan yang termudah diingat adalah kenangan semasa bersekolah di jenjang terakhir yang bisa kita ikuti sesuai sikon eksos atau sosial-ekonomi kita masing-masing.

Kali ini, saya mencoba mengenang pangalaho atau perilaku mahasiswa di kelas yang tak terlalu ramai di masa lalu. Dalam sistem SKS kan ada mata kuliah pokok dan mata kuliah pilihan. Semester demi semester yang kita lalui ditentukan IP kita. Itulah pendapatan kita untuk menentukan pilihan mata kuliah berikutnya. Memilih mata kuliah atau belanja kredit SKS, tak ubahnya belanja di Pasar Inpres. Semakin kecil nilai kita maka mata kuliah yang dapat kita beli atau ambil pun pas-pasan.

Maka bermainlah di IP medium. Apa pasal? Ya tak merepotkan dan juga tak memalukan. Kalau di ruang publik sekarang kl kelas menengah masyarakat-lah. Ini artinya sudah bisa punya mobil, meski mobil kreditan.

Terkenang rangkaian perkuliahan semester demi semester di masa lalu, saya mencoba mengenang reaksi hening alias tak terucapkan dari seorang kawan terhadap kawan lainnya di sebuah kelas mata kuliah pilihan. Kawan pertama adalah seorang yang suka duduk di bangku belakang. Dia seorang yang blak-blakan, bersemangat dan pemarah. Kawan satunya lagi adalah seorang yang pendiam. Yang saya tahu dia banyak pengalaman konseling dan tampaknya siap berubah baik secara spiritual maupun psikologis. Keren kan di masa itu sudah ada lembaga konseling di kampus. Sayang, saya tak pernah bermain ke situ, except si pendiam yang setahu saya pernah ke situ berulangkali.

Kelas ketika itu kosong, maklum si "Dosen telat" yang bakal datang. Nah ada kesempatan. Kawan pertama itu melontarkan kata-kata kasar terhadap kawan kedua, si pendiam mencuatkan ekspresi jijik dan kesalnya tapi tak kentara. Karena duduk di barisan depan, responnya tak terlihat. Tapi saya dapat merasakannya, dan tak dapat mengatakan apapun kepadanya, karena waktunya tidak tepat.

Kelas pun berdiskusi ramai sekenanya, sementara si Dosen telat belum masuk. Di lingkaran tengah dan belakang diskusi meluap kemana-mana. Ee ntah apa dan mengapa, kawan si pemberang itu melemparkan penanya ke papan tulis dan hampir saja mengenai kepalaku. Itulah kampus perkotaan ibarat "blackboard jungle", dimana mahasiswa-mahasiswanya suka recok dan tidak mesti tertib. Syukur si Dosen telat tak lama kemudian masuk, maka respon si pemberang lain sirna sudah.

Begitu kelas bubar, kawan pertama yang pemberang itu mendatangi saya dan meminta maaf, karena saya sempat melotot dan hampir meledak marah. Untung ada "save by the lecturer". "Maaf, saya berlebihan tadi", katanya. "Apakah ada sesuatu yang bisa saya lakukan untuk mengendalikan emosi saya," katanya lagi.

"Mengapa kau tidak mempertimbangkan konseling jangka pendek untuk memangkasnya," jawabku singkat. Soalnya kalau berdiskusi panjang sama anak ini percuma. Maklumlah kepemberangannya masih meletup-letup, so susah dipegang, Jangan-jangan nanti duel sama saya.

Emosi adalah Hadiah

Memangkas emosi bukanlah perkara mudah sekalipun mudah diucapkan. Ketika anda memangkas tanaman hias di halaman rumah. Boleh jadi bunganya nanti kurang mekar. Tapi yakinlah dalam perjalanan waktu bunga itu akan mekar lebih bagus lagi. Reward yang lebih baik seperti contoh pemangkasan tanaman hias tadi, tidak hanya untuk anda, tetapi orang-orang di sekitar kita juga perlu mengalaminya. Itu akan dapat membantu kita fokus pada perasaan yang dalam dengan cara yang lebih produktif.

Bagaimana dengan kawan si pendiam yang dikasari kawan si pemberang itu. Setelah kelas bubar, terlihat eskspresi wajahnya menunjukkan ketidaksenangan. Setelah si pemberang berlalu dari horison, saya menghampirinya, "Sabar bro. Dia memang begitu. Tapi ada saatnya dia akan berubah ntah kapanpun itu, " tambahku. Kamipun ngobrol tema lain terutama soal regime Orba Soeharto yang sudah mengukuhkan Golkar seakan partai tunggal di negeri ini. Oalah.

"Btw, meskipun menjijikkan di matamu, dia adalah mentor spiritual kita dalam mengendalikan emosi," kataku lagi. Si pendiam menatapku terkejut dan berkata "wah bisa begitu ya," sahutnya. "Ya, pastikan saja dia itu mentor spiritual kita. Tak perlu dipikirkan lebih jauh mengapa bisa begitu.

Pemberang di sekeliling kita

Manusia-manusia pemberang di sekeliling kita ntah apa dan bagaimanapun tipe kepemberangannya, sesungguhnya adalah pembimbing spiritual yang baik bagi kita. Sebaiknya luangkan waktu anda untuk memeriksanya.

Si pemberang mengajarkan banyak hal tentang diri kita, khususnya tentang bagaimana, mengapa dan seperti apa anda bereaksi terhadap lingkungan.

Ini butuh waktu dan ruang khusus yang senyap untuk memikirkannya. Jangan sampai kepikiran di tribune F1H20 Powerboat di Danau Toba. Kalau disitu yang diperlukan adalah "manganlangi" atau makan-makan enak dan ketawa-ketiwi. Bukan berfikir reflektif-lah kl begitu.

Dalai Lama pernah berkata bahwa dia belajar banyak dari mereka yang berbeda pandangan atau gaya dengannya, bahkan mereka yang tidak terlalu menyukainya, katakanlah pemerintah China yang takkan pernah suka dengan Dalai Lama yang menginspirasi Rakyat Tibet untuk berpisah dengan China.

Pihak-pihak yang tidak menyenangkan ini akan memberitahunya hal-hal yang tidak akan dilakukan orang lain, dan dia mendapat pelajaran dari wawasan mereka. Begitulah halnya dengan kita. Ketika bertemu dengan orang yang sulit. Orang-orang seperti itu adalah penting dalam turbulensi sospolid atau sosial politik dan identitas sekarang ini.

Guru Spritual Kita

Ketika kita berkomitmen terhadap orang-orang yang tidak menyenangkan, muncul pertanyaan baru : "Teman seperti apa yang akan membantu kita berkembang?"

Saya pikir ada 4 jenis teman yang memungkinkan kita untuk tetap tegar, tertantang, terdukung, dan terdorong untuk menjalani kehidupan yang kaya secara spiritual.

Jenis sahabat yang pertama adalah "Nabi". Asal tahu, tidak ada yang menyukai Nabi. Apa pasal? Nabi menantang kita untuk mendengar dan membedakan. Kita biasanya hanya mengangguk-angguk bego dan seiprit praxis ke depannya. Hayyo! Yang kedua adalah jenis "Pemandu Sorak." Ini adalah jiwa yang penuh pengertian yang mendorong dan memungkinkan anda melihat cinta-kasih.

Jika anda hanya memiliki Nabi, anda akan terbakar habis. Jika hanya memiliki pemandu sorak, anda tidak akan tumbuh. Tapi keduanya dapat menyeimbangkan kejelasan dan pencerahan bagi kita.

Jenis sahabat yang ketiga adalah "harasser" atau pelaku pelecehan, karena dalam upaya untuk bertemu cinta-kasih secara serius, kita sering mengambil jalan memutar dan beranggapan diri kita berbahaya bagi kita sendiri maupun bagi orang-orang di sekitar kita. Si peleceh dapat membantu kita menumbuhkan rasa humor tentang diri kita sendiri.

Akhirnya, kita membutuhkan sahabat yang "inspirasional" yang membuat kita terpanggil untuk menjadi semuanya tanpa mempermalukan siapa kita dan dimana kita sekarang. Teman yang menginspirasi dapat membantu mengeluarkan apa yang terbaik dari diri kita.

Dengan 4 suara ini dalam hidup kita, kita dapat benar-benar menghargai pepatah orang bijak : "Jika anda ingin pergi secepatnya, pergilah sendiri. Jika ingin pergi jauh, pergilah bersama, sekalipun teman anda dalam perjalanan pertama akan membuat anda "grimace" atau meringis terdistorsi sebagaimana si pendiam yang saya kisahkan sebelumnya di muka.

Joyogrand, Malang, Sat', Febr' 25, 2023

Energy theraphy dalam pencarian spritual. Foto: innerwellnesscircle.in
Energy theraphy dalam pencarian spritual. Foto: innerwellnesscircle.in

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun