Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Wahai Kota Malang Telisiklah Kembali RT-RW Kota Sebelum Kelancungan

8 Februari 2023   19:20 Diperbarui: 9 Februari 2023   05:30 884
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wahai Kota Malang Telisiklah Kembali RTRW Kota Sebelum Kelancungan

Kota-kota berukuran medium yang sekarang berkembang pesat menuju kota metropolitan di pulau Jawa ini sudah tak terhitung lagi, bahkan yang tadinya kecamatan seperti Cicurug, Cibadak dan Pelabuan Ratu di Sukabumi, Kepanjen dan Singosari di Malang, boleh jadi beberapa saat lagi sudah bisa ditetapkan sebagai kota administratif yang nantinya akan beralihrupa menjadi kota otonom sebagaimana halnya kota Malang, kota Sukabumi dan kota Batu sekarang.

Dinamika perkotaan zaman now tak bisa lagi dibayangkan seperti dinamika di masa lalu, katakanlah zaman Orba, apalagi zaman Orla. Pertumbuhan ekonomi di masa kini senantiasa sejalan dengan perkembangan demografi. Ketika hujan rejeki ekonomi menyiram kalangan pekerja di sektor formal maupun informal, cipratan ekonomi itu memotivasi mereka beramai-ramai mengawinkan anaknya. Itulah musim perkawinan. Punya anak 5-6 orang masih ada dalam kamus demografi. Tapi di masa transisi demografi sekarang, apa yang kita lihat di lapangan sudah berjalan seperti di Jepang, Korea selatan dan Taiwan, dimana mitos banyak anak banyak rejeki tidak lagi berlaku. Kita lihat pasangan muda sekarang mulai memasang neraca keluarga paling banyak punya anak 2, bahkan anak semata wayang pun tak masalah, termasuk mereka yang sudah menanggalkan keinginan kodratinya untuk berumahtangga. Masalahnya bukan resesi sex, tapi masalah tekanan demografis terhadap perekonomian nasional yang berimplikasi seperti itu.

Damija sempit hanya 6 meter tanpa trotoar, Jalan raya Joyo Agung, Malang. Foto : Parlin Pakpahan
Damija sempit hanya 6 meter tanpa trotoar, Jalan raya Joyo Agung, Malang. Foto : Parlin Pakpahan

Populasi Indonesia sekarang kl 275,77 juta jiwa hingga pertengahan 2022. Jumlah itu naik 1,13% jika dibandingkan periode yang sama tahun 2021 (lih databoks dari katadata.co.id). Sementara Malang raya yang mencakup 2 kota otonom dan 33 kecamatan berpopulasi kl 2.654.448 jiwa (lih BPS Kabupaten Malang).

Kota Malang sendiri pada perempat terakhir 2020 berpopulasi kl 843.810 jiwa. Dalam jangka waktu 10 tahun sejak SP 2010, jumlah penduduk kota Malang mengalami penambahan sekitar 23.567 jiwa (lih kominfo.jatimprov.go.id). Penduduk sebesar itu bermukim di kota yang luasnya hanya 110,1 Km2. Itu artinya densitas penduduk kota Malang kl 7.664 jiwa per Km2.

Saya pikir kota Sukabumi pun dipastikan akan sepesat ini perkembangan demografinya. Belum lagi kalau kita membahas kota-kota serupa lainnya seperti Depok, Tangerang, Bekasi, Cirebon, Tegal, Brebes, Pacitan, Mojokerto, Magetan dst.

Perempatan Kelurahan Merjosari Joyo Utomo setelah Jalan raya Sunan Kalijaga, Malang, yang berdamija 6 meter tanpa trotoar. Foto : Parlin Pakpahan.
Perempatan Kelurahan Merjosari Joyo Utomo setelah Jalan raya Sunan Kalijaga, Malang, yang berdamija 6 meter tanpa trotoar. Foto : Parlin Pakpahan.

Implikasi dari perkembangan demografi ini ya banyak. Pelayanan Masyarakat ntah itu listrik, air minum, kesehatan, pendidikan, perdagangan, kepariwisataan dll. Dan yang paling bertanggungjawab dari semuanya itu adalah bagaimana RTRW kota tsb dirancang, apakah ketika dibuat sekian puluh tahun yang lalu sudah diproyeksikan bakal berlaku 100 tahun ke depan dengan segala implikasi yang ada di dalamnya. Misalnya jalanan yang menghubungkan semua penjuru kota, dan bagaimana ketika terjadi perluasan wilayah kota, yang tadinya desa otonom bagian dari kabupaten menjadi sebuah kelurahan kota, seperti halnya desa Merjosari yang kini menjadi Kelurahan Merjosari, atau yang tadinya bagian dari kabupaten menjadi wilayah kota seperti situs Watu Gong di Merjosari sekarang yang tadinya adalah bagian dari Kecamatan Dau Kabupaten Malang.

Dalam perekonomian ada "The Invisible Hand" yang mengatur equilibrium ekonomi kota. Di kota Malang misalnya tak mungkin orang sekarang ini menjajakan mie ayam di bawah 8 ribu perak, atau nasi padang di bawah 15 ribu. Itu bunuh diri namanya. Malang memang kota pendidikan, kuliner harus murmer tapi kenyang, urusan belakangan. Harga minimal tsb tentu range terbawah dari fluktuasi harga bergantung kondisi perekonomian kota. Range tertinggi pastilah ada. Cobalah Mie Ayam Pasar Besar yang 20 ribuan per porsi, atau Mie Ayam Gang Jangkrik yang 50-75 ribuan per porsi. Kuliner klas elite ini hanya dikonsumsi kalangan tertentu, ntah para pelancong atau kaum Ibu yang ingin melepas dahaganya terhadap makanan yang sedikit elite-lah.

Jln Joyo Utomo menuju perempatan Kelurahan Merjosari, Malang, hanya berdamija 6 meter tanpa trotoar. Foto : Parlin Pakpahan.
Jln Joyo Utomo menuju perempatan Kelurahan Merjosari, Malang, hanya berdamija 6 meter tanpa trotoar. Foto : Parlin Pakpahan.

Saat ekonomi berjalan pada porosnya, yang tak bisa dibendung adalah ketika jalanan semakin dipenuhi kenderaan bermotor roda dua maupun roda empat dari segala jenis, mulai dari city car, pick-up kecil dan medium, truk kecil, medium dan besar. Fonomena perkotaan yang harus dicermati kemudian adalah nafsu berkenderaan. Misalnya satu keluarga bisa saja memiliki sampai 3-4 kenderaan bermotor roda dua dan memiliki setidaknya 1 mobil. Ini semua karena hancurnya armada angkutan kota dengan hadirnya transportasi online sekarang.

Yang paling menghebohkan jalanan kota di semua penjuru adalah sliwar-sliwernya kenderaan bermotor roda dua yang adalah kuda besinya para mahasiswa di kota Malang. Pada kenyataannya hanya sedikit saja dari mahasiswa kost disini yang tak memiliki kenderaan itu. Kita tidak mengatakan ortunya hebat atau bagaimana, tapi fenomena ini hanya menggambarkan pilihan itu juga bagian yang paling rasional dari ortu ybs. Coba kalau mahasiswa dimaksud klak-klik transportasi online setiap hari. Iya kalau hanya sekali klik, tapi kalau seharinya berkali-kali klik untuk keperluan inilah itulah enelah dst, maka cost buat si anak kan membengkak dalam satu bulannya. 

Belum lagi jaimnya anak manusia sekarang, yang karena kekuatan mimetik di relung dirinya yang tak terhentikan oleh setan belang sekalipun, juga dosa kaum industrialis kenderaan bermotor yang selalu bangga mengumandangkan bahwa kenderaan roda dua mereka terjual rata-rata sebulannya sampai 100-150 unit dan roda empatnya terjual rata-rata sebulannya 50-100 unit. Nah berapa KK warga kota dan berapa ATPM yang berjibaku disitu. Dengan iming-iming dapat dikredit tanpa uang muka. Hayyo siapa yang nggak tergiur untk ngegelosor ke show room pabrikan badung itu. Itu baru statistik untuk perkotaan, bagaimana kalau statistik nasional.

Jalan raya Joyo Agung, Malang, yang menurun terjal, hanya berdamija 6 meter tanpa trotoar. Foto : Parlin Pakpahan.
Jalan raya Joyo Agung, Malang, yang menurun terjal, hanya berdamija 6 meter tanpa trotoar. Foto : Parlin Pakpahan.

Sementara prasarana jalan yang menghubungkan semua penjuru kota, dari masa ke masa hanya itu-itu saja. Yang repot setelah melihat kenyataan di kompleks-kompleks perumahan, baik yang terbaru maupun terlama seperti Joyogrand dan Sawojajar. Kita akan shock, karena ROW-nya (right of way) atau damija atau daerah milik jalan sangatlah kecil, jauh dari ketentuan yang berlaku. Kehadiran jalan lingkungan di sebuah perumahan sangatlah penting. Prasarana jalan ini sangat berpengaruh terhadap nilai jual bangunan di sepanjang ruas itu sendiri.

Saat membeli rumah atau tanah kavling, konsumen sebaiknya melihat peta denah dari developer dimana ROW terpampang jelas, ada yang lebar 5 m, 6 m, namun ada yang 10 meter. PP PUPR No.32 tahun 2006 menyebutkan jalan Lokal Sekunder I harus memenuhi standar lebar jalur ideal minimum untuk jalan satu jalur dengan dua lajur yakni 5,5 -- 6 meter, bahu jalan 1-1,5 meter, agar bisa dilalui kenderaan tanpa ada risiko mengganggu kelancaran lalulintas di kompleks.

Jalan perumahan kelas menengah atas biasanya berukuran diatas 8 meter dengan garis sempadan bangunan (GSB) antara 3-4 meter. Bila developer mencantumkan ROW 7 meter itu berarti lebar jalan bukan 7 meter, tapi yang efektif terpakai untuk melintas hanya 60%, sementara 40% untuk saluran air kanan kiri, penghijauan. Jika lebar jalan perumahan 10 meter, dan ada dua kendaraan parkir di sisi kanan dan kiri masing-masing membutuhkan ruang 1,5 meter. Maka ada cukup sisa 7 meter untuk kendaraan lain melintas. Namun jika lebar ROW hanya 5-6 meter dan semua pemilik memarkirkan kendaraannya di luar rumah, maka dapat dipastikan akan mengganggu kelancaran kendaraan lain yang melintas.

Fakta di lapangan menunjukkan ROW jalan perumahan rata-rata 5 meter, sementara banyak penghuni yang mengurangi ruang di sisi kiri dan kanan ntah untuk toko-lah, ntah untuk memperluas garasi-lah dst, meski pihak developer biasanya membangun perumahan dengan tetap menyediakan lahan kosong, tapi kenyataannya pembiaran perilaku warga seperti ini membuat jalan perumahan dimanapun menjadi macet.

ROW sangatlah penting. Untuk perumahan, seyogyanya pihak developer didorong untuk menyediakan lahan jalan minimal 10 meter, seperti perumahan Samanea Hill di Parungpanjang Bogor. Rumah sekecil apapun disini pasti akan diburu konsumen jika fasilitas infrastrukturnya bagus, karena mereka pasti nyaman ketika berkendara di perumahan seperti itu.

Beranjak ke prasarana jalan yi jalanan umum. Di Kota Malang, hanya jalan negara dan jalan propinsi saja yang memenuhi syarat sesuai ketentuan yang berlaku. Jalan Jakgung Soeprapto misalnya yang termasuk dalam kategori jalan negara, atau jalan MT Haryono, jalan Tlogomas hingga UMM di batas kota menuju Batu yang termasuk dalam kategori Jalan Propinsi. Sedangkan jalanan kota yang meliputi jalanan katakanlah sirip ikan yang menghubungkan semua penjuru kota. Ini yang menjadi masalah besar sekarang.

Kembali ke RTRW Kota. Pendekatan yang digunakan tentulah multidisiplin. Semuanya terintegrasi untuk melihat implikasi atau apa yang bakal dihadapi di masa yad dalam interval puluhan bahkan kalau cergas ya ratusan tahun sebagaimana legacy perkotaan buatan Belanda tempo doeloe.

Persimpangan Joyo Utomo dan Joyo Asri, Malang, hanya berdamija 6 meter tanpa trotoar. Foto : Parlin Pakpahan.
Persimpangan Joyo Utomo dan Joyo Asri, Malang, hanya berdamija 6 meter tanpa trotoar. Foto : Parlin Pakpahan.

RTRW kota Malang pasti sudah dibikin puluhan tahun lalu. Tapi RTRW yang seharusnya visioner itu, ternyata tak seiring sejalan lagi dengan kebutuhan publik. Now, semua seakan tertelan tak berguna. Booming ekonomi kota, ledakan demografi khususnya angkatan sekolah, ledakan kepariwisataan, dan akhirnya ledakan mobilitas kota yang menjejalkan jutaan kenderaan roda dua dan empat di wilayah kota yang hanya seluas 110,1 Km2 seperti kota Malang sungguh membuat kita shock.

Kita lihat Jalan Sunan Kalijaga mulai dari ITN di pertigaan Jln Veteran, Jln Sutami dan Jalan Gajayana sampai ke perempatan kantor kelurahan Merjosari, belok kiri Jln Mertojoyo, belok kiri lagi Jln Joyo Asri, lanjut ke jalan raya Joyo Agung hingga ke Genteng batas kota Malang sekarang di arah barat, jalanan umum yang sempit itu dalam kesehariannya sekarang dipadati kenderaan aneka rupa.

Persoalannya bisa ditebak. Saat areal persawahan sebelah UIN dibebaskan kl 20 tahun lalu, Pemkot terlena tidak memikirkan implikasi ke depan kalau bermain-main terus dengan prasarana jalan yang akan dibangun tanpa pelebaran damija atau daerah milik jalan sesuai ketentuan yang berlaku. Terbukti sekarang eks lahan persawahan itu jadi aneka perumahan dan aneka bisnis tanpa pelebaran damija. Pemkot jelas telah mengabaikannya, meski tahu jalan itu akan terus dikembangkan tembus ke Jln Raya Joyo Agung hingga Genteng di batas kota.

Di ketinggian Joyo Agung dan Genteng sekarang perumahan yang ada bukan hanya perumahan Villa Tidar dan Graha Dewata, tapi sudah bermacam-macam. Dan populasi yang ada disitu dengan segala perkembangannya ntah itu populasi mahasiswa kost-kost-an atau populasi umum semua telah memacetkan jalanan.

Bahu jalan untuk pejalan kaki bahkan tak ada sama sekali. Bukankah jalan seharusnya tempat yang digunakan tidak hanya untuk lalulintas kenderaan bermotor saja, tapi seharusnya memiliki fasilitas untuk mengakomodasi kepentingan pejalan kaki seperti trotoar, zebra cross dll.

Menurut PP No 34 tahun 2006, jalan memiliki bagian-bagian yang diberi nama Rumaja (Ruang Manfaat Jalan), Rumija (Ruang Milik Jalan) dan Ruwasja (Ruang Pengawasan Jalan).

Ruang manfaat jalan adalah suatu ruang yang dimanfaatkan untuk konstruksi jalan, yang terdiri atas badan jalan, saluran tepi jalan, serta ambang pengamannya. Badan jalan meliputi jalur lalu lintas, dengan atau tanpa jalur pemisah dan bahu jalan, termasuk jalur pejalan kaki. Ambang pengaman jalan terletak di bagian paling luar dari ruang manfaat jalan, dan dimaksudkan untuk mengamankan bangunan jalan.

Jalan lingkungan yang hanya berdamija 5 meter tanpa trotoar, Joyogrand, Malang. Foto : Parlin Pakpahan.
Jalan lingkungan yang hanya berdamija 5 meter tanpa trotoar, Joyogrand, Malang. Foto : Parlin Pakpahan.

Dalam rangka menunjang pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan serta pengamanan konstruksi jalan, badan jalan dilengkapi dengan ruang bebas. Ruang bebas dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu.

Ruang milik jalan adalah sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan yang masih menjadi bagian dari ruang milik jalan yang dibatasi oleh tanda batas ruang milik jalan yang dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan keluasan keamanan penggunaan jalan antara lain untuk keperluan pelebaran ruang manfaat jalan pada masa yang akan datang.

Ruang milik jalan paling sedikit memiliki lebar sebagai berikut : a). jalan bebas hambatan 30 (tiga puluh) meter;b). jalan raya 25 (dua puluh lima) meter;c). jalan sedang 15 (lima belas) meter; dan d). jalan kecil 11 (sebelas) meter.

Ruang pengawasan jalan adalah ruang tertentu yang terletak di luar ruang milik jalan yang penggunaannya diawasi oleh penyelenggara jalan agar tidak mengganggu pandangan pengemudi, konstruksi bangunan jalan apabila ruang milik jalan tidak cukup luas, dan tidak mengganggu fungsi jalan. Terganggunya fungsi jalan disebabkan oleh pemanfaatan ruang pengawasan jalan yang tidak sesuai dengan peruntukannya.

Jalan Sunan Kalijaga, Jalan Joyo Utomo, Jalan Joyo Asri dan Jalan Joyo Agung yang panjang itu hanyalah sekadar contoh, karena faktanya hampir seluruh jalan sirip ikan yang menghubungkan setiap penjuru kota Malang kondisinya seperti itu. Damija-nya paling hanya 6 meter yang hanya cukup untuk city car berselisih jalan. Lihat juga Kedungkandang dengan perumahan Sawojajarnya dan jalan penghubung hingga ke Tumpang. Sami mawon sempit dan macetnya.

Akhirnya, mari kita kembali ke RTRW kota. Bukan hanya sekadar kembali, tapi kembali untuk mewaspadai perkembangan kota Malang ke depan ini. Karena sekali kita abai dan lagi-lagi abai untuk itu, maka ke depan kota Malang akan kelancungan menjadi kota semrawut yang tak mau tahu tentang aturan hukum dan teknis.

Masak mau nyeberang ke Indomaret saja kita harus bertaruh nyawa, karena tak ada zebra cross dan trafik light bagi penyeberang jalan, karena damija dari masa ke masa hanya pas untuk city car berlalulang saja tanpa trotoar untuk pejalan kaki, apalagilah untuk penghijauan. Ya ampunn ..

Joyogrand, Malang, Wed', Febr' 08, 2023.

Bagian-bagian jalan dalam gambaran teknis. Foto : dpu.kulonprogokab.go.id
Bagian-bagian jalan dalam gambaran teknis. Foto : dpu.kulonprogokab.go.id

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun