Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kekuatan Mimetik dalam Everyday Life

4 Februari 2023   16:15 Diperbarui: 4 Februari 2023   16:16 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesuksesan menurut ukuran orang luar dan diri sendiri. Foto : insandout.org.

Kita semua berpikir keinginan kita adalah produk dari "kekaisaran kita", yi "autonomous selves" atau otonomi individual  Otonomi individu adalah suatu gagasan yang secara umum dipahami sebagai kemampuan untuk menjadi diri sendiri, untuk menjalani hidup sesuai dengan alasan dan motif yang dianggap sebagai miliknya dan bukan produk dari kekuatan eksternal yang manipulatif atau mendistorsi, untuk eksis atau berada dalam keadaan tertentu. Namun itu sesungguhnya adalah kebohongan besar.

Keinginan kita dihasilkan dan dibentuk dalam dan melalui hubungan kita dengan orang lain, dan dengan keyakinan kita. Ketika datang ke sesama manusia, fenomena keinginan mimesis menciptakan kecenderungan kuat terhadap persaingan, karena orang-orang yang kita ambil (tanpa sadar) sebagai model keinginan kita secara bersamaan adalah orang-orang yang kita idolakan dan kita benci pada saat yang sama. Mereka tidak menjadi model keinginan bagi kita jika kita tidak berpikir bahwa mereka memiliki kualitas keberadaan yang tidak kita miliki. Namun itu adalah sesuatu yang mengagetkan atau immoral bagi kita, karena merekalah yang menghalangi usaha kita untuk mencapainya.

Mereka adalah siapa mereka, kita adalah siapa kita. Tetapi kebanyakan dari kita hidup dalam delusi yang menakutkan bahwa kebahagiaan kita dapat ditemukan dalam beberapa obyek keinginan yang peraihannya dihalangi oleh tetangga kita. Delusi dari kata Inggeris delusion adalah keyakinan atau kesan istimewa yang dipertahankan dengan kuat meski ditentang oleh apa yang secara umum diterima sebagai kenyataan atau argumen rasional, biasanya merupakan gejala gangguan mental. Dan itulah mengapa kita iri.

Akar dari iri adalah "invidere", atau melihat dengan kebencian. Mengutip Luke Burgis dalam "Wanting", yang sering dikaitkan dengan iri adalah tatapan agresif atau "mata yang menggigit", karena melihat terlalu dekat.

Dalam kepercayaan kuno rasa iri sering disebut berasal dari mata. Mengapa diri ini, meski mengaku mencintai, peduli, lebih suka damai daripada perang, lalu keadaan damai harmonis menjadi perselisihan, hidup untuk kematian; mengharapkan diri yang lain baik, tidak sakit, faktanya diam-diam menikmati perang dan rumor perang, berita kecelakaan pesawat, pembunuhan massal, obituarium atau pemberitahuan kematian seseorang yang biasanya dengan biografi singkat, belum lagi berita lokal tentang kenalan dekat yang meninggal di jalan, gosip tentang tetangga yang berkelahi dan terdeteksi skandal mesum, "embezzlements" atau penggelapan uang, dan aib lainnya.

Girard dalam Mimesis dan Theory membuat poin yang jauh lebih ringkas. Dikatakannya semakin banyak individualisme modern yang menyangkal fakta tentang keadaan yang buruk, melalui keinginan mimesis, masing-masing dari kita berusaha memaksakan kehendaknya pada sesamanya, yi mereka yang tadinya diklaim untuk dicintai tetapi lebih sering dibenci.

Masalah yang perlu kita cermati sekarang adalah kepribadian medsos yang kita ikuti yang sebagiannya menarik, dan sebagiannya lagi bak empedu nan pahit. Ada hubungan subyek-model atau hubungan model-model antara semua orang di medos entah itu facebook, twitter, telegram dll.

Tidak selalu jelas hubungan macam apa yang kita jalani disitu. Siapa yang pertama mengikuti siapa. Siapa yang lebih memperhatikan yang lain. Siapa yang lebih terpengaruh oleh penghinaan dan/atau postingan yang merujuk ke pengguna tertentu tanpa menyebutkannya secara langsung, biasanya sebagai bentuk ejekan atau kritik terselubung dan balasan yang tidak menyenangkan.

Ibu dari semua permainan kekuatan mimesis dalam medsos adalah memblokir seseorang dan bersamaan dengan itu memperkuat status pemblokir sebagai model dan yang lainnya sebagai pengikut yang tidak layak yang kemudian di-unfollow. Si pemblokir kemudian memperkuar status "in-group" (mengacu pada grup tempat kita berada dan mengidentifikasi saat grup kita berinteraksi dengan grup lain). Singkatnya ada "outsider" atau orang luar dan ada "insider" atau orang dalam disitu.

Rekan saya si Anu yang cukup ngetop dalam dunia facebook dan twitter. Dia punya ribuan pengikut yang mengkultuskannya sebagai hero dan siap mendukung apapun yang terjadi. Tapi belum lama ini lamannya ricuh berat, karena ada sejumlah pengikut yang menjelekkan dengan bahasa fauna yang vulgar seorang tokoh yang beberapa waktu lalu lengser dari kekuasaan. Pemblokiran dan unfollow, bahkan remove pun terjadi. Pengikut yang diremove itu langsung menyeberang ke laman facebook tokoh yang dikultuskannya seraya mengkambinghitamkan laman facebook sebelumnya. Itulah dinamika mimesis media sosial. Semua orang mengkultuskan dan meniru orang lain, namun tidak ada yang benar-benar yakin siapa model dan siapa peniru, dan semua orang tampaknya mencari potongan kecil penegasan untuk membuktikan mereka nyata.

Setidaknya begitu mendapat sinyal diblokir, anda mungkin penting atau nyata, itu sudah cukup sebagai tanda diperhatikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun