Poliyo Everywhere dan Kopi Sontoloyo Hanya di Malang
Istilah Poliyo atau Politisi Sontoloyo sepertinya sudah merakyat sekali di negeri ini, karena boleh jadi konotasi negatifnya itu dalam arti brengsek, begok, pembohong dst. Lain di janji kampanye dan lain di dunia nyata. Itulah politisi yang digelari poliyo oleh dunia slank.
Lain halnya dengan Kopi Sontoloyo. Apa mungkin konotasi sontoloyo di dunia politik tiba-tiba serupa maknanya di dunia perkopian. Coba kalau kita maknai kopi begok, kopi tolol, kopi brengsek, kopi asal-asalan dst. Ya, nggak lakulah. Ora mungkin toh. He He ..
Mari kita jenguk dari kacamata etimologi. Term sontoloyo bermuasal dari Jawa. Dalam kosa kata Jawa now sontoloyo lebih dipahami sebagai umpatan untuk mengungkapkan sesuatu yang tidak beres. Aslinya sontoloyo adalah sebutan bagi penggembala itik atau bebek. Orang tsb bertugas untuk menggiring itik atau bebek agar memperoleh makanan, yang biasanya dilakukan di persawahan.
Dilihat dari folklore setempat, sontoloyo kerap digambarkan sebagai seorang laki-laki bertopi caping yang membawa tongkat panjang dengan rumbai akar pepohonan di ujungnya. Jadi, jika merujuk pada pemaknaan tsb, kata sontoloyo adalah kata yang tidak bermakna umpatan.
Lalu mengapa kata sontoloyo justeru berubah makna menjadi negatif. Perubahan makna itu kira-kira hampir sama dengan kata "bajingan" yang berarti desperado, bangsat, jalang dst yang awalnya adalah profesi kusir gerobak, yang kemudian berubah menjadi kata makian.
Untuk sontoloyo, rekaannya begini pertama boleh jadi karena bebek yang digiring si gembala banyak, sehingga mengganggu jalan yang dilalulalangi kenderaan. Kedua, bebek yang digembala memakan tanaman petani, membuat orang marah atau kesal. Lalu menyalahkan penggembala, memaki dengan kata "dasar sontoloyo" - lih newsdetik.com dalam https://tinyurl.com/2f2w5wyv