Quo Vadis Bukit Algoritma Cikidang Sukabumi
Jangan mudah melupakan begitu saja munculnya ide brainstorming untuk mendirikan Pusat Iptek yang berpijak pada "Cyber Physical System" atau Revolusi Industri 4.0, yi kolaborasi antara teknologi siber dengan teknologi otomatisasi hampir 2 tahun lalu. Ini patut diacungi jempol tentu.
Terlepas dari siapa-siapa saja yang terlibat dalam brainstorming tsb, namun ide itu disambut baik oleh Presiden Jokowi dan syukurlah Budiman Sudjatmiko politisi PDIP yang dipercaya sebagai Ketua Pelaksana. Kita percaya Budiman, karena sejak awal masih anak muda dialah satu-satunya aktivis yang berani pasang badan menghadapi regime Orba Soeharto. Dan berhasil, meski babak belur duluan.
Kecamatan Cikidang di Sukabumi raya, sebuah kecamatan yang bersebelahan dengan kecamatan Cibadak dengan jarak kl 16 Km ditetapkan sebagai lokasi pilihan. Selaku KEK (Kawasan Ekonomi Khusus), pengembangan teknologi dan industri 4.0 di Cikidang, Sukabumi dipandang sudah tepat. Kota Sukabumi hanya berjarak kl 38 km, kota Bogor berjarak kl 54 Km, kota Jakarta berjarak kl 114 Km dan kota Pelabuan Ratu berjarak kl 31 Km. Dan yang terpenting Sukabumi raya yang meliputi kota Sukabumi dan kota Pelabuan Ratu selaku ibukota kabupaten dan meliputi 47 Kecamatan, 381 desa dan 5 kelurahan yang secara keseluruhan menempati area luas 4.115 Km2, tidak lagi hidden dari agenda pembangunan nasional.
Sukabumi memang tercatat sebagai salah satu kabupaten terluas di Indonesia, juga memiliki SDA dan obyek wisata yang bagus, meski demikian daerah ini cukup lama hidden dari gegap gempita pembangunan. Tak heran perkembangan penduduk membludak di perkotaan, bahkan di kecamatan yang relatif mulai berkembang sepert Cibadak, Cicurug dan Cikembar.
Masa hidden sepertinya akan segera berlalu, karena tol Bocimi kini sudah sampai Cibadak dan semakin mendekat ke kota Sukabumi. Tol penyelamat ini akan dilanjut dengan proyek tol Cibadak-Pelabuan Ratu.
Menyongsong kehadiran Mr tol itulah boleh jadi pembangunan Bukit Algoritma telah diteken oleh salah satu Badan Usaha Milik Negara bidang konstruksi sebagai penggarap, yi PT Amarta Karya (Persero) atau AMKA pada 7 April 2021 lalu. Penandatanganan dilakukan Dirut PT AMKA Nikolas Agung, Ketua Pelaksana PT Kiniku Bintang Raya KSO Budiman Sudjatmiko, dan Direktur Utama PT Bintang Raya Lokalestari Dani Handoko di Jakarta.
Menyusul Rabu 9 Juni 2021, inisiator Bukit Algoritma Budiman Sudjatmiko dan sejumlah pemangku kepentingan dari PT Amarta Karya (Persero) dan PT Kiniku Bintang Raya (KSO) meresmikan groundbreaking pembangunan kawasan yang digadang-gadang menjadi Silicon Valley di Indonesia.
Proyek yang dibangun di atas lahan seluas hampir 900 hektar itu digadang-gadang menyerupai kawasan perusahaan teknologi Silicon Valley di Amrik sana, dan di Indonesia diberi nama Bukit Algoritma Sukabumi. Selama tiga tahun ke depan, total nilai proyek ini diperkirakan menghabiskan anggaran belasan miliar Rupiah.
Tahap awal Bukit Algoritma yang dibangun di kawasan Cikidang dan Cibadak ini direncanakan berisi enam gedung yang direnovasi, 120 rumah kebun dan hotel, sebuah gedung dengan fasilitas internet 6G "Internet of Things Park" dan terkonfirmasi juga akan dibangun patung Ir. Soekarno proklamator RI sekaligus presiden pertama Indonesia.
Pembangunan Bukit Algoritma direncanakan terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama pengerjaan selama tiga tahun untuk pembangunan infrastruktur dasar, lima tahun setelahnya untuk tahap kedua, dan tiga tahun setelahnya sebagai tahap akhir. Bukit Algoritma diharapkan dapat menjadi fasilitas para saintis dan inovator Indonesia yang pulang setelah berkarya di luar negeri.
Kawasan yang akan dijadikan sebagai pusat pengembangan teknologi dan industri 4.0. itu akan dibangun dengan menggunakan dana investasi senilai Rp 18 triliun.
Meski sudah  di groundbreaking pada 9 Juni 2021. Namun, sampai awal 2023 ini tidak ada progres pembangunannya sama sekali. Saya coba telepon beberapa teman di kota Sukabumi dan kota Pelabuan Ratu. Benar, awalnya doang beresonansi kemana-mana, sampai kitorang warga Sukbanumi bukan main gembiranya, tapi now sungguh mengecewakan, kata seorang teman.
Boleh jadi karena perjalanan menuju pemilu 2024. Presiden Jokowi hanyut dalam isu lain yang lebih penting, katakanlah presidensi G20 tahun lalu, dan kini 2023 presidensi Asean, belum lagi persiapan menuju pemilu 2024 pasca pandemi dan bagaimana menghadapi bakal resesi tahun 2023 ini sebagai dampak konflik Rusia vs Ukraina di mandala Eropa.
Kalau kita buka catatan lama sepertinya Budiman optimistis bahwa semua tantangan dan hambatan akan segera diatasi. Misalnya jalan sepanjang 7 Km yang menghubungkan tol ke kompleks 4.0 itu. Yang semula diharapkan akhir 2021, eh molor sampai sekarang, meski tol Bocimi sudah sampai ke Cibadak Desember ybl, dan tol penghubung ke Bukit Algoritma malah kabur ntah kemana.
Pengusaha kelapa sawit Dani Handoko yang bermain sawit disitu sekaligus bermitra dengan Budiman mengatakan Bukit Algoritma adalah bagian dari KEK Sukabumi seluas 1.000 Ha, yang terdiri dari plot atau percontohan di Cikidang dan sekitar 200 Ha lahan di tetangga sebelah yi Cibadak. Pembangunan seluruh KEK diperkirakan menelan biaya sekitar dua kali lipat dari investasi Bukit Algoritma saat ini.
Dani juga memberikan lahan masing-masing seluas 25 Ha kepada Unpad, IPB dan ITB, sebagai upaya untuk membawa akademisi kedalam proyek tsb. Unpad dan ITB akan menggunakan lahan di Cibadak, sedangkan IPB akan menggunakan 20 Ha di Cikidang dan 5 Ha di Cibadak. Sedangkan teknologi dan start-upnya berasal dari Budiman - lih Jakpost dalam https://tinyurl.com/2f76lnmo
Generasi muda dan anak-anak muda negeri ini bisa menggunakan Bukit Algoritma sebagai research, workshop, tentang bagaimana warga negara harus mengantisipasi perkembangan ekonomi ke depannya, kata Budiman. Intinya bagaimana memadukan Informasi dan teknologi yang diperlukan warga, bangsa dan dunia, seperti drone-drone canggih yang berkembang sekarang, otomatisasi dalam dunia industri, dan perusahaan-perusahaan start-up yang kini banyak dinakhodai kaum muda.
Cukup banyak generasi muda kita yang membaca cerita tentang Steve Jobs yang merintis bisnis raksasa teknologi Apple dari garasi rumah, atau Mark Zueckerberg yang menciptakan jejaring Facebook bermula dari kamar sempit di sebuah asrama mahasiswa. Belum lagi cerita tentang Bill Gates the owner Microsoft. Kisah ketiganya dan banyak lagi lainnya memiliki kesamaan, yakni bermula dari sebuah kawasan yang berada di California.
Silicon Valley telah menjadi magnet sekaligus mesin penggerak perusahaan teknologi AS. Tempat ini juga menjadi saksi lahirnya ribuan startup terkemuka di AS dan pentas global.
Melihat kesuksesan Silicon Valley dan juga demi dan atas nama motif ekonomi, banyak negara di dunia berlomba-lomba menduplikasi pusat teknologi tsb. Singkatnya bagaimana melabeli kota mereka sebagai "Silicon Valley".
Demikian juga Indonesia, meski saya sendiri sedikit bingung nama BJ Habibie yang adalah penggagas pertama Puspiptek Serpong Tangerang tak lagi kedengaran namanya. Padahal Serponglah lembah Silicon pertama di negeri ini, bahkan ada institut teknologinya segala. Sayang semuanya itu mandeg, karena di masa Orba boleh jadi para elite lebih sibuk berKKN ketimbang berIptek tinggi.
Tapi okelah, ide besar Habibie tak berlanjut karena Tangerang sudah berubah menjadi kota bising karena di lingkup Jabodetabek. Pemerintahan Jokowi pun berpikir lain untuk katakanlah penyegaran sebagaimana halnya ibukota yang harus segera dipindah ke Kaltim agar lebih ayep berpikir dan berinovasi di kerimbunan tanaman kanopi di Kalimantan.
Lembah Slicon baru Indonesia pun harus segera dikembangkan - sebagai tindaklanjut gagasan besar Habibie - di kerimbunan kanopi Cikidang dan Cibadak.
Bagaimanapun, Bukit Algoritma adalah adalah sebuah mimpi. Dan itu sah-sah saja kalau kita lihat betapa dunia sekarang sudah bergeser jauh. Yang namanya dunia ketiga atau terbelakang satu per satu mulai lepas dari kemiskinannya. Lih India, Israel, Â Brazil, Taiwan, Korsel, bahkan Arab Saudi sekarang yang telah bermain Big-Tech sebagaimana halnya AS, Rusia dan dunia barat umumnya.
Indonesia kalau hanya berputar-putar pada masalah korupsi, revolusi mental dan siklus politik dalam sistem pemilu sekarang yang, mengutip Machfud MD, Iblis pun bisa menjadi malaikat. Kita akan menyesal, karena pasca krisis di mandala Eropa sekarang menyusul hengkangnya AS dari bumi Afghanistan, pergeseran geopolitik dunia sepertinya tidak lagi berpihak pada hegemonisme barat, tapi berpihak pada keadilan bahwa kita semua yang bernegara di planet biru ini adalah negara berdaulat yang berhak menentukan masa depannya masing-masing dengan bakat-bakat terpendam generasi muda penerus bangsa yang harus diakomodir di tempat spesial seperti Bukit Algoritma ini.
Akhirnya, mari jangan hanya fokus pada IKN Nusantara dan pemilu 2024 saja, tapi juga fokus pada Bukit Algoritma di Cikidang Sukabumi.
Joyogrand, Malang, Tue', Jan' 10, 2023.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H