Comboran semula muncul di sisi timur lokasi parkiran Dokar, yang digunakan sebagai tempat istirahat Kuda untuk sekedar diberi makan dan  minum. Istilah Jawanya, yakni "Nyombor". Lama-kelamaan Nyombor jadi Comboran.
Perdagangan pun muncul di kawasan tsb. Lahirlah pasar yang memperjual belikan dagangan hasil pertanian masyarakat.
Di masa Jepang, orang-orang Belanda yang telah lama tinggal di kota Malang ditangkap dan dibawa ke Surabaya hingga Cimahi. Di masa itulah pergeseran peran Pasar Comboran dari perdagangan hasil pertanian beralih ke Pasar Loak atau barang bekas. Pasar loak terbesar di Jatim itu masih berlangsung hingga sekarang.
Mengapa Comboran yang relatif luas itu tidak dikembalikan ke suasana jadul dengan polesan modern, karena limpahan hasil industri agro di Batu, Tumpang, Dampit dll kan bisa digelar dengan gaya pasar wisata keluarga yang serba fun bahkan heboh soal belanjaan agro.
Seyogyanya tukang loak yang meluber reseh nggak keruan disini bisa di relokasi ke titik-titik niaga yang perlu dikembangkan di bagian timur, tentu di titik-titik strategis kecamatan Sukun, atau di area GOR Ken Arok di Buring, Kedungkandang, yang digigit sepi selama ini, hingga ke Gadang dekat Pabrik Gula Jadul yang masih hidup hingga sekarang yi PG Kebon Agung.
Diubahnya Comboran tentu dengan menghidupkan kembali trem jadul dalam nuansa wisata gembira di seputar Comboran saja plus dokar-dokar wisatanya.
Seniman-seniman kota Malang juga perlu diberi fasilitas gallery khusus. Mereka pasti dapat dirangsang lebih jauh untuk berkreasi dalam kesenimanannya di sejumlah galery di Kedungkandang, kemudian karya kreatif mereka dijadikan komoditas berharga yang dapat dijual di Pasar Seni Malang yang dikembangkan secara berimbang baik di sisi timur maupun barat. Ini tentu akan diminati para pelancong yang stop over di kota Malang.
Di sisi utara terdekat juga ada yang kosong seperti situs Singosari di Singosari atau yang terjauh yi Lawang tempat Ucok AKA Rock Band berasal. Jangan hanya hotel tempo doeloe seperti Niagara saja yang ditonjol-tonjolkan sebagai hotel mistis disana, tapi juga poles lagi villa-villa legacy Belanda di Lawang, dan akhirnya taruh beberapa galery dan pasar seni disitu. Arus pelancong keluar-masuk Malang dari Surabaya kan dapat dapat dicegat di titik terjauh batas utara kota Malang ini.
Wadouh, pikiran ke depan untuk kota Malang akan semakin jauh melayang ke Panderman, Bromo, Semeru, Arjuno, Dieng dst. 3 menit lagi jelang Pk. 00.00. Saya pun berpelukan sekeluarga menyambut tahun 2023 yang dalam doa kami kukuhkan sebagai Tahun Kasih.
Riuh rendah mercon yang melesat ke angkasa Malang baik di sisi utara maupun di sisi timur hanya sekelebatan saja, tapi cukup mengesankan, karena nggak malu-maluin kata anak saya. O iya neber. Iki Malang cak. Singo uedan!