Lain halnya dengan pegiat medsos yang telah melewati semacam halang rintang seperti Denny Siregar, atau pandai nyinyir politik anti kemapanan seperti Fadli Zon, Fahri Hamzah dll, pasti lumayan yang nge-like atau ngerespon dengan cuitan serta mentautkan link disitu.
Mereka para pesohor itu selalu berburu sesuatu yang lagi trending yang biasanya langsung dihashtagg pihak twitter seperti #Jokowiturun atau #Aniesjatuh atau #RockygerungKO #Ausiemencuripulaupasir dst. Nah, ini agak ramai, karena para pengekor akan membaca cuitan dan link-link yang ada di situ. Tak ayal akan semakin panjanglah adu waw waw dari para followers disitu.
Bagaimana medsos dapat mempengaruhi demokrasi, kesehatan mental dan hubungan di antara kita, kita belum melihat adanya perhatian serius dari para akhli.
Adu politik, adu kekayaan, adu ketenaran dan sebangsanya. Itu yang selalu trending di medsos kita kini. Kita seharusnya lebih intensif sekaligus ekstensif mempelajari dampak "big-tech" berskala besar terhadap masyarakat sebagai krisis disiplin, yi dimana para ilmuwan multi disiplin seharusnya bekerja dengan cepat untuk mengatasi masalah sosial yang mendesak, seperti bagaimana biologi konservasi mencoba melindungi spesies yang terancam punah atau penelitian ilmu iklim yang bertujuan menghentikan pemanasan global. Hal-hal seperti ini tak terlihat sama sekali di dunia medsos kita. Masih agak lumayan di UE.
Kurangnya pemahaman kita tentang efek perilaku kolektif dari teknologi baru adalah bahaya bagi demokrasi dan kemajuan sains. Misalnya perusahaan teknologi telah meraba-raba jalan mereka melalui pandemi Covid-19 sejak awal 2020 hingga sekarang.Â
Tak heran banyak dari kita yang tidak dapat membendung infodemik atau mis-informasi yang telah menghambat penerimaan masker dan vaksin secara luas, menghambat laju informasi tentang pemilu serentak 2024, IKN di Pasir Penajam Kalimantan timur, membuat rancu bantuan bencana alam baru-baru ini di Cianjur dst.
Jika kesalahpahaman ini dibiarkan dan tidak terkendali, akan timbul konsekuensi yang tidak diinginkan dari teknologi yang berkontribusi pada fenomena seperti pelanggaran pemilu, penyakit, ekstrimisme yang penuh kekerasan, kelaparan, rasisme dan perang.
Medsos serta berbagai teknologi internet yang lebih luas, termasuk pencarian secara algoritmik dan iklan berbasis klik, semuanya itu telah mengubah cara orang mendapatkan informasi dan membentuk opini tentang dunia. Dan mereka tampaknya melakukannya dengan cara yang membuat orang sangat rentan terhadap penyebaran mis-informasi dan dis-informasi. Contoh nyata sebuah kertas kerja -- makalah penelitian kesehatan yang dibuat asal-asalan -- dapat muncul tiba-tiba dan mensugesti "hydroxychloroquine" dapat mengobati Covid-19.Â
Tak lama setelah itu ada pemimpin dunia yang mempromosikannya, dan orang-orang pun berjuang untuk mendapatkannya, dan selanjutnya obat itu tidak tersedia bagi orang-orang yang membutuhkannya untuk pengobatan dalam kondisi lain. Ini adalah masalah serius di dunia medsos sekarang.
Kita dapat saja memiliki keping-keping informasi yang salah yang meledak dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan cara yang tidak pernah ada sebelumnya dalam ekosistem informasi kita.
Sekarang kita bisa saja membangun komunitas besar dengan orang-orang di dalamnya yang berpegang pada konstelasi keyakinan yang tidak didasarkan pada kenyataan seperi teori konspirasi. Ide anti Jokowi misalnya yang menyebar dengan cara baru.Â