Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Menimbang Pemilu Serentak dan Sistem Presidential Sekarang

22 November 2022   17:17 Diperbarui: 24 November 2022   11:17 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kotak suara rakitan dan petugas pemeriksa kotak suara. Foto : nasional.tempo.co

Aturan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold pertamakali diterapkan pada pemilu 2009. Saat itu ditetapkan syarat sebuah parpol bisa mendapatkan kursi di DPR memperoleh suara sekurang-kurangnya 2,5% dari jumlah suara nasional.

Lihat pasal 202 UU No 10 tahun 2008. Sedangkan aturan ambang batas parlemen pada 2009 belum berlaku untuk kursi DPRD propinsi dan kabupaten/kota.

Pemerintah kemudian memberlakukan ambang batas parlemen dalam pemilu 2014. Saat itu ditetapkan pasal 208 UU No 8 tahun 2012 yang mematok batas perolehan suara lebih tinggi, yakni 3,5% dari jumlah suara nasional, sebagai syarat bagi sebuah parpol bisa memperoleh kursi di DPR.

Peraturan ambang batas parlemen pada pemilu 2014 mulai diterapkan untuk DPR, DPRD propinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Namun kemudian MK memutuskan parliamentary threshold sebesar 3,5% tidak berlaku secara nasional dan hanya berlaku untuk DPR saja.

Aturan ini juga diberlakukan pada pemilu 2019, dan tercantum dalam pasal 414 dan 415 UU No 7 tahun 2017. Dalam UU itu ditetapkan sebuah parpol harus memperoleh suara sekurang-kurangnya 4% dari jumlah suara nasional untuk bsa memperoleh kursi di DPR.

Aturan itu berlaku secara nasional, sehingga partai yang lolos ambang batas parlemen nasional secara otomatis lolos masuk parlemen daerah. Sedangkan partai yang tidak lolos ambang batas parlemen nasional, tidak lolos untuk DPRD kabupaten/kota.

Presidential threshold

Presidential threshold adalah ambang batas perolehan suara yang harus diperoleh parpol dalam suatu pemilu untuk dapat mengajukan capres. Ini menjadi syarat bagi seseorang untuk dapat mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres dalam pemilu.

Dari pemilu ke pemilu, ambang batas pencapresan dan pencawapresan berubah-ubah. Indonesia pertamakali merumuskannya dalam UU No 23 tahun 2003 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

Pasal 5 ayat 4 UU itu menyatakan pasangan capres dan cawapres hanya dapat diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol yang memperoleh sekurang-kurangnya 15% jumlah kursi DPR atau 20% dari perolehan suara sah nasional dalam pemilu anggota DPR.

Ketentuan ambang batas itu pertamakali diterapkan dalam pemilu 2004, bertepatan dengan pertamakalinya Indonesia melaksanakan pilpres secara langsung. 5 tahun setelahnya atau pada pilpres 2009, besaran presidential threshold berubah. Hal ini diikuti dengan berubahnya UU Pemilu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun