Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Kerang Biru dan Dermaga Biru Muara Kamal Jakarta Utara

9 November 2022   17:38 Diperbarui: 11 November 2022   17:01 4680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kapal nelayan yang sandar di Dermaga Kamal Muara. Foto : Parlin Pakpahan.

Kerang Biru dan Dermaga Biru Muara Kamal Jakarta Utara

Awalnya jenuh lantaran hujan mulu di Depok Bolanda, dan ingat si bungsuku Adrian Aurelius yang sudah beberapa waktu ini kutinggal, juga ingat cs baru Wira, Tony dkk yang nge-lawyer di Firma Hukum Kameca (Kalah Menang Cair), Joyogrand, Malang. Dan sialnya aku juga lagi bosen dengan kuliner Jabodetabek, dan ujug-ujug teringat kuliner heboh Mie Bakar Celaket yang sempat kutulis beberapa waktu lalu ketika melepas kangen ke Cor Jesu di bilangan Jakgung Suprapto, lagi-lagi downtown Malang. Oalahh!

Kalau di Malang sono yang kate anak Jekarte masih kampungan, tapi menurutku sih nyegerin begitu dan lingkungannya serba hijau dan asri, apalagi pohon Tabebuya yang ditanam Walkot Sutiaji di bilangan Kajoe Tangan Heritages bakalan ngejreng warna-warninya tak lama lagi pasca pemolesan downtown Malang akhir 2022 ini. Baru nyahok kelen!

Setelah diomelin doi kemarin karena bisa nyemplung ke laut katanya kalau ke Kepulauan Seribu, Hadehh. Akupun Senin 8 Nopember pagi itu ngeloyor ke Stadel atau Setasiun Depok Lama atau Setasiun Depok Bolanda. Kuda besi yang gede ampe 10 gerbong gini memang kenderaan kebangsaanku. Aku sudah cukup lama kismin nggak lagi bawa mobil sendiri. Tapi meski kismin. Asyik-asyik aja. Bisa ngobrol sama the other men or women ntah itu kaya atau kismin atau backpacker-an, bahkan ama tukang combro di depan UBK di bilangan Cikini sana. Asyik kan. Mana lagi combronya uenak.

Tugu Persada Nusantara di Bundaran Kamal, Jln Kapuk Kamal Raya, Jakarta Utara. Foto : Parlin Pakpahan.
Tugu Persada Nusantara di Bundaran Kamal, Jln Kapuk Kamal Raya, Jakarta Utara. Foto : Parlin Pakpahan.

Kota Tua Sudah Banyak Berubah

Nyampe sudah ke setasiun kota. Akupun keluar ke arah Jln Lada. Bilangan kota tua sudah banyak berubah kamerad. Perasaanku setasiun kota di Pinangsia ini rapi banget sekarang.

Kota tua Batavia bagaimanapun harus dijaga dan dikonservasi optimal memang. Kalau tidak tau sendirilah. Ke arah jalan Lada mobil nggak seliwar-seliwer lagi, tapi ada entrancenya dan langsung parkir. Lurus terus Jln Lada ya bangunan-bangunan tempo doloe di kota tua. Sebelah kanan sudah ada halte Transjakarta. Lurus jalan searah melewati pintu masuk setasiun yang berhadapan dengan Jln Jembatan Batu yang ada Museum Mandiri (doeloe Nederlandsche Handel-Maatschappij NV) dan samping Bank Mandiri, kita bisa langsung ke Mangga Dua dan Ancol.

Cangkang Kerang Biru, Dermaga Biru Kamal Muara, Jakarta utara. Foto : Parlin Pakpahan.
Cangkang Kerang Biru, Dermaga Biru Kamal Muara, Jakarta utara. Foto : Parlin Pakpahan.

Lagi asyik-asyiknya ngebuka gerbang memori, tiba-tiba gerimis. Aku terpaksa nongkrong dulu di shelter posko terpadu tamansari di taman setasiun yang berhadapan dengan Museum Mandiri. Sadar gerimis gini bisa awet, masa bodohlah aku langsung ngeklik Grabbike. Terbaca nama drivernya Ferdinand Marcos Sirait. Wah ini sih pasukan bodrex-nya Pak Luhut. "Ke Marina Ancol ngapain Pak," tanya Marcos. "Ngapain lagi kalau bukan cari info apa, kapan. bagaimana dan how much pp ke kepulauan Seribu ntah itu pulau Onrust atau Kelor dst dari Dermaga Marina," jawabku.

Setasiun Kota-Ancol hanya kl 3 Km. Tadinya mau masuk dari pintu barat, taunya tutup. Kami meluncur ke pintu timur. Busyet ribet barikade masuknya. Dan sial ternyata harus bayar meski hanya cari info. "Apa dasarnya. Aturan pemerintah atau aturan dewe?' tanyaku. "Pokoknya harus bayar Pak meski sekadar cari info dan tak berwisata," jawabnya lagi. "ya, sudah makanlah Ancol itu," kataku kesal.

"Sudah Marcos, antar saya ke titik lain dimana saya bisa naik online atau apapun ke Dermaga Muara Kamal. Ancol mengesalkan. Ini sih bukan dermaga wisata apalagi daerah wisata, tapi daerah mata duitan," kataku. "Siap Pak," sahut Marcos.

Kapal nelayan yang sandar di Dermaga Kamal Muara. Foto : Parlin Pakpahan.
Kapal nelayan yang sandar di Dermaga Kamal Muara. Foto : Parlin Pakpahan.

Aku diturunkan Marcos di setasiun Krl Ancol tak jauh dari pintu timur Ancol dan lanjut dengan B 01 sampai Jembatan 3, lalu lanjut lagi dengan B 06 sampai ke bundaran Kamal. Setelah nenggak Kopiko dingin Majora di Bundaran Kamal yang ada tugunya bernama Tugu Persada Nusantara, Jln Kapuk Kamal Raya No. 3, aku nge-Gojek ke Dermaga Biru yang berjarak hanya kl 1,5 Km itu. Berdasarkan google map lo.

Sampai sudah di Dermaga Biru Muara Kamal. Persis jelang tengah hari. Di sebelahnya ada TPI. Yang terpenting  ada narsum Agus Ismail (48) dan ada Roy (40-an). Keduanya anak Bugis yang sudah lama settled di Muara Kamal. Keduanya adalah kenalan pertamaku di bilangan itu, cukup dengan say hello dan keep smiling meminta bantuan keduanya untuk memberi penjelasan ini itu dan ono seputar Muara Kamal, lalu ke depannya ya pengen ke kepulauan seribu. Apa dan bagaimana serta how much beaya kapal pp kesana.

Agus ciamik menjelaskan semuanya. "Banyak kapal dari sini yang ke kepulauan Seribu Pak. Dua di antaranya Sinar Jaya dan Bunga Susi dengan kapasitas 30-40 penumpang. Khusus keduanya siap melaju ke kepulauan Seribu pada Pk 07.00 pagi dan kembali lagi ke Kamal Pk 16.00 sore," demikian Agus mengawali.

Kelompok Ibu-Ibu Nelayan Pengrajin Kerang Biru di RW 04, Kamal Muara. Foto : Parlin Pakpahan.
Kelompok Ibu-Ibu Nelayan Pengrajin Kerang Biru di RW 04, Kamal Muara. Foto : Parlin Pakpahan.

"Bagaimana gus dengan ongkosnya. Ngejitak atau bagaimana. Masalahnya saya tadi ke Dermaga Marina Ancol. Belum apa-apa sudah mau digorok di pintu masuk pertama. Padahal hanya mau nanya doang berapa ongkos kapal pp ke kepulauan Seribu," tanyaku.

"Wah, kalau Dermaga Marina, Ancol, memang begitu Pak. Asal tau, ongkos sekali jalan saja dari sana dengan kapal mereka antara 150-200 ribu. Belum dipungli lain-lain. Baliknya juga begitu. Hitung aja kena berapa tuh pp Marina-kepulauan Seribu setelah ditambah beaya lain-lain. Ngeri," sahut Agus.

"Kalau ada singkek nakal memang begitu gus. Semoga nanti dievaluasi Plt Gubernur DKI yang baru yi Heru Budi Hartono. Heru menggantikan posisi Anies Baswedan yang telah menyelesaikan masa jabatannya pada Minggu, 16 Oktober ybl. Katanya sih Plt Gubernur DKI  Heru yang bermasa kerja hanya setahun ini energic dan care orangnya. Semoga," sahutku.

Pak Erang, nelayan dan pengusaha kerang biru olahan di RW 04, Kamal Muara. Foto : Parlin Pakpahan.
Pak Erang, nelayan dan pengusaha kerang biru olahan di RW 04, Kamal Muara. Foto : Parlin Pakpahan.

"Bagaimana pelayarannya, apa lurus satu pulau doang atau bagaimana," tanyaku.

"Begini Pak. Pilih yang reguler setiap Sabtu dan Minggu saja. Masalahnya kalau berangkat sendiri, ntah kapan pun itu, hitungannya harus senilai dengan full penumpang yi 30-40-an orang. Maka penumpang tunggal digedor 500 ribu. Itu palingan hanya ke satu pulau, syukur-syukur bisa lebih," kata Agus.

"Lha, ngejitak dong kalau begitu," sahutku.

"Ya nggak dong Pak. Kan ada pilihan pelayaran reguler untuk berwisata ramai-ramai ke kepulauan Seribu. Yang reguler ini jadwalnya tetap yi persiapan berangkat kl Pk. 07.00 pagi. Para penumpang sudah berdatangan ke dermaga mulai Pk 04.00 sampai Pk 07.00 pagi. Kalau kapal sudah full, kita langsung berangkat. Pokoknya, paling lambat Pk 08.00 pagi kita sudah berangkat. Nah kalau begini, ongkosnya jadi murmer. Sekali jalan hanya 50 ribu. Baliknya pun demikian. Kita berangkat dari sebelah gedung ini. Semua kapal ditambatkan disitu memanjang dari hulu dekat jembatan hingga ke hilir dekat bibir laut," demikian Agus.

Kelompok Ibu-Ibu Nelayan Pengrajin Kerang Biru di RW 04, Kamal Muara. Foto : Parlin Pakpahan.
Kelompok Ibu-Ibu Nelayan Pengrajin Kerang Biru di RW 04, Kamal Muara. Foto : Parlin Pakpahan.

"Obyeknya bisa berapa pulau tuh. Jangan-jangan hanya ke pulau Onrust doang," tanyaku lagi.

"Tidak Pak. Kita berlayar ke tiga pulau, yi Kelor, Onrust dan Cipir. Ada jeda 2 jam-an-lah setiap pulau. Yang agak lama di pulau Kelor. Bisa 3 jam-an. Dan sesuai jadwal, paling lambat kita sudah start berlayar pulang ke Kamal kl Pk 16.00 sore. Setiap jeda di sebuah pulau Bapak bisa ambil foto sesuka hati. Rata-rata 2 jam di setiap pulau, dipastikan obyek foto yang telah direncanakan akan dapat dijepret semuanya," jelas Agus.

"Ok gus. Tks atas infonya. Saya pilih berangkat Sabtu saja ntah kapan pun itu. Maka tolong no hpmu ya agar bisa saya hubungi setiap saat. Dan sekarang saya pengen jalan-jalan seputar Dermaga Biru ini untuk ambil foto-foto penting ntah apapun itu," kataku.

Agus kemudian memberitahu dermaga tambatan dan pemberangkatan kapal persis di sebelah kanan Dermaga Biru ini. Yang di sebelah lagi adalah TPI yang sudah lama ada, sedangkan Dermaga Biru, usianya baru 10 tahunan-lah.

Setasiun Krl Ancol, Jakarta Utara. Foto : Parlin Pakpahan.
Setasiun Krl Ancol, Jakarta Utara. Foto : Parlin Pakpahan.

Saya pun melaju ke arah yang dipandu Agus Ismail. Saya lihat ada sejumlah kapal ikan rakyat yang ditambatkan di kiri-kanan muara. Saya mulai jeprat-jepret setelah sebelumnya menjepret Gedung Dermaga Biru dari arah depan dan belakang, termasuk bangunan tua TPI yang saat itu kosong, karena lelang ikan baru dimulai Pk 00.00 dan selesai Pk 07.00 setiap harinya. Kapan saya bisa datang kesini pada jam gawat darurat begitu. Hadehh.

Potensi Wisata Bahari

Kampung Nelayan Muara Kamal, Jakarta Utara, saya akui memang memiliki potensi wisata bahari dan pelabuhan karena letaknya yang berada di pesisir, meski terkesan kumuh karena penduduknya yang padat.

Kelurahan Kamal Muara memiliki jumlah penduduk sebesar 15.805 jiwa, dengan luas lahan 1.503 hektar. RW 04 memiliki jumlah penduduk sebesar 3.273 jiwa, dengan luas lahan 41 hektar. RW 04 merupakan RW terpadat di Kelurahan Kamal Muara dengan kepadatan penduduk sebesar 79,83 jiwa/ha. Dan RW dengan kepadatan tertinggi kedua yaitu RW 01 dengan kepadatan sebesar 35,94 jiwa/ha.

Kampung Nelayan yang berada di RW 04 dimana saya sedang jeprat-jepret merupakan permukiman yang padat penduduk dan kumuh. Tapi saya meyakini, itu semua bisa diubah dengan konsep eco wisata sekarang. Misalnya menjadikan kampung ini menjadi titik start penyeberangan ke kepulauan Seribu. Di samping itu perkampungan yang didominasi orang Bugis ini terkenal dengan pasar serta pelelangan ikannya. Ini yang perlu dipoles dengan eco wisata agar publik luas di seantero Jabodetabek dapat mengenalnya lebih dekat. Dan ini hanya bisa bila TPI dan pasar ikan di sekitarnya dapat dipercantik dengan pendekatan alam pesisir dan budaya lokal yang menyertainya, dalam hal ini Bugis selaku unsur dominan, Jawa dan Sunda selaku penyerta.

Profil Pak Erang, Nelayan dan Pengusaha Kerang Biru olahan di RW 04 Kamal Muara. Foto : Parlin Pakpahan.
Profil Pak Erang, Nelayan dan Pengusaha Kerang Biru olahan di RW 04 Kamal Muara. Foto : Parlin Pakpahan.

Yang terasa kurang kalau kita mengakses kesini adalah kepadatan lalu lintasnya, karena jalan Kapuk Kamal memiliki ROW atau Right Of Way atau Damija atau Daerah Milik Jalan yang kecil yaitu 9 meter dan berada dilingkungan industri.

Tanggul Pesisir

Proyek tanggul Jakarta atau Giant Sea Wall tak lepas dari dorongan para akhli dalam negeri yang konsisten meneliti penurunan permukaan tanah di Jakarta dan andil kehadiran pakar internasional.

Tanggul raksasa ini diharapkan bisa jadi penangkal gelombang laut menggenangi daratan Jakarta yang dinilai semakin turun permukaannya sehingga berpotensi tenggelam.

Pembangunan tanggul merupakan salah satu Proyek Strategis Nasional. Pembangunan tanggul di muara sungai pesisir Jakarta adalah perlu, karena daerah pesisir rentan dengan banjir, baik dari hujan berintensitas tinggi, limpahan sungai, maupun air laut.

Total Panjang tanggul laut yang akan dibangun melintasi wilayah DKI Jakarta, Kabupaten Tangerang, dan Kabupaten Bekasi yaitu sepanjang 120,27 Km, terdiri dari tanggul pantai 62.63 Km dan tanggul muara sungai sepanjang 57,64 Km.

Prototipe kapal-kapal nelayan Muara Kamal. Foto : Parlin Pakpahan.
Prototipe kapal-kapal nelayan Muara Kamal. Foto : Parlin Pakpahan.

Pembangunan tanggul laut aliran Barat (Kamal Muara) untuk tahun tahun 2018 direncanakan sepanjang 250 m; tahun 2019 direncanakan sepanjang 180 m; tahun 2020 direncanakan sepanjang 140 m; tahun 2021 direncanakan sepanjang 300 m; dan tahun 2022 direncanakan sepanjang 300 m. Total 1.170 m.

Berdasarkan RPJMD DKI tahun 2017, hingga 2022 terdapat rencana pembangunan tanggul yang akan dibangun di Kelurahan Kamal Muara. Pembangunan tsb bertujuan untuk menahan air di daerah pesisir Jakarta Utara khususnya di Kelurahan Kamal Muara, karena daerah pesisir rentan terhadap banjir yang diakibatkan oleh limpahan sungai, laut dan intensitas hujan yang tinggi.

Pada tahun 2019 pembangunan sudah mulai berjalan dengan pembangunan di sekitar dermaga dan pasar ikan Kamal Muara. Sayang, 3 tahun terakhir ini mandeg, kata Roy.

Tanggul Laut Giant Sea Wall

Dikutip dari situs Komite Percepatan Penyelesaian Infrastruktur Prioritas, pembangunan tanggul laut Jakarta yang bernilai investasi 5.677 trilyun dilaksanakan 3 fase : Fase A dimulai dengan peletakan batu pertama pada Oktober 2014 atau di akhir era Esbeye. Fokusnya, penguatan dan pengembangan tanggul-tanggul sepanjang 30 Km dan membangun 17 pulau buatan di Teluk Jakarta. Pembangunannya kemudian diperkuat di era Jokowi; Fase B fokus pada pembangunan tanggul laut di bagian barat dan waduk besar, diperkirakan akan dibangun pada 2018 sampai 2022. Namun, sejauh ini tahap tsb belum juga terlaksana; Fase C difokuskan untuk pembangunan tanggul laut bagian timur yang akan dibangun setelah 2023.

Sayang, tak semua berjalan sesuai rencana. Proyek reklamasi ini ditolak oleh warga dan aktivis lingkungan. Tanggul Jakarta dinilai memiliki desain yang tak bersahabat dengan lingkungan dan itu menyulitkan nelayan mencari ikan.

Jubir Kementerian PUPR Endra S. Atmawijaya mengakui saat ini pembangunan tanggul yang menjadi tanggungjawab pemerintah pusat masih fokus pada tanggul di bibir pantai. Giant Sea Wall belum mulai. Dengan kata lain, tanggul pantai dikerjakan hingga sekarang, sedangkan tanggul lautnya belum.

Kerang Biru dan Konsistensi Warga Kamal Muara

Komunitas nelayan Kamal Muara yang tetap konsisten membangun tanggul muara dan pesisir, meski mandeg pasca 2019, sampai sejauh ini terlihat santai-santai saja menyikapi apa maunya pemerintah pusat dan Pemprop DKI Jakarta.

Mandegnya Giant Sea Wall membuat mereka justeru semakin getol dalam antaran wisata bahari PP ke kepulauan Seribu dan "catching fish" di teluk Jakarta hingga melampaui kepulauan Seribu. Mereka cukup bangga dengan konsistensi mereka dalam membangun tanggul pesisir, khususnya di Muara Kamal.

Jelang sore dan bersiap kembali ke Depok Bolanda, di pertengahan dermaga antara hulu dan hilir, saya terpesona melihat sekelompok Ibu-Ibu Nelayan sedang bekerja jadi pengrajin kerang biru. Lalu saya lihat seorang laki-laki sedang merebus sesuatu di dua wadah besar yi potongan drum yang telah dimodifikasi jadi alat untuk merebus kerang biru.

Laki-laki itu bernama Erang (47). Itu pengakuannya setelah kami berkenalan dan bertegursapa.

"Bagaimana proses pengolahan kerang biru ini dan berapa harganya Pak," tanyaku.

"Kalau kerang biru yang sudah dilepas dari cangkangnya atau sudah bersih. Harga per kgnya Rp 25 ribu. Kalau yang masih di dalam cangkang Rp 50 ribu per ember. Per ember rata-rata 10 Kg," kata Pak Erang.

"Pengolahannya memang seperti ini Pak Erang. Ramai-ramai dikerjakan oleh kaum Ibu setelah kerang selesai direbus di kedua drum besar itu," tanyaku lagi.

"Warga di sini, khususnya warga RW 04 dan RW 01, hampir semuanya nelayan. Hasil kerang biru cukup banyak setiap pulang melaut. Ini menjadi semacam kerajinan disini. Kerang biru atau apapun hasil laut yang akan diperdagangkan selama beberapa hari, tentu harus direbus dan digarami, agar lebih awet dan lebih pasti hasil penjualannya. Hasil tangkapan laut yang dijajakan dalam keadaan segar. Itu jenis-jenis tertentu yang cepat habis hari itu juga, atau paling lambat besok. Yang lainnya seperti kerang biru akan cepat membusuk. Maka kami merebusnya dan memilahnya menjadi dua macam dagangan yang berbeda harganya sebagaimana saya kemukakan tadi," demikian Erang.

"O begitu. Sebetulnya pengen lebih jauh Pak. Tapi sudahlah. Capek soalnya. Tks ya Pak Erang dan kalian Ibu-Ibu Pengrajin Kerang Biru Kamal Muara. Keren deh foto Ibu-Ibu disini. Ntar saya kirim via Pak Agus. Semoga sukses ya. Ciaoo," ujarku seraya pamit dari warga di kawasan perkampungan RW 04, tepi dermaga kamal muara.

Aku kembali ke Dermaga Biru dan pamitan dengan Agus Ismail dan Roy. "Well, Agus dan Roy, ntar saya hubungi ya kalau sudah terasa fresh benar untuk berwisata ke kepulauan Seribu."

Bye Bye Dermaga Biru dan Kamal Muara.

Depok Bolanda, Wed', Nov' 09, 2022.

Agus Ismail dan gedung Dermaga Biru tampak muka-belakang, Kamal Muara. Foto : Parlin Pakpahan.
Agus Ismail dan gedung Dermaga Biru tampak muka-belakang, Kamal Muara. Foto : Parlin Pakpahan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun