Aktualisasi Diri Ala Soren Kierkegaard
C. Stephen Evans adalah salah satu cendekiawan terkemuka yang piawai membedah pemikiran filsuf Denmark Soren Kierkegaard. Ini bisa kita lihat dalam karyanya yang bertajuk "Kierkegaard and Sprituality, accountability as the meaning of human existence."
Evans mampu memahami Kierkegaard secara mendalam. Dia menunjukkan Kierkegaard sebagai seorang penulis Kristen yang mendalam yang berusaha menunjukkan kebenaran eksistensial agama untuk setiap manusia serta tantangan yang ada disitu. Dia berhasil menunjukkan bahwa Kierkegaard adalah seorang penulis spiritual.
"Spiritualitas" adalah kata yang sangat sering digunakan saat ini dan hanya sedikit orang yang mengidentifikasi Kierkegaard dengan spiritualitas, tetapi Evans menunjukkan bahwa spiritualitas dan pentingnya hubungan dengan Tuhan, Yang Mutlak, Yang Kekal (bagaimanapun dapat digambarkan), adalah inti dari menjadi manusia. Kierkegaard telah menunjukkan apa artinya menjadi seorang individu, apa artinya menjalani kehidupan yang terpenuhi.
Bagi Kierkegaard, spiritualitas selalu bersifat relasional. Pertanyaannya adalah dengan apa individu terkait. Keterkaitan dalam arti mencerminkan manusia seperti apa seseorang itu. Seseorang yang relasional dalam hal barang-barang terbatas, apakah ini uang, jenis kelamin, kekuasaan, reputasi, kebangsaan, politik, atau isteri dan keluarga. Rerata relasi seperti itu tidak manusiawi. Hanya orang yang benar-benar berhubungan dengan Tuhan, yang berusaha untuk hidup "coram deo" (hidup di hadirat Tuhan secara rohani) yang dapat mendekati spiritualitas sejati.
Tidak seorang pun yang bisa puas dengan kekristenan sosial yang ditemukan di gereja-gereja dan katedral dimana pun di seluruh dunia. Bagi Kierkegaard, manifestasi lahiriah dari Kekristenan adalah sebuah lapisan. Gereja mungkin --- atau, seperti yang dijelaskan Kierkegaard, sering kali tidak membantu dalam mengembangkan hubungan dengan Tuhan.
Hubungan dengan Tuhan ini menuntut tindakan di dunia dan transformasi individu. Bagi Kierkegaard, ini mengarah pada penderitaan dan rasa bersalah yang tak terhindarkan. Berusaha untuk hidup dengan cara ini akan membawa pertentangan. Ini membutuhkan komitmen total yang menantang namun juga membebaskan. Ini membawa kegagalan yang nyata dan seringkali penolakan duniawi, namun harapan dan keyakinan, karena tidak ada yang dapat memisahkan individu dari kehidupan yang benar-benar didasarkan pada Tuhan.
Di dunia Kristen, kalangan Protestan tidak pernah terdengar memiliki orang yang disucikan sebagai Santa atau Santo. Setidaknya mereka tak pernah mengklaim-nya.Lain halnya jika dikonsultasikan dengan mata, jari dan hati. Boleh saja kita menampik tidak punya orang yang disucikan, karena khawatir hal itu akan mengganggu identitas yang dari sononya berlabuh pada gagasan bahwa protestan adalah orang yang melawan dan memprotes ritual dan jalan hidup saudara tuanya yang Roma Katholik.
Tapi tidak peduli apa yang ada di pikiran kita, mata, jari, dan hati kita akan mengatakan yang sebenarnya bahwa kita punya orang suci yang tersembunyi di "closet" (bisa dalam arti tersembunyi di lemari, bahkan bisa dalam arti tersembunyi di WC).
Penulis manakah yang Anda baca saat Anda benar-benar haus akan pengetahuan?Kehidupan siapa yang menginspirasi Anda?Siapa yang membuat Anda ingin menjadi manusia yang lebih baik?Itulah dia orang yang Anda sucikan.
Filsuf dan teolog Denmark Sren Kierkegaard adalah salah satunya. Katakanlah Kierkegaard sebagai Direktur Spiritual kita sekarang.
Spiritualitas yang Salah
Spiritualitas Kierkegaard meliputi tiga bidang utama yang cukup luas.Dia pertama-tama menguraikan dasar alami dari spiritualitas kita, kemudian bentuk-bentuk keliru dari spiritualitas kita, dan terakhir gagasan Kierkegaard tentang spiritualitas Kristen yang khas.
Setiap orang pada dasarnya spiritual, kata Kierkegaard, karena kita diciptakan oleh Tuhan yang telah menganugerahi roh kepada kita.Ketika kita menggunakan "dimensi kekal" sebagai landas luncur dan kompas untuk berhubungan dengan sang Pencipta, maka kita telah menggunakannya dengan tepat sesuai kodrat kita.Ketika kita menggunakannya untuk mendasarkan diri kita pada sesuatu yang bukan Tuhan, maka kita telah menggunakannya secara tidak tepat dan biasanya kita terjerembab pada bentuk-bentuk keputusasaan, karena spritualitas model begitu tidak sanggup memberi hasil utama yang kita inginkan.Hati ini menginginkan sumbernya, tapi spritualitas yang salahkaprah itu menginginkan sesuatu yang tak terbatas.
Visi spiritualitas Kierkegaard itu dapat dibingkai dalam istilah "aktualisasi diri".Kita semua ingin menjadi sesuatu dan menjalani hidup ini sepenuhnya.Tetapi dengan begitu banyaknya jalan yang mungkin bisa diambil, kita cenderung mengembara dan menemukan diri kita tersesat.Mereka semua berupaya untuk mendasarkan identitas dan pencapaian sesuatu yang terbatas, sesuatu yang justeru bukanlah Tuhan. Ini bukanlah aktualisasi diri yang sejati, sebab Tuhan telah menciptakan dan merancang kita menjadi sebuah jatidiri yang berhubungan dengan-Nya.
Kita sering mencemooh pernyataan, "saya spiritual, tapi tidak religius."Ini karena kita semua mengikatkan diri kita kepada seseorang atau sesuatu, dan berbagai bentuk penghormatan dan kewajiban secara alami yang mengikutinya. Bentuk-bentuk spiritualitas yang salah ini telah menghadirkan filosofi Kierkegaard dalam "Sickness Unto Death"(penderitaan hingga kematian) - sebuah karya eksistensialisme kristen tentang konseppenderitaan yang disandingkan dengan konsepdosa, terutamadosa asal - dalam kiasan "spiritual but not religious"atau "spiritual tetapi tidak religius", sebuah metafora yang memberi sedikit bobot kognitif.
Ada banyak spiritualitas non-Kristen atau "sekular" di luar sana. Kierkegaard membahas, bahkan kadang-kadang memuji beberapa dari spiritualitas "generik" ini dalam tulisannya. "Spiritualitas Socrates" misalnya, karena Kierkegaard sangat menghormati Socrates. Meskipun dia adalah murid Yesus, Socrates adalah gurunya. Saya pikir kita bisa menyetujui Kierkegaard bahwa setidaknya ada beberapa bentuk spiritualitas kalangan "pagan" (politeisme) yang cukup bijaksana dan bernilai serta ada bentuk spiritualitas tertentu di lingkungan Kristen yang secara fundamental memiliki kelemahan.
Rutinitas dan Ritual
Spiritualitas Kierkegaardian sebagai masalah aktualisasi diri pasti akan menghangatkan hati kita yang suka menjajakan "selfie atau diri sendiri" dan mem-posting meme menantang di internet yang berbunyi, "Jangan biarkan siapa pun menggurui Anda." Kita telah lama menemukan diri sendiri dan menjadi diri sendiri.Tetapi dalam gaya Kierkegaardian yang khas, inilah saat yang tepat ketika Socrates Denmark itu membalikkan keadaan dan bertanya : Aktualisasi diri siapa yang sedang kita bicarakan?Dan menurut standar moral yang mana?Anda harus memilih.
Salah satu aspek dari pemikiran Kierkegaard yang tetap relevan hingga kini, adalah kritik filsuf Denmark itu terhadap guru, pemimpin dan pendeta.Kierkegaard sudah lama menahan kritiknya terhadap gereja, dan ketika dia melepaskan kritiknya di kemudian hari, dia melakukannya dengan kata-kata yang kasar dan "ad hominem" (cenderung menyalahkan pihak lawan dengan argumen yang salah).Tetapi kritik Kierkegaard terhadap Susunan Kristen, gereja yang mapan, dan para pemimpin yang dia kenal secara pribadi layak untuk dipertimbangkan di zaman kita sekarang.Jika kita tidak bergerak atau bertindak seperti Kristus, mungkin kita bukanlah Kristen.Lebih banyak pendeta Kristen dan kita semua perlu mendengar itu, dan mengindahkannya.
Bagaimana tepatnya kita hidup di hadapan Tuhan dan bertanggungjawab kepadanya?Dari pandangan Kierkegaard, itu pasti dari persekutuan dan pembacaan Alkitab secara pribadi.Tetapi sejauh mana itu dapat membentuk roh seseorang, membantu kita menjadi makhluk ciptaan Tuhan yang menjadi diri sendiri, belum begitu jelas.Kierkegaard sendiri dibentuk di luar dua pengalaman tsb.Dia memiliki rutinitas dan ritualnya sendiri yang membentuk kontur spiritualitasnya, seperti perjalanan remajanya dengan ayahnya, perbincangan filosofis dengan tetangganya di Kopenhagen, perjalanan reflektifnya ke pedesaan, bahkan perjalanan teaternya.Evans tidak menyebutkan rutinitas dan ritual ini, tetapi pada poin-poin penting itulah aktualisasi diri Kierkegaard.
Jika Kierkegaard adalah pembimbing spiritual kita, lalu bagaimanakita mengaktualisasikan diri?Jika formasi spiritual Kierkegaardian adalah masalah "aktualisasi diri," maka kita harus menekan pembimbing spiritual kita untuk memberikan bimbingan praktis seperti itu. Untuk jelasnya kita perlu magang.Peralatan "aktualisasi diri" ada di sana, tetapi kita tidak tahu bagaimana menggunakannya dengan benar.Kita perlu latihan dan bantuan orang lain memfasilitasi dan menopang formasi spiritual kita.Kita butuh doa syafaat, persahabatan Kristen dan pengawasan pastoral untuk menjalani kehidupan yang bertanggungjawab di hadapan Tuhan.Kita butuh sejumlah rasul alkitabiah dan rasul generik dalam hidup kita.
Apakah Kierkegaard orang suci di zaman kita.Role idol boleh jadi. Yang pasti Kierkegaard adalah jenis pembimbing spiritual yang tidak ingin memisahkan hidup yang benar dari hidup suci, atau memisahkan etika dari spiritualitas. Itulah Kierkegaard dan kita membutuhkannya sekarang.
Kierkegaard percaya orang Kristen-Katholik dalam komunitas Oikumene sekarang perlu mempertahankan standar etika yang lebih tinggi daripada Aristoteles dan Immanuel Kant.Panggilan dari Tuhan mengatur ulang sandaran moral kita.Wahyu menentukan lapangan bermain.Janganlah membaca Kierkegaard asal baca. Tapi, kita langsung saja mengubah pikiran kita untuk "heueuh" melakukan aktualisasi diri ala Kierkegaard.
Akhirnya milikilah buku bagus ini yi "Kierkegaard and Spirituality : Accountability as the Meaning of Human Existence (Kierkegaard as a Christian Thinker)", C. Stephen Evans, Eerdmans Publishing Co, 224 hal. Beli online azza di Amazon, Cuma 19,99 GBP atau US $ 22,40 atau Rp 350.000.
Depok Bolanda, Fri', Oct' 28, 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H