Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Awas Ancaman Nuklir Gegara Bom Kotor Ukraina

27 Oktober 2022   13:58 Diperbarui: 27 Oktober 2022   14:15 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jamur Nuklir. Foto: theatlantic.com

Perkembangan terakhir dalam konflik Rusia Vs Ukraina dimana Kyiv diduga siap memainkan Bom Kotornya dalam aksi balasan terhadap Rusia dan sebelum itu terjadi Rusia disebut-sebut akan membombardir habis rantai bom kotor itu dengan armada drone bunuh diri yang tak berkeputusan.

Apabila itupun tak juga berakhir, dikhawatirkan ancaman nuklir ke depan ini bukan lagi sekedar permainan kata dari Putin. Perang terbatas yang seharusnya teoritis habis dalam waktu paling lama 3 bulan, dan sekarang faktanya perang terbatas itu menjadi berkepanjangan dan telah berjalan 8 bulan, maka di kalangan elang pemangsa, pilihan militer untuk nuklir tentu akan dipertimbangkan di meja komando. Ukraina bertahan sejauh ini hanya karena bantuan Nato. Tanpa Nato, boleh jadi perang terbatas itu sudah selesai sejak kemarin. Semua geregetan.

Menyikapi perkembangan ini, Science Daily belum lama ini menggelontorkan sebuah tulisan yang dikembangkan dari hasil simulasi Professor Cheryl Harrison dkk dari LSU atau Universitas Lousiana. Harrison memberikan informasi yang gamblang tentang dampak global perang nuklir (lih science daily https://tinyurl.com/2ldmh4ls).

Tim peneliti mencoba beberapa simulasi komputer untuk mempelajari dampak perang nuklir skala regional dan lebih besar pada sistem Bumi mengingat kemampuan perang nuklir saat ini. Tercatat, ada sembilan negara saat ini (AS, Rusia, China, Inggeris, Perancis, India, Pakistan, Israel, Korea Utara) yang mengendalikan lebih dari 13.000 senjata nuklir di dunia, demikian Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm.

Dalam semua skenario simulasi para peneliti, badai api nuklir akan melepaskan jelaga dan asap ke atmosfer atas yang akan menghalangi Matahari yang mengakibatkan gagal panen di seluruh dunia. Pada bulan pertama setelah ledakan nuklir, suhu global rata-rata akan turun sekitar 13 derajat Fahrenheit, perubahan suhu yang jauh lebih besar dibandingkan dengan Zaman Es terakhir yang pernah dialami planet bumi.

Siapa mengebom siapa. Tak dipersoalkan. Itu bisa saja India atau Pakistan atau Israel atau Nato dan Rusia. Begitu asap dilepaskan ke atmosfer atas, itu akan menyebar secara global dan mempengaruhi semua orang.

Suhu laut akan turun dengan cepat dan tidak akan kembali ke keadaan sebelum perang bahkan setelah asap menghilang. Saat bumi semakin dingin, es meluas lebih dari 6 juta mil persegi dan di kedalaman 6 kaki di beberapa cekungan, itu akan menghalangi pelabuhan utama seperti Pelabuhan Tianjin di Beijing, Kopenhagen, St. Petersburg, Tanjung Priok dst. Es akan menyebar ke daerah pantai yang biasanya bebas es dan itu akan menghalangi pelayaran kapal kargo melintasi Belahan Bumi Utara, sehingga sulit untuk mendapatkan makanan dan pasokan ke beberapa kota seperti Shanghai, Jakarta, Tokyo dst di mana kapal tidak siap menghadapi laut yang terdampak nuklir.

Penurunan mendadak dalam cahaya dan suhu laut, terutama dari Arktik ke Atlantik Utara dan Samudera Pasifik bagian utara, akan menggerogoti ganggang laut, yang merupakan dasar dari jaring makanan laut, yang pada dasarnya menciptakan kelaparan makhluk hidup di lautan. Ini akan menghentikan sebagian besar penangkapan ikan dan akuakultur.

Para peneliti kemudian mensimulasikan apa yang akan terjadi pada sistem Bumi jika AS dan Rusia menggunakan 4.400 senjata nuklir dari rerata 100 kiloton untuk mengebom kota-kota dan kawasan industri, yang mengakibatkan kebakaran yang mengeluarkan 150 teragram, atau lebih dari 330 miliar pon, asap dan karbon hitam selaku penyerap sinar matahari, ke atmosfer atas. 

Mereka juga mensimulasikan apa yang akan terjadi jika India dan Pakistan meledakkan sekitar 500 senjata nuklir dari rerata 100 kiloton yang menghasilkan 5 hingga 47 teragram, atau 11 miliar hingga 103 miliar pon, asap dan jelaga, ke atmosfer bagian atas.

Perang nuklir membawa konsekuensi yang mengerikan bagi semua orang. Para pemimpin dunia telah menggunakan studi semacam ini sebelumnya sebagai dorongan untuk mengakhiri perlombaan senjata nuklir pada 1980-an, dan lima tahun lalu untuk meloloskan perjanjian internasional untuk melarang senjata nuklir. Diharapkan studi baru Harrison dkk akan mendorong lebih banyak negara untuk meratifikasi perjanjian larangan penggunaan senjata nuklir.

Studi terbaru dari Tim LSU menunjukkan keterkaitan global sistem Bumi, terutama dalam menghadapi gangguan baik yang disebabkan oleh letusan gunung berapi, kebakaran hutan besar-besaran, apalagilah perang dengan bom kotor dan lebih jauh lagi perang nuklir.

Perang Rusia Vs Ukraina saat ini dan bagaimana pengaruhnya terhadap harga gas, telah membuktikan betapa rapuhnya ekonomi dan rantai pasokan global.

Letusan gunung berapi juga menghasilkan awan partikel di bagian atas atmosfer. Sepanjang sejarah, letusan ini memiliki dampak negatif serupa pada planet bumi dan peradaban didalamnya.

Perang nuklir mungkin dapat dihindari, tetapi letusan gunung berapi pasti akan terjadi lagi. Soal membangun ketahanan dan bagaimana merancang masyarakat berketahanan, itu menjadi penting. 

Warga dunia perlu diajari soal ketahanan ini dalam rangka bersiap menghadapi guncangan iklim yang tak terhindarkan. Dari sisi politis, para elit dunia harus melakukan segala cara untuk menghindari perang nuklir. Efek perang nuklir adalah bencana global.

Lautan membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih dibandingkan pemulihan daratan. Dalam skenario terbesar, pemulihan laut di bagian permukaan kemungkinan akan memakan waktu puluhan tahun dan ratusan tahun di kedalaman, sementara perubahan es di laut Arktik kemungkinan akan berlangsung ribuan tahun dan secara efektif menjadi "Nuclear Little Ice Age" atau "Zaman Es Kecil Gegara Nuklir".

Ekosistem laut akan sangat terganggu oleh gangguan awal dan keadaan laut baru karena perang nuklir, yang mengakibatkan dampak global jangka panjang terhadap ekosistem seperti perikanan.

Siapkah kita berketahanan nuklir, sementara AS, Israel, Rusia dan sejumlah elit nuklir dunia lainnya sedang sibuk membenahi bunker nuklirnya masing-masing tanpa menghitung dengan cermat apa sebetulnya yang bakal terjadi kalau sang elang menarik trigger.

Sementara bunker nuklir atau katakanlah Bahtera Nuh jilid dua itu ukurannya super mini ketimbang populasi dunia yang mendekati 10 milar anak manusia sekarang ini, kecuali barangkali ada the new prophet yang piawai menegaskan bahwa penghuni bunker itu adalah makhluk-makhluk hidup pilihan para penguasa yang kelak akan melanjutkan peradaban manusia. Oalahh!

Depok Bolanda, Thu', Oct' 27, 2022

Peluru Kendali Nuklir. Foto: Oleksiy Mark,  allianceforscience.cornell.edu
Peluru Kendali Nuklir. Foto: Oleksiy Mark,  allianceforscience.cornell.edu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun