Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

The Old Depok Semakin Ruwet tapi Perlu Segera Dicagarbudayakan

21 Oktober 2022   17:24 Diperbarui: 30 Oktober 2022   15:31 1438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Makam tertua tahun 1800-an di Taman Pemakaman YLCC, Jln Kemboja, Old Depok. Foto: Parlin Pakpahan.

Kaoem Depok dan YLCC telah berulang kali mengusulkan ke Pemkot maupun DPRD kota Depok untuk melindungi cagar budaya tsb, agar menerbitkan kebijakan yang mengatur supaya warga tidak sembarang merubuhkan atau merenovasi bangunan tua. Renovasi boleh-boleh saja, tapi tidak untuk merubah bentuk asli. Sayang, pemerintah seakan cuek atas perkembangan yang memprihatinkan itu.

Makam tertua tahun 1800-an di Taman Pemakaman YLCC, Jln Kemboja, Old Depok. Foto: Parlin Pakpahan.
Makam tertua tahun 1800-an di Taman Pemakaman YLCC, Jln Kemboja, Old Depok. Foto: Parlin Pakpahan.

Hilangnya sebagian besar The Old Depok berimplikasi sebagian keturunan Belanda Depok yang tinggal di luar Depok menjadi kelimpungan untuk bernostalgia mengenang suasana Depok tempo doeloe. 

Para Depokers di Belanda pun sama bingungnya ketika berwisata nostalgia ke Depok, karena banyak rumah-rumah tua yang sudah berubah bentuk. Para Depokers yang besar dan menua di negeri Belanda itu hanya ingat catatan dan impresi para leluhurnya yang dulu bermigrasi ke Belanda. Diluar itu ya bingung tentu.

Yang terparah dari semuanya saya kira adalah Tahura atau Taman Hutan Rakyat di Jln. Cagar Alam, Pancoran Mas, Depok lama. Chauvinisme kita yang tak berdasar membuat kita dulu sembarang menamainya sebagai Tahura. Padahal itu adalah legacy Cornelis Chastelein.

Jembatan Panus, legacy tempo doeloe, Old Depok. Foto: Parlin Pakpahan.
Jembatan Panus, legacy tempo doeloe, Old Depok. Foto: Parlin Pakpahan.

Luas Tahura ini semula 150 Ha dan itu adalah hibah dari Cornelis Chastelein yang ia tulis dalam sepucuk surat wasiatnya bertanggal 13 Maret 1714 bahwa lahan hutan di Pancoran Mas dengan kontur berbukit-bukit, tidak doleh dipindahtangankan dan harus dikelola sebagai sebuah cagar alam atau "natuurreservaat" karena keindahan alamnya.

Dua abad kemudian atau tepatnya 31 Maret 1913, cagar alam tsb diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk kemudian dikelola oleh Perkumpulan Perlindungan Alam Hindia Belanda. Kawasan ini kemudian dikukuhkan sebagai cagar alam berdasarkan keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda No. 7 tgl 13 Mei 1926.

SD Pancoran Mas 2, Jln Pemuda, Old Depok, yg sudah dikosongkan dan disegel. Foto : Parlin Pakpahan.
SD Pancoran Mas 2, Jln Pemuda, Old Depok, yg sudah dikosongkan dan disegel. Foto : Parlin Pakpahan.

Di zaman merdeka setelah melewati era gedoran Depok yang dipenuhi para maling dan kaum oportunis penjarah, dan melewati masa orde baru Soeharto, ee nama Tahura tiba-tiba muncul dengan mencoret begitu saja nama Cornelis Chastelein yang seharusnya disematkan dengan nama Cagar Alam Cornelis Chastelein. Kini lahan 150 Ha legacy Chastelein telah menciut dahsyat hanya tinggal antara 3-4 Ha saja. Siapa yang bertanggungjawab? Tak jelas.

Kedatangan Lambert Grijns Dubes Belanda ke Depok belum lama ini sebetulnya adalah dalam rangka menjajaki kawasan Depok Lama yang dikenal sebagai legacy tempo doeloe. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun