Perjalanan dari Ende menuju Moni tidak melelahkan. Ende-Moni kurang-lebih 60-an Km dan dengan memacu mobil 60-80 Km per jam, tak sampai 2 jam saya sudah sampai di Moni. Saya berhenti di depan pusat informasi wisata.
Moni adalah sebuah desa di kaki Gunung Kelimutu dan menjadi pintu gerbang menuju Kawah Kelimutu. Moni juga titik lalu lalangnya kenderaan trans Flores yang menghubungkan Flotim dan Flobar.Â
Di sekitar Moni, hanya sedikit hotel atau penginapan yang tersedia. Tapi sekarang sudah banyak, bahkan ada semacam terminal bayangan, dimana banyak warga lokal yang menawarkan jasa untuk mencarikan penginapan dll.
Setelah sekadar beli rokok dan minuman botol, saya kemudian meluncur ke Kelimutu yang hanya berjarak kurang lebih 20-an Km. Kalau sekarang sudah ada pemberhentian di Km 52 dari Ende, yaitu Koanara yang masuk dalam Kecamatan Kelimutu.
Dari Koanara ke kawah Kelimutu sekarang dibypass hanya 14 Km saja. Di titik pem-bypass-an ini sekarang sudah lumayan banyak homestay, termasuk warkop dan warmak untuk turis kelas backpackers.
Gunung Kelimutu mempunyai 3 kawah menyerupai danau yang letaknya bersebelahan satu sama lain. Tampilan permukaan ke-3 kawah itu berbeda satu sama lain. Legenda setempat mengatakan bahwa warna yang gonta-ganti di ketiga kawah itu adalah simbol roh-roh jahat dan roh-roh baik.Â
Warna Maroon (Merah Pekat Keunguan) menggambarkan Roh-Roh Jahat; warna Hijau Lumut menggambarkan Roh-Roh Baik yang masih Murni ibarat The Virgin; warna Biru menggambarkan Roh-Roh Damai yang bersifat mengayomi.
Perubahan warna di ketiga kawah itu tentu saja bersifat konstan selama geo-thermal di perut bumi Kelimutu tetap berfungsi memasok air belerang yang mendorong permukaan ketiga kawah itu senantiasa berubah warna.
Saya sampai disana tepat sunrise lagi oke-okenya. Setelah memarkir kenderaan tak jauh dari kawah. Saya menapaki undakan yang belum permanen dan langsung ambil angle yang baik buat foto.Â