Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Usia 70-an dan Legacy dalam Perpolitikan di Negeri +62

10 Oktober 2022   15:22 Diperbarui: 10 Oktober 2022   15:31 665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebuah kartun tentang oligarki politik. Foto : timesindonesia.co.id

Usia 70-an Dan Legacy Dalam Perpolitikan Di Negeri +62

Bosan menggunakan istilah Wakanda atau negeri fiksi dalam komik marvel, sebaiknya kita kembali saja ke istilah digital yi negeri +62. Ya, negeri +62 sepertinya akan lebih permanen sejauh Putin tak jadi memicu trigger nuklirnya di mandala Eropa sana. Kalau dipicu, Asia juga akan terpicu bukan, karena ada Jong Un, ada China, ada negeri Bollywood dan ada negeri Bhutto di Asia timur dan selatan sana. Semuanya itu berkekuatan nuklir dan ada konektivitasnya dengan negeri yang tengah berkonflik di mandala Eropa sana. Maklum banyak pergeseran geopolitis dan geostrategis dunia pasca AS eksodus dari Afghanistan. Dan negeri +62, jelas akan menjadi korban.

Nah melupakan sejenak kemungkinan perang nuklir, kita lihat negeri +62 ini sekarang tengah ramai dunia kangouw atau parmonsakan atau persilatan politiknya menuju pergantian kekuasaan pada 2024. Jurus-jurus barupun sudah diumbar, selain jurus-jurus lama seperti "hantu komunis", ijazah palsu, nama palsu dan agama palsu bla bla bla. Jurus baru tak banyak, meski ada. Jurus itu kebanyakan berbentuk konten-konten kreatif hasil modif, misalnya analogi politik dan kontradiksi politik.

Larikah semua itu dari dunia politik per definisi? Tidak. Itu jawaban kilatnya. Mengapa? Karena politik tetaplah urusan sejengkal perut rakyat. Untuk mengurus perut yang menjadi ratusan juta jengkal itu dibutuhkan kekuasaan. Dan kekuasaan itu diperebutkan dalam apa yang dinamakan sebagai "struggle for power"(Hans Morgenthau, Politics Among Nations).

Begitulah, para Bacapres kini digulirkan menuju Pemilu 2024. Hasil poling pun bergerak terus. Semua peragaan untuk mereka sah saja. Ntahlah kalau nanti diidentitaskan lagi seperti beberapa kali pemilu lalu. Meski politik identitas juga sah, tapi berbahaya karena apabila terdistorsi jauh dari sistem nasional kita yang multi etnis dan multi culture, maka itu akan sangat mengancam bagi kesatuan dan persatuan nasional negeri +62.

Kalau mengusung program, katakanlah ekonomi kerakyatan, mazhabnya terlalu banyak dan berbelit-belit urusan teknisnya. Mengusung keadilan sosial, disamping mazhabnya juga banyak, keadilan sosial adalah sebuah utopia sekaligus dystopia. Repot. So, yang termudah adalah menghantukan yang sudah lama dihantukan seperti bahaya PKI, mengusung pohon silsilah, mengkultuskan seseorang dari sisi terbaiknya setelah memfilter sisi terburuknya, mengungkit kebobrokan moral karena poligami dst, mengungkit masalah korupsi dll. Nah, ini yang mudah bahkan tak lagi perlu dicerna komunitas +62 yang sudah mulai mendigital, mulai dari bakul sayur di pasar basah tradisional sampai seorang kayaraya yang lagi sarapan sop sarang burung walet di sebuah resto muahal yang mengatasnamakan makanan eksklusif dan membuat kita konon bisa berumur panjang.

Umur Dan Legacy

Nasdem di bawah Surya Darma Paloh kini menjadi sorotan utama setelah pencapresan Anies Baswedan 3 Okt' ybl. Awalnya 3 Bacapres dalam Munas Nasdem sebelumnya. Kini dipertegas hanya Anies. Wowok dan Ganjar dicoret. Titik.

Pak brewok Paloh tentu tak asal memutus begitu saja. Pasti ada kalkulasinya dalam struggle for power menuju Pemilu 2024. PDIP dan Gerindra yang kelihatannya adem-adem saja mendekati Pemilu 2024, dinilai tidak lagi memberi harapan koalisi untuk pencapresan ke depan. Bagaimana kalau mencuri start dengan pencapresan Anies yang akan habis masa kegubernurannya pada 16 Okt' 2022. Nasdem akan mengerek nama Anies selepas masa jabatannya, termasuk melindunginya dari tuduhan abuse of power semasa menjabat Gubernur DKI. Interval waktu untuk ini sangat lebar (medio Okt' 2022 s/d awal 2024). Inilah magnitudo yang diciptakan Paloh untuk memotivasi partai lain berkoalisi dengannya, except PDIP dan Gerindra.

Surya Darma Paloh yang sekarang berusia 71 tahun, Prabowo Soebianto atau Wowok 70 tahun, Esbeye

73 tahun dan Mega 75 tahun. Menilik itu, maka angle yang perlu sekarang untuk melihat Nasdem, Gerindra, Demokrat dan PDIP dalam perpolitikan now adalah masalah legacy.

Usia 70-an adalah sebuah bonus pertama dalam kehidupan. Bonus kedua adalah usia 80-an dan bonus ketiga adalah usia 90-an.

Parpol dimanapun bergantung kepada para pendiri dan pewarisnya. Legacy dalam perpolitikan, bisa disebut dinasti sejauh menyangkut faktor biologis semata. Diluar itu legacy tentu bisa diwariskan kepada siapa saja yang dapat membawa partai ke depan sesuai visi atau cita-cita besar partai sejak awal didirikan.

Kaisar Romawi Marcus Aurelius tempo doeloe lebih menyayangi Panglima Perangnya ketimbang anak kandungnya sendiri. Sang panglima sevisi dengannya, berbeda dengan anak kandungnya yang pemogoran dan pengecut tidak mencerminkan keagungan dirinya sebagai Kaisar Romawi yang adalah adidaya dunia ketika itu (lih The Gladiator).

Lain halnya dengan Ratu Elizabeth II yang meninggal belum lama ini dalam usia 96. Penggantinya murni atas dasar darah dan keturunan. Kalau tak ada anak laki seperti Charles yang menggantikannya sekarang, maka tahta Inggeris akan jatuh kepada adik perempuannya atau sepupunya atau yang lainnya, asal-lah berdarah monarki Inggeris sejak Ratu Victoria. Itulah dinasti monarki Inggeris atas dasar faktor biologis semata.

Di negeri +62. Kalau ditilik dari case study keempat tokoh tsb di atas, maka Wowoklah Capres yang independen alias bebas dari dinasti. Kalaupun ada anak semata wayangnya yang bergelut di dunia disain busana di Eropa sana, ia terkesan kuat tak berambisi pada usianya sekarang untuk melegacykan Gerindra kepada sang putera. Ia lebih suka meneruskan legacy ini kepada kader-kadernya yang loyal terhadap nasionalisme dan Indonesia raya.

Sebuah kartun tentang oligarki politik. Foto : timesindonesia.co.id
Sebuah kartun tentang oligarki politik. Foto : timesindonesia.co.id

Lain halnya dengan Paloh, Esbeye dan Mega. Di usia 70-an, Paloh yang kayaraya sekarang, tak puas kalau sang putera Prananda Paloh hanya mewarisi kerajaan bisnisnya saja. Ia memang memulainya dari nol di Medan dan Pematang Siantar sana, tapi dalam perjalanan waktu sukses besar dan kini kayaraya. Isterinya Rosita Barrack, juga keturunan seorang milyuner asal Samarinda yi Omar Barrack. Di bawah terlihat dari pohon silsilah ada iparnya Rosano Barrack dan keponakannya Reino Barrack yang beristerikan seorang sosialita tenar yi Syahrini. Ia sadar, kalau legacy bisnis mudah hancur, tapi kalau legacy itu menawarkan the road to power via Nasdem yang dibesarkannya selama ini, maka langkah catur semacam itu akan dapat melestarikan legacynya. Tampaknya Rosita Barrack sepakat dengan Paloh untuk mendisain the road to power bagi Prananda. Gerbang pembuka adalah pencapresan Anies Baswedan. Hasil Pemilu 2024, wait and see saja, yang penting tenaga buzzers untuk pewarnaan Anies memasuki the road to power itu mendukung.

Esbeye  dan Mega, Sama saja, meski tak sebangun. Kalau Esbeye kemiliterannya tidak paripurna. Ia hanya pernah menjabat Kasdam Jaya dan Kaster TNI dengan pangkat Letjen. Ia lebih memilih jalur politik begitu diangkat Gus Dur jadi Mentamben pada Okt' 1999. Tak heran pada 2004 ia ikut Pilpres setelah sebelumnya gegeran dengan Mega+Taufik. Sukses. Bahkan Pilpres kedua kali pada Pilpres 2009, Esbeye pun sukses. Sayang, ia kesandung banyak hal terkait abuse of power dari kader-kadernya sendiri di Demokrat ntah itu Soetan Batugana, Anas Urbaningrum, Angelina Sondakh, Andi Mallarangeng, Nazaruddin dll.

Tak lama setelah kepemimpinannya berakhir sebagai RI-1, Esbeye bertindak visioner sebagai politisi, tapi tidak bagi kalangan awam umumnya, yi memutuskan agar Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY anak kandungnya sendiri yang semula berkarier di kemiliteran agar mundur dan disiapkan menjadi kader Demokrat dengan kawah candradimuka pertama baginya adalah Pilgub DKI Jakarta 2017.  Gagal. Tetapi AHY setidaknya telah merasakan pertarungan politik pertamanya yang bagi sang Ayah adalah starting point sang anak memasuki the road to power pada 2024 atau selambatnya 2029. Bonus usia 70-an bagi Esbeye sekarang adalah memanfaatkan celah sempit dalam peralihan kekuasaan yad kepada putera mahkota AHY. Itulah legacy terbaik yang dapat melanggengkan dinasti, karena harta yang ia kumpulkan selama 2 periode kepresidenannya tidaklah abadi. Esbeye dan keluarga bukanlah pebisnis sebagaimana Surya Paloh.

Lain halnya dengan Megawati Soekarno. Sepeninggal Taufik Kiemas, Ia lebih memilih konsolidasi partai, setelah sebelumnya membabat mereka yang tidak loyal kepada ideologi partai yi ideologi nasionalis ajaran ayahnya sendiri yi Bung Karno. PDIP adalah legacy Soekarno yang tempo doeloe bernama PNI. PNI bukan sekadar hibah menjadi PDIP sekarang. Tapi PNI adalah akar utama kepartaian di Indonesia setelah Syarekat Islam.

Meski PDIP telah jauh terkonsolidasi di bawah Mega, Tapi PDIP masih belum berhasil sepenuhnya mengkonversi seluruh ajaran Bung Karno, mulai dari Indonesia Menggugat, sebuah pleidoi di Pengadilan Bandung di masa muda Soekarno, Dibawah Bendera Revolusi, 7 Pokok Indoktrinasi, Otobiografinya yang ditulis Cindy Adam dalam Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat dan ribuan lembar pemikiran besar lainnya di bidang politik.

Tak heran Mega lebih memilih darah dagingnya sendiri yi Puan Maharani sebagai pewaris utama PDIP. Tak heran pula kader-kader utamanya kebanyakan arek jatim khususnya Blitar yang dalam hal ini adalah loyalis ajaran Bung Karno.

Ajaran Bung Karno yang selama ini banyak diplintir orang berbau PKI, karena salah satu pemikiran besar Bung Karno disitu adalah Nasakom atau Nasionalis, Agamis dan Komunis. Term komunis yang sejak kejatuhan Bung Karno  diplesetkan lawan-lawan politiknya sebagai ajaran Atheis dengan menghadirkan hantu PKI setiap akhir September dan awal Oktober setiap tahunnya. Itu adalah sebuah laknat bagi PDIP yang belum juga berhasil mendestigmatisasinya sampai sejauh ini.

Maka capres ke depan pada Pemilu 2024 maupun 2029, tidak bisa tidak tetaplah harus darah dagingnya dulu agar ke depan setelah konversi dimaksud menemukan momentumnya bisa dilegacykan kepada kader-kader terbaik PDIP, baik loyalitasnya terhadap ideologi dan terhadap partai tentunya.

Kalaupun Puan digadang-gadang sekarang ini sebagai Bacapres PDIP, bahkan sejak bencana Semeru beberapa waktu lalu di Jatim. Itu ibarat jurus silat menunggu rembulan purnama. Kalau purnama tak juga muncul, tiba waktunya nanti kader yang meraih nilai poling tertinggilah yang bakal dicapreskan. Semua tahu, siapapun yang meminang Ganjar, ybs takkan terpinang partai lain, sebab Ganjar adalah seorang loyalis sejati yang akan tegak lurus kepada Mega dan PDIP, sebagaimana Sandiaga Uno yang akan tegak lurus kepada Gerindra dan Prabowo.

Kecenderungan Dinasti Dan Oligarki

Perkembangan politik di negeri +62 sejauh ini sudah on the track. Memang terlihat seakan demokrasi yang kita jalankan sekarang adalah "pseudo demokrasi". Tapi Presiden terkini Indonesia Joko Widodo telah membuktikan demokrasi kita sekarang sepenuhnya terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan.

Kalaupun ada tangkap sana tangkap sini, copot sana copot sini. Itu tentu masalah administratif sesuai hirarki administratif pemerintahan di dalamnya. Penangkapan koruptor oleh KPK, penindakan Sambo dan penanggungjawab tragedi kanjuruhan di Malang, itu tentu disesuaikan dengan kaidah yang berlaku di KPK dan kepolisian; pembubaran FPI oleh Depdagri, itu tentu sejalan dengan UU Keormasan yang berlaku; sementara unjuk rasa demokratis berlangsung bebas dan ada dimana-mana sejauh menyangkut hajat hidup orang banyak. Jadi tak ada alasan, demokrasi kita sekarang adalah pseudo demokrasi atau demokrasi semu.

Thesis kesohor Francis Fukuyama yang banyak dijadikan rujukan bahwa sistem demokrasi adalah puncak pencapaian manusia dalam berpolitik. Itu tidak salah. Yang salah besar kemudian adalah pengabaian keseimbangan kekuasaan dalam sistem politik demokrasi dengan membungkam pers dan kebebasan asasi dalam berpendapat; pembiaran kecenderungan oligarkis, tatkala kaum the haves berkepentingan bisnis dan berkoneksi penuh suap dengan penguasa bahkan menyiapkan siapa penguasa berikut yang dapat melestarikan kepentingan bisnis gurita itu.

Sedangkan politik dinasti, terkait pewarisan sebuah institusi politik bahkan menyiapkan putera dan puteri mahkota untuk memasuki the road to power. Itu sah-sah saja sejauh figur yang ditampilkan berbobot, merakyat dan paham sepenuhnya pelegacy-an berikut pasca kepemimpinannya. Rasionalitas inilah yang perlu dicermati publik luas ketika mereka sudah semakin melek politik.

Saya pikir pencapresan Anies oleh Surya Paloh Nasdem sah-sah saja, termasuk pencapresan Wowok dan ke depan ini pencapresan Puan Maharani atau Ganjar Pranowo. Mari kita lihat serasional apa para dedengkot partai disini dalam struggle for power untuk dan demi RI-1 2024 yad.

Joyogrand, Malang, Mon', Oct' 10, 2022

Sebuah kartun tentang politik dinasti. Foto : parboaboa.com
Sebuah kartun tentang politik dinasti. Foto : parboaboa.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun