Menyoal Gegeran Predator Seks Mantan Uskup Dili Carlos Filipe Ximenes Belo
September sepertinya bulan hitam kelam tak ubahnya black hole yang dapat menyedot apapun di jagad raya. Mulai dari heboh "Hantu PKI", Black September nan keji di middle-east, Horror Bom Kamikaze 9/11 WTC NY yang meluluhlantakkan kedigdayaan AS.
Yang serba hitam itu tiba di penghujung Sept' ini tiba-tiba benderang sesaat oleh kilauan Farwiza Farhan seorang anak bangsa di Aceh Sumatera sana yang baru saja meraih penghargaan di bidang konservasi alam. Perempuan Aceh itu baru saja ditahbiskan sebagai salah satu dari 100 tokoh yang menginspirasi dunia. Gambarnya pun akan tayang Oktober yad sebagai sampul depan Times Magazine, sebuah majalah mingguan yang sangat bergengsi di AS dan dunia.
Tapi yang sangat mengejutkan dari semua-semua itu adalah kabar-kabari tentang Carlos Filippe Ximenes Belo mantan Uskup Dili di masa Indonesia.Â
Kabar thunderstorm itu telah menghitamlegamkan Piagam Nobel Perdamaian Oslo dan menggoyang tahta suci Vatikan serta membuat kita di Indonesia dan Timorleste geleng-geleng kepala tak habis pikir bermalam-malam.Â
Kabar dahsyat itu datang dari Eropa, yi Belanda, dimana majalah mingguan De Groene Amsterdammer merilis kabar pada 28 Sept' ybl bahwa mantan Uskup Dili dimasa Indonesia yi Carlos Filipe Ximenes Belo dituding melakukan kekerasan seksual ketika dia menjadi uskup di Timor Timur.
De Groene Amsterdammer adalah salah satu majalah mingguan sayap kiri tertua di Belanda. Yang mengejutkan pelecehan seksual terhadap anak-anak atau "labarik" (dalam bahasa Tetum Timor) itu sudah lama disembunyikan. Investigasi kasus ini sudah dimulai pada tahun 2002, ketika seorang lelaki Timor Timur usia 40-an mengatakan seorang temannya dilecehkan secara seksual oleh Uskup Belo. Dia sangat khawatir tentang adiknya yang mengunjungi kediaman uskup setiap minggu dan dia telah memberitahu ibunya untuk tidak mengizinkan dia pergi kesana lagi.
Pada Nopember 2002, uskup Belo tiba-tiba mengundurkan diri. Sejak saat itu, rumor tentang dugaan pelecehan seksual menjadi rahasia publik yang ditutupi serapat-rapatnya oleh kalangan pasturan dan penguasa baru Timor Timur. Mereka meredam rumor hitam itu dengan segala kekuasaan dan pengaruh yang mereka miliki. Itu semua demi dan untuk "jaim" sebuah new state.Â
Bayangkan apa yang terjadi apabila Nobel Prize yang diraih Belo pada 1996 itu gugur ke comberan busuk. Timorleste tentu akan kehilangan legitimasi karena perpolitikannya disamping kental pewarnaannya oleh gonjang-ganjing PBB yang pada masa itu bahkan sampai sekarang adalah tool AS dan barat, ee juga ditunggangi seorang predator yang berbusana Uskup, yi Carlos Filipe Ximenes Belo yang dalam kesehariannya di masa menjabat sebagai uskup Dili kental dengan pernyataan-pernyataan politik yang memprovokasi rakyat Timor Timur agar melepaskan diri dari Indonesia.
Majalah mingguan Belanda itu mendengar dan mencatat pengakuan Paulo yang mengatakan, temannya mengalami pelecehan seksual oleh Belo. Media itu akhirnya melakukan investigasi dan menerbitkan laporan investigasi terkait pelecehan seksual yang dilakukan Belo terhadap sejumlah anak laki-laki.