Selama bertahun-tahun, pemenang Hadiah Nobel Perdamaian Timor-Leste Uskup Diosis Dili di masa Indonesia Carlos Filipe Ximenes Belo telah melakukan pelecehan seksual terhadap anak laki-laki, penyintas dan klaim lainnya.
Saat itu hari Minggu pagi. Paulo (nama samaran dari pelapor) berdiri di antara umat lainnya mendengarkan dengan penuh perhatian misa yang diadakan Uskup Belo di taman Lecidere di depan kediamannya di Dili. Setelah misa, Belo berjalan menghampiri Paulo, yang saat itu masih remaja berusia lima belas atau enam belas tahun. Dia meminta saya untuk datang ke tempatnya, kata Paulo (sekarang 42 tahun), yang ingin tetap anonim demi privasi dan keselamatan dirinya dan keluarganya.
"Suatu kehormatan diundang Uskup. Saya sangat senang," kata Paulo. Uskup Carlos Filipe Ximenes Belo bukan hanya pemimpin kuat gereja Katolik Roma Timor Timur, tetapi juga bagi sebagian orang dia adalah pahlawan nasional dan mercusuar harapan bagi rakyat.Â
Dia selalu berbicara mengatasnamakan rakyat Timor Timur dengan kata-kata provokatif bahwa rakyat Timor Timur sangat menderita di bawah Indonesia (1975-1999), dan kata-kata provokatif lainnya seperti menuntut Indonesia menghormati HAM dan penentuan nasib sendiri rakyat Timor Timur.
Di suatu sore, tanpa curiga Paulo pergi ke kediaman Uskup, di Lecidere, Dili dengan pemandangan laut yang indah. Malam itu Belo membawanya ke kamar tidurnya.Â
"Uskup melepas celana saya, mulai menyentuh saya secara seksual dan melakukan seks oral pada saya," kata Paulo. Bingung dan kaget remaja itu tertidur. Ketika dia bangun, "dia memberi saya sejumlah uang," kenangnya.Â
Di pagi hari saya lari cepat-cepat. Ia sedikit takut, merasa sangat aneh, merasa malu, sampai dia kemudian menyadari itu bukan salahnya. Dia mengundang saya, dia pendeta, dia seorang uskup, dia memberi kami makanan dan berbicara baik kepada saya. Dia mengambil keuntungan dari situasi itu. Saya pikir, ini menjijikkan. Saya tidak akan pergi kesana lagi, kata Paulo.
Paulo tidak memberi tahu siapa pun tentang pelecehan dan eksploitasi seksual yang menimpanya. Itu terjadi hanya sekali itu saja. Tapi tidak bagi Roberto (sekarang 45), yang dalam pelaporannya juga memutuskan untuk tetap anonim. Paulo dan Roberto kemudian menetap di luar negeri untuk membangun kehidupan mereka.
Ada suasana kegembiraan di kota Roberto, dimana pesta gereja sedang berlangsung. Orang-orang senang dan uskup juga telah datang. Sementara Roberto menonton pertunjukan dan mendengarkan musik, mata Belo tertuju padanya. Uskup meminta remaja berusia sekitar empat belas tahun itu untuk datang ke biara. Roberto pun ke biara dan lagi-lagi Belo melakukan pelecehan seksual. Uskup membawa Roberto ke kamarnya, dimana remaja yang kelelahan itu tertidur.Â
Ketika tiba-tiba terbangun. "Uskup memperkosa dan melecehkan saya secara seksual malam itu," kata Roberto. Pagi-pagi sekali dia menyuruh saya pergi. Saya takut karena hari masih gelap. Jadi saya harus menunggu sampai pagi. Dia meninggalkan uang untuk saya dengan maksud agar saya tutup mulut dan untuk memastikan saya akan kembali lagi ke biara tempat Belo menginap.
Jumlah uang yang diberikan Belo kepada kedua labarik itu cukup besar di masa itu. Pada kunjungan berikutnya ke kota tsb, uskup mengirim seseorang untuk menjemput Roberto. Belo bermain di hati dan pikirannya.