Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Biarkan Bjorka on The Stage Tapi Perketat Keamanan Cyber +62

16 September 2022   18:40 Diperbarui: 16 September 2022   19:38 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Biarkan Bjorka On The Stage Tapi Perketat Keamanan Cyber +62

Nama Bjorka langsung melejit di jagad maya +62 sejak Agustus lalu ketika terkabarkan ia berhasil membobol sistem Kemenkominfo dan membobol 1,3 miliar data pengguna SIM card di Indonesia. Konon Data itu ia jual dengan harga US $ 50.000 atau sekitar Rp 745 juta.

Aksi pembobolan atau peretasan tsb bukan satu-satunya bagi Bjorka. Melalui Breached Forums, pada 2020 lalu, ia mengatakan telah meretas dan mengambil data pelanggan Tokopedia. Data tsb terdiri dari ID pengguna, password, email dan nomor telepon. Semua data itu berukuran 11 dan 24 gigabita.

Kemudian pada 6 September, terdapat 105 juta data kependudukan yang berhasil ia ambil dan diklaim berasal dari data Komisi Pemilihan Umum. Data itu terdiri dari nama lengkap, NIK dan nomor Kartu Keluarga. Belum lama ini, Bjorka juga menunjukkan bahwa dia telah meretas sejumlah surat rahasia kepresidenan, yi Permohonan Dukungan Sarana dan Prasarana, Surat Rahasia kepada Presiden dalam amplop tertutup, termasuk surat-surat rahasia BIN dst.

Meski Menko Polhukam Mahfud Md sudah membantah klaim adanya surat rahasia presiden yang bocor, tapi Breached Forum tempat berkumpulnya para hacker dan penjual data digital yang tak mungkin kita retas itu, membuktikan Bjorka tetap eksis dan tetap beroperasi membobol data-data pribadi dan negara dengan cara yang canggih seperti serangkaian permintaan bantuan keuangan dari sejumlah oknum dan lembaga kepada presiden.

Influencer seperti Ade Armando dan Denny Siregar belum lama ini meledeknya sebagai hacker kelas amatir, bahkan Denny mengatakan Bjorka hanya membeli data dari operator seperti data pribadinya yang dibeli Bjorka dari operator beberapa waktu lalu. 

Tapi respon seperti ini saya kira gegabah, karena data-data yang diretas Bjorka benar-benar data-data yang berhasil dibobol seorang hacker profesional. Hanya kita malu mengakuinya sebagaimana jaimnya budaya komunikasi publik kita selama ini.

Kasus pembunuhan terhadap aktivis HAM Munir Said Thalib juga sontak menjadi perhatian gegara hacker Bjorka. Melalui pesannya di Twitter belum lama ini, Bjorka menyatakan dalang pembunuhan Munir adalah mantan Deputi V BIN, Muchdi Purwoprandjono atau Muchdi Pr.

Setelah pensiun, Muchdi Pr terjun ke dunia politik. Saat ini dia menjabat sebagai Ketum Partai Berkarya. Politisi Berkarya Badaruddin Andi Picunang menduga ada niat lain di balik upaya Bjorka mengungkit kembali kasus Munir yang pernah menyeret Muchdi.

Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) pernah menyebut ada 5 nama terduga aktor kasus pembunuhan aktivis HAM Munir. Hal itu tercantum dalam rekomendasi tim pencari fakta (TPF) kasus Munir.

Bjorka tidak mengungkap langsung soal hasil temuan dan rekom TPF ini, tapi dari sepakterjangnya dalam meretas data terkait masalah politik, keuangan, hukum dan keadilan, figur-figur capres yang diunggulkan ke depan ini, peminta-minta bantuan sarana dan prasarana kepada presiden, sepertinya sang hacker yang muncul tiba-tiba seakan superhero ini sekaligus sebagai kriminal cyber bagi mereka yang terusik, khususnya pejabat-pejabat pemerintah, akan mampu sekali membeber dokumen TPF Munir yang dikatakan raib itu.

Soal retas-meretas zaman now saya kira tak perlu dibesar-besarkan. Dalam konteks global sejak 1970-an masalah cyber seperti ini sudah ada. Kita lihat dalam spionase industri yang dilakukan Israel dan China misalnya. 

Kedua negara yang kini digdaya dalam kemiliteran itu tak cukup hanya mengandalkan agen di lapangan yang piawai mencuri data secara langsung dengan menyuap fabrikan untuk mendapatkan blueprint sebuah teknologi yang teranyar, misalnya pesawat tempur, kapal selam, peluru kendali dst seperti yang digambarkan dalam film-film spy barat, tapi juga kepiawaian meretas situs-situs web industri militer dari jarak jauh atau dimanapun.

Dalam koteks idealisme, kita pernah melihat kasus cyber Julian Assange, seorang editor, penerbit dan aktivis Ausie yang mendirikan WikiLeaks pada 2006. WikiLeaks menjadi perhatian dunia pada 2010 ketika menerbitkan serangkaian bocoran yang diberikan oleh analis intelijen Angkatan Darat AS Chelsea Manning seperti pembunuhan massal dalam serangan udara Baghdad (April 2010), catatan perang Afghanistan (Juli 2010) dan catatan perang Irak (Oktober 2010) dan Cablegate (Nopember 2010). 

Setelah kebocoran 2010, pemerintah AS meluncurkan penyelidikan kriminal ke WikiLeaks, bahkan rencana pembunuhan Assange oleh CIA. Juga di Indonesia pada pertengahan 1960-an dimana salah satu perekayasa tumbangnya Soekarno adalah CIA yang baru pada tahun 2000-an membuka secret file yang selama ini tak banyak kita ketahui. Beberapa penulis barat sempat mengcopy secret file itu sebelum dimusnahkan CIA.

Julian Assange yang sudah berpindah kemana-mana untuk asylum akhirnya terdampar di penjara Inggeris sampai sekarang. London sejauh ini tak pernah berkehendak untuk mengekstradisi Assange ke AS. Diduga pemerintah Inggeris juga berkepentingan bagaimana agar Assange tetap di Inggeris. Tapi dalam kasus G 30 S siapa yang akan kita tangkap dan adili. Tanya jugalah kepada angin yang berdesir.

Dalam spionase industri dan kasus Assange di atas, jelas bahwa jual-beli dokumen baik digital maupun non-digital telah berlangsung lama. Kalaupun dalam konteks negara ada yang disebut penghianat ya si pembocor itu. 

Assange si pembeli bisa saja dicecar hukum, tapi dalam konteks kebebasan pers yang universal, publik dunia tentu perlu tahu bagaimana taktik dan strategi negara-negara adidaya dalam persaingan global sekarang, apakah semuanya fairly competition atau bulshitt,  karena faktanya seperti diungkap WikiLeaks yang diolah dari si pembocor, politik global AS ternyata kotor tor tor tor. 

Itu yang didukung warga dunia. Sedangkan Julian Assange hanyalah seorang idealis sebagaimana halnya para jurnalis, penulis opini, para mahasiswa dan kalangan akademisi pada umumnya.

Spionase industri pun demikian, karena memang alih teknologi itu takkan pernah ada sebagaimana diiming-imingi kepada Indonesia selama ini. Seumur hidup ya kita hanya punya mesin Toyota, Daihatsu dan Suzuki, tapi tak pernah berswasembada mesin merk lokal seperti katakanlah merk Tobing, Sarjono, Tjokro, Udin dst. Iptek dan inovasi puluhan tahun kan muahal, kata dunia barat yang beriptek tinggi. 

So, peluang yang tersedia hanya bagaimana mencurinya dengan cara canggih agar dapat dimodifikasi sesuai maunya negara yang melakukan spionase industri itu. Digdayalah Iptek Israel dan China sekarang karena keberhasilan spionase industrinya.

Saya pikir, Fenomena Bjorka adalah umum di dunia ini. Semakin berkembang iptek di sebuah negara, maka pastilah akan ada dan terbangun  komunitas tertentu di negara ybs sesuai panggilan zaman. Dan panggilan zaman sejak 1990-an adalah panggilan cyber. 

Lihat Xanana Gusmao ketika masih bergerilya di hutan-hutan Timtim, Tiba-tiba muncul gambarnya di media TV dunia, Ia hanya bermodalkan laptop pemberian seorang wartawan barat yang ketika itu diizinkan aparat melakukan perjalanan jurnalistik ke seantero Timtim. Ntah bagaimana aparat keamanan kecolongan. 

Tanya jugalah kepada angin yang berdesir.  Xanana yang buta laptop ketika itu hanya sebentar saja diajari wartawan ybs dan berikutnya Xanana sudah pintar mengupload kabar-kabari perjuangannya dari hutan-hutan Timtim. 

Coba, sinyal internet dari mana dia dapat kalau bukan dari satelit militer yang melintasi Timtim pada orbit rendah pada waktu bla bla bla sebagaimana diajarkan wartawan barat tsb. Bagi dia itu perjuangan dan bagi kita itu sebuah perlawanan dari GPK dan kekurangajaran seorang jurnalis idealis. He He ..

Fenomena Bjorka sekarang disamping mengingatkan kita akan era digital yang semakin canggih, juga mengingatkan kita pada permasalahan internal kita sendiri yang tak kunjung beres seperti ketidakadilan yang menyakitkan dalam kasus Munir, mengingatkan kita akan berhebringrianya para politisi kita kendati di depan matanya sendiri ada aksi demo yang menuntut keadilan soal kenaikan harga BBM belum lama ini.

Mengingatkan kita bahwa presiden ternyata banyak diganggu oleh oknum dan lembaga tertentu yang mohon bantuan keuangan, termasuk sarana dan prasarana dari presiden karena ada keterhubungan dalam arti KKN sebagaimana sudah lama disinyalir oleh Sosiolog Korupsi Professor Syeid Hussein Alatas sejauh menyangkut lembaga kepresidenan ntah pada periode siapapun itu.

Di bagian hidden yang kini dibeber terang-terangan oleh seorang Bjorka. Itu sungguh menakjubkan, tanpa harus menggeber Bjorka adalah seorang kriminal atau Bjorka adalah seorang amatiran atau Bjorka adalah seorang bangsat atau kebalikannya Bjorka adalah seorang superhero.

Rentetan aksi Bjorka sebulan terakhir ini mulai dari kebocoran 26 juta pelanggan Indiehome, kebocoran 1,3 milyar data kartu SIM, kebocoran 105 juta data KPU, kebocoran dokumen Presiden Indonesia, aksi doxing atau menyampaikan sesuatu yang tabu atau rahasia kepada publik, dimana Bjorka membagikannya di grup Telegram meliputi nama lengkap, nomor KTP, nomor KK, nama orang tua, alamat rumah, tempat dan tanggal lahir, status agama, riwayat Pendidikan dst. 

Nama-nama pejabat publik yang jadi sasaran aksi doxing itu al Menkominfo Johnny G Plate, Ketua DPR RI Puan Maharani, Dirjen Aplikasi Informatika Kominfo Semuel Abrijani, Menteri BUMN Erick Thohir, Menkomarinvest Luhut Binsar Pandjaitan, Gubernur DKI Jakarta  Anies Baswedan, Mendagri Tito Karnavian. Ini sungguh fenomenal dan sangat mengusik kita, maka tak salah negara dan publik umum menamainya sebagai Fenomena Bjorka.

Lepas dari ngelesnya Menkopolhukam Mahfud MD yang menyatakan bahwa yang dibobol itu hanya data-data umum saja dan kita (pemerintah) sudah dapat mendeteksi siapa Bjorka, tapi setelah lepas dari koordinat ngeles, ee malah kecolongan lagi dan salah tangkap di Cirebon dan Madiun yang langsung direspon Bjorka di Telegram bahwa kalian nggak bakal bisa menangkap saya. Informan kalian yang idiot itulah yang salah, maka salah tangkap, catch me if you can, demikian Bjorka.

Fenomena Bjorka sangat penting tentu dan sejauh ini sepak terjangnya masih positif, meski meretas. Dia hanya memperagakan bahwa dia mampu membobol situs web siapapun di negeri ini. Kalau perdagangan rahasia terkait data di Breached Forum, dimana Bjorka ada disitu, ya tak bisa kita hadang. Biarlah mereka berdagang dengan cryptocurrency sejauh tak mengancam keamanan negara.

Yang terpenting bagi kita sekarang adalah membangun katakanlah pasukan pertahanan cyber yang mumpuni. Situs web kita jangan lagi open source seperti sekarang. UU Perlindungan Data Pribadi segera disahkan agar ada payung hukum yang pas untuk menindak para peretas tak bertanggungjawab. 

Pasal-pasalnya jangan lagi pasal karet seperti pasal tentang blasphemy. Nanti semua orang malah bisa dituding peretas. Dan para operator harus ditekan sekuat mungkin karena selalu saja ada telpon tak dikenal melakukan miskol dan mengirim pornografi serta mengemis bantuan kepada kita. 

Sadarlah para operator kita sejauh ini hanya bisa menjual kuota mahal setinggi langit, tapi giliran menjaga keamanan data pribadi user, para operator ini ntah Telkomsel, IM3, XL dst tak mau tahu. Ee mereka malah menjual data pribadi user kepada peretas seperti kasus Denny Siregar beberapa waktu lalu. Bagaimana nggak kualat.

Biarkan Bjorka on the stage sejauh dia membobol sesuatu yang hidden tapi forbidden dalam arti kedaulatan hukum. Karena hanya Bjorka dan sebangsanyalah yang mampu melakukan itu demi transparansi negara agar negeri ini bisa berkeadilan yang benar dan bukan menutup-nutupi sesuatu yang salah seakan itulah kebenaran abadi, padahal prett.

Kalaupun Bjorka mau ditangkap silakan kalau sudah ketemu jejak digitalnya, tapi harus professional dong dan jangan sampai salah tangkap lagi. Kasihan kambing merah, ee hitam.

Joyogrand, Malang, Fri', Sept' 16, 2022.

Bjorka ngeledek pemerintah yang salah tangkap dalam salah satu postingannya. Gambar dari screenshot katadata.co,id
Bjorka ngeledek pemerintah yang salah tangkap dalam salah satu postingannya. Gambar dari screenshot katadata.co,id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun