Marmonsak Politik Menuju Pemilu 2024
Marmonsak, sebuah istilah Batak klasik yang berarti bersilat dengan jurus-jurus terukur untuk bela diri dan menghabisi lawan. Kalau di kalangan Mandarin dikenal sebagai Kungfu. Dan di Jawa umumnya dikenal sebagi pencak silat. Prinsip ketiganya sama yi bela diri dan menghabisi lawan.
Dalam pertarungan politik menuju Pemilu 2024, saya sangat yakin istilah ini sangat pas. Pertama marmonsak selaku istilah Batak klasik, cukup keren. Kedua, di negeri ini setiap tahun adalah tahun politik, apalagilah ketika tahun Pemilu sudah mendekat. Ketiga, negeri ini masih juga kental patronasenya dalam berpolitik, lihat saja ketum-ketum parpol sekarang, termasuk presiden selaku patronase utama perpolitikan nasional kita.
Reshuffle kabinet yang baru saja berlalu kemarin tak lepas dari tahun politik menuju Pemilu 2024.
Zulhas menggantikan Lutfi untuk menggoreng minyak goreng tentu takkan tergoreng-goreng, tapi pastinya jurus kunyuk memetik pisang matang ini, semacam variabel sementara yang memutus kalangan konservatif untuk pencapresan Anies-AHY.
Kalau Hadi Tjahjanto menggantikan Sofyan Djalil dipetik dari jurus monsak homang membunuh rajawali sliwar-sliwer, artinya JK -- juga dalam arti variable sementara -- dihentikan dulu dari gebyah-uyah Sofyan untuk jurus dewa mabuk yang membuat masalah pertanahan di negeri ini tak kunjung beres.Â
Diharapkan dengan gaya keABRIannya Menteri ATR yang baru dapat membantu Jkw soft landing pada akhir masa jabatannya Oktober 2024 yad tanpa harus mengenang betapa ruwetnya soal mafia tanah di negeri ini.
Kalau 3 wamen yang ditambahkan dipetik dari jurus monsak pongotapanuliensis mengajak makan siang bersama para kunyuk. Ya, sebagaimana kita tahu parmonsak utama Jkw tak ingin (term jawanya kesusu) untuk pulah-pilih capres yad, tapi tau persis bahwa semua parpol yang mendukung pemerintahannya, termasuk parpol pendukung yang terhempas dalam pemilu 2019 lalu, sekarang harus diajak makan siang bersama.Â
Sorry bukan koalisi ya, karena sistem kita bukan parlementer melainkan presidensial. Yang mau sop sarang burung walet silakan, yang mau pecel pincuk silakan, yang mau ayam na pinadar ok juga dst. Pokoknya menu Indonesialah, kecuali sop sarang burung walet. Kultur melayu kita ya begitu. "Ndung butong mangan na tabo baru pe mandok hata" atau sesudah perut kenyang dengan makanan uenak barulah kita ngomong.
Jkw tidak mau kesusu. Betul itu. Jkw masih punya kuasa sampai Oktober 2024 yad. Artinya masa kekuasaannya masih tersisa dua tahun lagi. Yang soal sekarang adalah menampi atau mengayak capres secara hidden yang bisa melanjutkan program yang telah bersusahpayah dilaksanakannya selama ini.Â
Kelanjutan infrastruktur darat, laut dan udara, kelanjutan IKN di Kalimantan, juga bagaimana mewujudkan Indonesia jaya pada 2045 yang akan diisi oleh generasi Z atau generasi milenial sekarang dan bagaimana agar generasi sandwich yi kita-kita yang menanggung beban ke atas dan ke bawah dapat berkurang bebannya agar lebih produktif dalam rangka meningkatkan IPM nasional menuju Indonesia Jaya 2045.
Apa boleh buat, sikon politik dan aturan pemilu kitalah yang membuat jurus monsak itu penting dalam perpolitikan nasional Indonesia.
Sistem kita tidak mengenal seleksi capres melalui konvensi nasional seperti di AS. Awal reformasi, Golkar pernah mencobanya, sekadar ujicoba di forum Golkar sendiri. Inilah pertamakali Prabowo muncul setelah dihukum DKM beberapa waktu sebelumnya. Ujicoba ala Golkar ini langsung gugur, karena belum ada instrumen yang mengaturnya bahkan di internal Golkar sendiri, apalagilah instrumen nasional yi UU Pemilu, jelas konvensi capres untuk parpol ini belum ada.
Karena rute untuk menjadi capres itu tidak ada di dalam sistem nasional kita, maka sekarang parpol melihat freezernya masing-masing, seperti misalnya AHY yang digadang-gadang Demokrat, Puan Maharani Soekarno yang digadang-gadang PDIP. Penggadangan semacam ini pun ada batasnya, yi parliamentary threshold yang dipatok minimal 4% di parlemen. Tak heran banyak parpol yang tercampak pada pemilu 2014 dan 2019. Yang sekarang berleha-leha tentu hanya PDIP dan Golkar atau Gerindra atau Nasdem, karena presidential threshold yang dipatok 20-25% sudah ada dalam genggaman, jika mereka berkoalisi satu sama lain.
Mari kita lihat urut-urutan 16 parpol yang berkontestasi dalam pemilu 2019 sbb : PDIP 128 kursi dari 27.503.961 suara (19,33%); Golkar 85 kursi dari 17.229.789 suara (12,31%); Gerindra 78 kursi dari 17.596.839 suara (12,57%); Nasdem 59 kursi dari 12.661.792 suara (9,05%); PKB 58 kursi dari 13.570.970 suara (9,69%); Demokrat 54 kursi dari 10.876.057 suara (7,77%); PKS 50 kursi dari 11.493.663 suara (8,21%); PAN 44 kursi dari 9.572.623 suara (6,84%); PPP 19 kursi dari 6.323.147 suara (4,52%); Berkarya 0 kursi dari 2.902.495 suara (2,09%); PSI 0 kursi dari 2.650.361 suara (1,85%); Hanura 0 kursi dari 2.161.507 suara (1,54%); PBB 0 kursi dari 1.990.848 suara (0,79%); Perindo 0 kursi dari 3.738.320 suara (2,07%); PKPI 0 kursi dari 312.775 suara (0,22%) dan Garuda 0 kursi dari 702.536 suara (0,5%).
Hanya 9 parpol saja yang bisa mengajukan capresnya masing-masing. Sekali lagi, itu pun kalau satu sama lain berkoalisi. Celakanya raihan itu memuat cukup banyak permutasi dan kombinasi. Ada yang cukup 2 parpol bisa maju, ada yang harus tiga parpol, bahkan 4 parpol baru bisa majut jalan.
PDIP yang number one saja tidak menang mutlak. Andaikanlah dia meraih 20 persen kursi di Parlemen, PDIP pasti bisa bersolo karier untuk mengajukan capresnya sendiri seperti yang hidden selama ini yi menggadang-gadang puteri mahkota Puan Maharani sebagai capres PDIP.
Tak heran tiada tahun selain tahun politik. Semuanya tak sabar. Cari Jalan masing-masing. Jurus monsak yang sudah dipandang kedaluarsa malah semakin menggebu.Â
Look, apa jurus monsak Cebong Vs Kampret sudah berakhir? Oh no. Buzzers di medsos malah semakin banyak menabuh genderang perang menuju pemilu 2024. Begitu juga jurus beruk membaca puisi ilahi. O itu masih, malah baru kemarin ditangkapin kaum radikal yang mengatasnamakan Khilafatul Muslimin.Â
Tak lupa Anies baru saja kemarin digadang-gadang sebagai presidenku oleh kalangan konservatif, meski baru ditabokin buzzers karena e formulanya yang baru saja usai dianggap bukan prestasi tapi dipandang sebagai penyalahgunaan dana rakyat DKI dengan beaya commitment fee dan beaya penyelenggaraan yang nyaris seribu milyar rupiah. Fantastis.
Saya pikir inilah yang dilihat Jkw selaku patron utama perpolitikan nasional kita. Silakan yang lain marmonsak, tapi jurus monsak Jkw jelas berbeda dengan jurus monsak dari lawan-lawan politiknya. Yang digelundungkan sementara ini hanyalah jurus monsak selaku variable antara, dengan asumsi antiklimaks dari semuanya adalah beberapa saat jelang tahun 2024. Nah pada moment itulah jurus monsak terbaiknya akan dikeluarkan.
Jadi bukan soal siapa yang bakal dicapresin, tapi adalah soal elektabilitas capres ybs dan terakhir tentu suara sang presiden yang diraih pada Pemilu 2019. Itu akan jadi senjata pamungkas apabila ada capres 2024 yang bisa melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan Jkw.
Bayangkan ada 55,50% atau 85.607.362 suara buat Jkw dan 44,50% atau 68.650.239 suara buat Prabowo dalam Pilpres 2019. Inilah jurus monsak yang katakanlah aji pamungkas Jkw sang King Maker yang akan diberikan kepada capres pilihan rakyat yang sudah yakin betul bahwa dialah orangnya.
Ganjar atau Puan atau Prabowo. Pilihan itu bergantung kesiapan mereka dalam tongkat estafet itu dan bagaimana rakyat Indonesia yang selama ini dituntun oleh presiden Jkw dapat diyakinkan. Silakan marmonsak dengan jurus kalian masing-masing.
Jkw dan kita semua pasti menolak habis capres dari kalangan konservatif radikal dan menolak mereka yang memperpolitisir para preman untuk membangun parlemen jalanan, karena jauh sebelumnya mereka sudah terlempar dari ring parmonsakan politik Indonesia, bahkan Prabowo pun sudah kapok. Kasihan rakyat.
Jadi jurus monsak reog ponorogo kesurupan tak berlaku lagi apalagi kalau aliran dana buat melaksanakan jurus brutal itu dapat diatasi PPATK. He He ..
Salam monsak jurus sang ksatria memanah rembulan.
Joyogrand, Malang, Thu', June 16, 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H