Kini mari kita fokus dan merasakan bagaimana nuansa obyek wisata kedua yang dikunjungi Kenia, yi Kampung Adat Praiyawang. Kampung ini dikenal dengan adat istiadatnya yang masih terjaga, arsitektur rumah tradisionalnya yang menarik, serta bangunan kuburan megalitiknya yang sarat makna.Â
Selain itu, wisatawan juga bisa melihat beragam benda peninggalan nenek moyang seperti gong, tambur dan pakaian adat yang telah berumur ratusan tahun namun masih terawat dengan baik.
Juga para penenun Sumba ada disini seperti Tina yang sempat foto bersama Kenia bersama anak-anak Sumba. Kain tenun Sumba nggak dijual meteran, tapi dijual per gelondongan hasil tenun ikat dari para penenun. Harga termurah Rp 1 juta dan yang termahal Rp 2,5 juta ke atas. Satu kain tenun bisa berbulan-bulan dikerjakan, demikian Tina.
Pewarnaan tenun ikat Sumba tak banyak macamnya. Hanya 2 warna dominan saja, yi biru merah dan biru nila. Warna itu diracik dari tumbuhan dan hebatnya tidak luntur.Â
Sumba memang maestro dalam tenun ikat. Bayangkan benang-benang tenun itu hanya diikat dalam pewarnaan untuk motifnya. Tiba-tiba muncul motif kuda sumba dan alam Sumba lainnya setelah menjadi produk akhir sebuah karya tenun ikat. Kita nggak pernah tahu bagaimana dengan teknik mengikat benang-benang tenun seperti itu dapat dihasilkan kain yang aduhai.Â
Itulah Praiyawang, itulah keunikan Sumba. Tak salah kalau untuk seantero NTT, penenun Sumba-lah maestronya. Tapi ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sekarang sudah ada, maka aku beli cindera mata karya ATBM seukuran selendang saja, demikian Kenia.
Kain tenun ini nantinya digunakan sebagai pakaian adat, pakaian sehari-hari serta kain untuk membungkus orang mati. Dan dalam kepariwisataan, tau sendirilah tenun ikat Sumba yang berharga jual tinggi karena nilai artistiknya itu tentu salah satu penghasil devisa bagi 4 kabupaten yang ada di Pulau Sumba.
Sementara itu, rumah adat Sumba di kampung ini memiliki ciri khas atap yang tinggi dan lancip, serta terdapat kepala dan tanduk kerbau di bawah pintu. Rumah terbagi menjadi 3 bagian, yaitu bagian bawah, tengah dan atas.Â
Pembagian ini melambangkan tiga alam yang dipercayai masyarakat setempat, yakni alam bawah atau tempat arwah, alam tengah atau tempat manusia, dan alam atas atau tempat para dewa. Mirip trilogi Batak, yi Banua Toru (dunia bawah), Banua Tonga (dunia dimana kita hidup) dan Banua Ginjang (dunia atas tempat bersemayam debata mulajadi nabolon atau dewa tertinggi asalmuasal sesuatu di jagad raya ini).
Terdapat delapan rumah induk yang mengelilingi kampung adat Praiyawang. Delapan rumah induk itu melambangkan delapan keturunan dari bangsawan dalam Kampung Adat Praiyawang.