Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Krisis Berat Peradi: Otto, Luhut Pangaribuan, Juniver atau Fauzie kah yang Sah?

29 April 2022   17:07 Diperbarui: 30 April 2022   08:24 2629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tiga Ketua Peradi, yi Juniver Girsang, Luhut Pangaribuan dan Otto Hasibuan. Foto : wahanaadvocat.com

Krisis Berat Peradi : Otto, Luhut Pangaribuan, Juniver atau Fauzie-kah Yang Sah

Belum usai aduan Peradi (Persatuan Advokat-Advokat Indonesia) kelompok Otto Hasibuan atas statement  Hotman Paris Hutapea belum lama ini yang membeberkan ketidaksahan Otto yang menjabat Ketua Peradi untuk ketigakalinya dengan melanggar AD/ART yang hanya membolehkan dua kali masa jabatan melalui munas, ee terbetik kabar yang tak kalah viralnya ketika Dr. Luhut MP Pangaribuan, SH, LLM disahkan pemerintah sebagai Ketua Umum Peradi pada Rabu 27 April 2022.

Kementerian Hukum dan HAM melalui Dirjen AHU (Administrasi Hukum Umum)  mengumumkan perubahan SK Pengesahan Pendirian Peradi, dari SK AHU 120.AH.01.06 tahun 2009 yang diketuai Otto Hasibuan dengan Sekjen Harry Ponto, kemudian mensahkan Luhut sebagai Ketua dengan Sekjen Soegeng Teguh Santoso melalui SK AHU 0000859.AH.01.08 tahun 2022 untuk periode 2015-2020

Legalitas terbaru Peradi itu dapat dilihat di situs Kemenkumham postingan Selasa 26 April 2022.

Ini viral terbaru di medan tempur lawyer Indonesia soal keabsahan rumah besar mereka yi Peradi, terhitung sejak gegeran pertama di Munas 2010 di Makassar yang tak menghasilkan keputusan apapun, termasuk pergantian pimpinan, selain perpecahan Peradi menjadi 3 Peradi, yi versi Otto, versi Juniver Girsang dan versi Luhut Pangaribuan.

Yang menarik disini dan tak banyak diperhatikan publik adalah Munas II Peradi versi Otto di Pekanbaru tgl 12-13 Juni 2015 sesudah kegagalan Munas I Peradi tgl. 26-28 Maret 2010 di Makassar yang konon tidak kondusif, sehingga ditunda 3-6 bulan ke depan. 

Peradi diklaim masih dipegang Otto hingga menyusul rapat pleno yang membuahkan Munas II Peradi dan terpilihlah Fauzie sebagai Ketua baru pada 2015. Itu artinya Otto memegang 2 periode yi 2005-2010 dan 2010-2015.

Tetapi ada katakanlah noise besar disini, yi legalitas kepemimpinan Otto sepanjang 2010-2015. Fauzie dalam arti kelompok Otto memang di atas kertas menggantikan Otto pada 2015. Legalitas Otto 2010-2015 wajar dipertanyakan dan tambah dipertanyakan lagi pada 2015-2020, bahkan hingga kini, karena Fauzie sekalipun dinyatakan terpilih sebagai Ketua dalam Munas II, tapi tak pernah kelihatan batang hidung kepemimpinannya di Peradi. Seharusnya, kalau memang tak terkendala Otto dan perpecahan Peradi itu sendiri, Peradi Fauzie eh Otto sudah harus menyelenggarakan Munas III pada 2020 ntah dimanapun itu.

So, hasil munas II di Pekanbaru itu sepertinya terlihat nyata tapi abu-abu, de fakto masih Otto hingga 2022 ini. Begitu Hotman Paris keluar dari Peradi pada Maret 2022, kemudian bergabung di DPN pada  bulan April ini, barulah terbongkar semua ketidakberesan kepemimpinan di Peradi pada periode kedua Otto bahkan hingga periode III dan periode IV 2020 hingga sekarang.

Sepanjang 2015 hingga sekarang di kala Hotman keluar dari Peradi Maret lalu, Fauzie tak ada batang hidungnya dalam kepemimpinan Peradi, except Otto. Ini tentunya kontroversial bagi kubu Juniver dan Luhut, apakah benar hukum di negeri ini  mengabsahkannya seperti itu.

Demo para pengacara di Polda Riau. Foto : m.merdeka.com 
Demo para pengacara di Polda Riau. Foto : m.merdeka.com 

Penyelesaian kemelut di sebuah organisasi profesi yang besar seperti Peradi, seyogyanya tidaklah seperti itu, tapi itulah birokrasi hukum kita sepertinya justeru menjadi perintang utama dalam menyelesaikan sengketa besar di sebuah organisasi besar seperti Peradi. Krisis itu sejak 2010. Terlihat jelas bahwa kepastian hukum di negeri ini adalah ketidakpastian hukum itu sendiri.

Berbarengan atau pasca Munas II Pekanbaru, Luhut sudah sampai ke tingkat MA, boleh jadi Juniver pun begitu ntah sudah sampai dimanapun dia. Tapi dalam pertarungan sengit tapi terselubung ini, Otto anteng saja di katakanlah Old Peradi. 

Mengutip Hotman, disamping telah mengubah anggaran dasar dengan rapat pleno, bukan dengan munas sesuai ketentuan. Aturan yang diubah itu dikatakan boleh menjabat 3 kali asal tidak berturut-turut.

Maka Hotman langsung merujuk pada Keputusan MA dalam Keputusan No. 977/PDT/22 tgl 18 April 2022 yang menyatakan AD/ART Peradi versi Otto tidak sah, maka konsekuensi logisnya seluruh pengurus Peradi versi Otto tidak sah, demikian Hotman seraya menambahkan Otto malah KKN dengan menempatkan mantunya sebagai direktur PKPA (Pendidikan Khusus Profesi Advokat) di Peradi yang dipimpinnya.

Tak lama setelah gedoran keras Hotman Paris, Luhut Pangaribuan dikukuhkan secara hukum melalui Kemenkumham sebagai Ketua Peradi periode 2015-2020. Ini juga menjadi soal. 

Mungkin pemilihannya sebagai Ketua Peradi yang dilakukan dengan cara online yi e-voting tidak menjadi masalah, tapi mengapa legalitasnya baru dikeluarkan sekarang. Ini bertubrukan dengan Peradi versi Otto yang bermunas di Pekanbaru pada 2015. 

Dan kita juga bertanya-tanya kapan Luhut berkiprah dalam kepengurusan Peradi periode 2015-2020. Kalau Luhut aktif dalam kepemimpinannya mengapa tidak terbetik kabar ia menyelenggarakan munas pada 2020 lalu. Bagaimana dengan Juniver yang juga mengatasnamakan Peradi. Benar-benar Peradi dalam krisis berat, nggak Otto, nggak Fauzie, nggak Luhut dan nggak Juniver. Semua bermasalah

Fauzie memang menang dalam menggugat Luhut yang menyelenggarakan Munas secara e-voting. PN Jakpus menolak gugatan itu pada 31 Oktober 2019. Ditingkat banding, PT Jakarta memenangkan gugatan Fauzie. Luhut mengajukan kasasi dan ditolak MA.

Tapi dengan keluarnya Keputusan Dirjen AHU An Menkumham yang memastikan bahwa Luhutlah yang sah. Maka ambyar sudah Howitzer yang ditembakkan kubu Otto. Yang kurang bagi Luhut tinggal munas saja yang seharusnya telah dilakukannya tahun 2020 lalu.

Persoalan hukum harus diakui tak kunjung beres di negeri ini. Sementara komunitas ini semakin padat merayap populasinya, karena sejak zaman Belanda kita sudah mencetak lawyer seperti katakanlah Yap Tiam Hien, Muhammad Yamin dll, lalu di era orba ada Masdulhak Simatupang, Bismar Siregar, Adnan Buyung, OC Kaligis, Makarim dll dan di zaman reformasi hingga sekarang perkembangannya sudah menjadi deret ukur, mulai dari alm Moenir, Hendardi, Bambang BW, Hotman Paris, Farhat dll. Boleh jadi jumlah alumni terbesar di negeri ini adalah alumni hukum ntah dari universitas manapun itu.

Tak heran pengorganisasiannya pun semakin rumit disamping tentu banyak cuan yang bisa diraup disitu, katakanlah dari PKPA dan dari setoran-setoran alumni Peradi yang sukses di lapangan. Dari starting point organisasi demokratis, kemudian Peradi menjadi organisasi oligarkis. Sains mengatakan demokrasi one man one vote, pada akhirnya tidaklah cukup. 

Sekalipun demokrasi itulah titik kulminasi perkembangan peradaban manusia sebagaimana dikatakan Francis Fukuyama, fakta tetap menunjuk pada oligarki yang sarat dengan kepentingan penguasa dan para pengusaha.

Belum lagi bagian yang dominan dalam proses demokrasi di komunitas hukum negeri ini adalah anak-anak Toba seperti Hotman, Otto, Luhut dll. Mereka ini membawa perilaku konflik yang tak mudah berkonsensus sebagaimana tatanan demokrasi dari tempat asal mereka. Akulah sang raja. Semuanya berkecenderungan kuat seperti itu, maka tak heran oligarki saja pun tak lagi cukup. Pecahlah dia dan menghablur menjadi A, E, I, O, U.

Lalu bagaimana persoalan Peradi ini bisa diselesaikan? Akan banyak temuan dan tafsir hukum disini. Legal standing Luhut sudah ok sekarang, karena itulah yang terdaftar di Kemenkumham. Tapi untuk menutup Peradi Otto dan Fauzie. Itu juga tak mudah. 

Tafsir yang sudah dipertajam adalah sahnya rapat pleno bagi pimpinan untuk memutuskan menunda munas karena sikon, lalu menyelenggarakan munas berikutnya tanpa mengajakserta mereka yang telah menyempal dari Peradi, Tafsir hukum untuk kepastian hukum dan rasa keadilan, Indonesia memang jagonya. Jadi teringat Hakim Agung Bismar Siregar. 

Ketika bertugas di sumatera utara, hakim Bismar diberitakan punya temuan hukum yi "bonda" (bahasa Toba) atau benda atau materi untuk kemaluan perempuan maupun lelaki. Dalam sebuah kasus ada pasangan di Medan kepergok berasyikmasyuk dan dituding salah satunya memperkosa. 

Faktanya ternyata bukanlah perkosaan, melainkan suka sama suka karena yang diperjualbelikan disitu adalah bonda. Maka gugurlah tudingan sengit dari ortu yang tak terima lahir-bathin calon mantunya.

UU No. 18 tahun 2003 tentang Advokat dalam pasal 28 ayat 1, bentuk organisai advokat di Indonesia seharusnya single bar yi Peradi yang dibentuk tak lama setelah UU itu diberlakukan. Yang bergabung di Peradi ketika itu ada kl 8 organisasi advokat. 

Tapi dalam perjalanan waktu bermunculan oraganisasi-organisasi baru, terlebih setelah kegagalan munas pertama di Makassar, dimana Peradi pecah menjadi tiga dengan super egonya masing-masing. Bahkan, mengutip hukumonline.com, organisasi advokat kini telah mencapai angka 40-an.

DPN misalnya, dimana Hotman Paris bergabung sekarang, itu adalah salah satu organisasi advokat terbaru di Indonesia dengan pengurus yang muda-muda dan energik. Maka sebagai wadah tunggal dalam model single bar Peradi sesungguhnya sudah tidak relevan lagi.

Yang perlu sekarang adalah membiarkan organisasi advokat di negeri ini berkembang dengan model multi bar. Tapi legalitas tentu harus diberikan pemerintah kepada organisasi advokat yang benar-benar professional. 

Seperti sekarang karena kegaduhan Peradi tiada henti pemerintah terpaksa mengeluarkan Surat Ketua MA No. 73/KMA//HK/.01/IX/2015 tgl 25 September 2015, dimana setiap organisasi advokat yang sah diakui pemerintah berhak menyelenggarakan PKPA dan  mengusulkan setiap advokat yang akan disumpah dan diangkat didasarkan pada SK MA itu. Ini kan merujuk pada sistim multi bar.

Pertikaian Peradi sebaiknya segera dihentikan. Sudah terlalu lama ribut. Kalau memang ketiga kubu itu ngotot mempertahankan eksistensi dan kepentingannya masing-masing, maka sebaiknya kalaupun nama Peradi tetap dipakai, tapi perlu ditambahi belakangnya, misalnya Peradi Otto menjadi Peradi-K (K katakanlah Klasik), Peradi Luhut menjadi Peradi-R (R katakanlah Reformasi), Peradi Juniver menjadi Peradi-P (P katakanlah Psikedelik) dst.

Soal Hotman Vs Otto? Itu sepertinya sudah klaar ketika Otto mengalah. Suka-suka dialah, kalau memang itu kesenangannya, nggak masalah. Hotman bagaimanapun kan teman saya. Serius lae. He He ..

Joyogrand, Malang, Fri', April 29, 2022.

Tiga kubu Peradi ketemu Menkumham dan Menkopolhukam. Foto : jakarta.ayoindonesia.com
Tiga kubu Peradi ketemu Menkumham dan Menkopolhukam. Foto : jakarta.ayoindonesia.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun