Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Cangkruk Bersama Andi Arifudin di Warkop Klodjen Djaja 1956 Kota Malang

26 April 2022   19:57 Diperbarui: 30 April 2022   08:28 1659
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Asesori jadul Warkop Klodjen Djaja 1956. Foto : Parlin Pakpahan.

Cangkruk Bersama Andi Arifudin Di Warkop Klodjen Djaja 1956 Kota Malang

Cuaca kota Malang terasa hangat dan sejuk pada Senin pagi 25 April itu. Merasa harus bergerak ya iya, karena hari-hari sebelumnya terpaksa heneng hening di rumah, karena Malang diguyur hujan tiada henti.

Raun-raun atau dolan-dolan kali ini masih dalam suasana bulan puasa, tapi sudah di penghujungnya. Rasa terkuat yang sontak muncul ketika itu adalah melihat kembali suasana perkopian di kota Malang, mumpung sudah dibooster Astra Zeneca dan pastinya mumpung hujan lagi tidak mendera kota Malang.

Selintasan tadi lewat BTPN, Kantor Pos dan Bank BRI di Pattimura sepertinya orang banyak lagi antri. Telisik punya telisik oalah ternyata outlet umum itu lagi bagi-bagi THR buat ANS, bahkan sudah sejak Rabu 20 April lalu. Pantesan!

Warkop Klodjen Djaja 1956 pada bulan puasa tutup pagi sampai Pk 16.00 dan baru buka Pk. 16.00-22,00. Foto: Parlin Pakpahan.
Warkop Klodjen Djaja 1956 pada bulan puasa tutup pagi sampai Pk 16.00 dan baru buka Pk. 16.00-22,00. Foto: Parlin Pakpahan.

Kita tinggalkan dulu antrian meriah menyongsong lebaran 2022 yang kian mendekat itu, kita langsung saja ke sebuah nama yang semuanya pakai ejaan Ophuysen yi Warkop Klodjen Djaja 1956 di bilangan Klojen, persisnya di Jln. Cokroaminoto No. 2. Ada apa dengan 1956, bukankah tahun itu terjadi krisis Suez pertama pasca PD II dan kalau nggak salah Indonesia begitu gagahnya membatalkan KMB termasuk status Papua. Belanda kebakaran jenggot. 1956 inilah yang memicu pembebasan Irian Barat nantinya.

Tapi ini kota Malang. Saya yakin tahun 1956 boleh jadi masih beraroma Belanda sekali sebagaimana banyak jejaknya yang kita temui di kota sejuk ini. Jangan-jangan masih ada dansa-dansi ala Belanda di bilangan Ijen Besar yang adalah salah satu ikon Malang tempo doeloe.

Dari pikiran yang berdelusi tentang kota Malang tempo doeloe yang dikaitkan dengan angka 1956 itu, singkat cerita akhirnya saya ketemu dengan sosok yang memang saya ingin temui, yi owner Warkop Klodjen Djaja 1956.

Lelaki yang mendekati usia separuh baya itu ternyata bernama Andi Arifudin. Ia kebetulan ada di warkopnya pagi itu.

Barista Ellya sedang melayani pengunjung warkop. Foto: Parlin Pakpahan.
Barista Ellya sedang melayani pengunjung warkop. Foto: Parlin Pakpahan.

PP : Halo saya Parlin Pakpahan (PP) pengen nulis tentang Warkop Klodjen Djaja di Kompasiana.

AA : Halo juga. Silakan. Saya Andi Arifudin (AA) pemilik warkop ini. Saya kelahiran Malang persis disini ya rumah tinggal ya tempat usaha penjualan daging sapi yang dirintis kakek-nenek saya pada 1956.

PP : O itu toh arti 1956. Saya kira ini dan itu. He He .. Apa memang bisnis ortu sejak awal di sini?

AA : Ya. Mereka jualan daging sapi. Itu tuh di counter sebelah. Kakek-nenek saya yang merintisnya, turun ke ortu, lalu ke kami ini yang adalah keturunannya.

Para barista Warkop Klodjen Djaja 1956. Foto: Parlin Pakpahan.
Para barista Warkop Klodjen Djaja 1956. Foto: Parlin Pakpahan.

PP : orangtua masih ada?

AA : Sudah lama meninggal.

PP : Memulai warkop ini sejak kapan?

AA : Sejak pandemi. Awalnya Bakso Bakar. Tapi kemudian bergeser ke kopi. Masalahnya saya lebih banyak di Jakarta sebelumnya. Saya berbisnis kuliner disana, yi steak yang saya namai Steak Waku. Usaha itu di Kelapa Dua, Depok, kl 500 meter dari markas Brimob. Pebruari lalu saya tutup. Tapi cabang yang di Kediri masih buka.

PP : Usaha bagus koq ditutup?

Asesori jadul Warkop Klodjen Djaja 1956. Foto : Parlin Pakpahan.
Asesori jadul Warkop Klodjen Djaja 1956. Foto : Parlin Pakpahan.

AA : Sebelum pandemi ya bagus, tapi setelah pandemi sepi.

PP : Sepi menggigit ya. Ok siapa yang bertanggungjawab dalam usaha kopi disini?

AA : Saya sendiri dan dalam usaha mengembangkannya saya bekerjasama dengan Didiek Safari. Itu yang biasa tampil di JTV. Saya urus manajemen dan Didiek urus branding.

PP : Bagaimana jalannya anda bisa bermitra dengan Didiek?

Barista Jason in action. Foto : Parlin Pakpahan.
Barista Jason in action. Foto : Parlin Pakpahan.

AA   : Mas Didiek itu teman SMA saya dulu. Dia sebaya saya. Dulunya CEO Event Kopi Nusantara. Sekarang dia punya usaha Coffee Shop bernama Swag di bilangan Sawojajar, tak jauh dari sini. Anak-anak disini juga ada yang bekerja ikut Didiek di Swag. Usaha pembranding-an kopi yang dilakukan Didiek ada beberapa. Dia mengajak anak-anak yang masih kuliah bikin branding seperti Sang Kelana yang menggunakan VW Combi. Lalu ada lapak Kopi Vietnam di Gresik dll.  Kalau saya di kuliner.

PP : Btw, berbagai pamflet iklan bergaya Malang tempo doeloe ada saya lihat di kedai ini. Koq bisa bergaya jadul seperti itu?

AA : Awalnya saya punya bengkel disini. Ayok bikin studio disini, ajak saya kepada beberapa teman. Dulu sekali disini, itu yang di Jln Trunojoyo ke arah setasun KA ada bioskop, namanya Mutiara Theater. Sejak dulu daerah ini memang selalu ramai. Kita pun jadi terinspirasi untuk coba bikin konsep yang merakyat. Begitu kira-kira. Saya dan keluarga kan punya dagangan daging sapi dengan counter tempo doeloe yang tetap bertahan hingga sekarang. Di sebelah ada pasar yi pasar klojen. Saya pikir sembari jualan daging apa salahnya di sampingnya saya buat usaha warkop. Lalu bikin studio-studio-an dengan poster besar sebagaimana terpampang di depan seakan ada bioskop. Namanya saja mencoba membranding sesuatu. Sedangkan nama Klodjen Djaja 1956, itu adalah titik awal usaha keluarga saya yi jualan daging sapi.

Daftar harga kopi dan mesin roastery Warkop Klodjen Djaja 1956. Foto : Parlin Pakpahan.
Daftar harga kopi dan mesin roastery Warkop Klodjen Djaja 1956. Foto : Parlin Pakpahan.

PP : Setelah usaha bakso bakar ditinggalkan, lalu anda bergeser ke kopi. Persisnya sejak kapan itu?

AA :  14 Pebruari 2021.

PP : Konsep anda sepertinya nyambung dengan visi Sutiaji Walikota Malang untuk mengembangkan wisata Malang Tempo Doeloe di sentralnya Malang mulai dari Kayoe Tangan, Tugu, Alun-Alun Kota hingga ke Pecinan di Pasar Besar sana. Trotoar diperindah dengan penyediaan bangku-bangku yang kokoh tapi indah buat warga Malang bersantai dan tanaman rindang yang ke depannya bakal tumbuh tak terlalu besar juga sudah dipersiapkan di sepanjang Kayoe Tangan.

AA : Iya betul. Di Tjokroaminoto misalnya lurus ke Trunojoyo sana. Sejak dulu terkenal dengan minumannya. Malah dekat sini, itu tuh di seberang jalan ada Kopen, yi pemain lama kopi. Dia adalah senior kami. Dia sudah lama bermain kopi. Maka saya mencoba membuat konsep yang sedikit berbeda.

The owner Andi Arifudin di tengah Baristanya. Foto : Parlin Pakpahan.
The owner Andi Arifudin di tengah Baristanya. Foto : Parlin Pakpahan.

PP : Ya saya tahu. Iklan jadul anda, mulai dari depan hingga dinding-dinding warkop ini sudah bercerita banyak bagaimana anda membranding Warkop Klodjen Djaja 1956. Nah, bagaimana ke depannya agar warkop ini benar-benar mengena di hati masyarakat?

AA : Ya itu tadi. Konsepnya berangkat dari wong cilik, Dari dulu Tjokroaminoto dan sekitarnya kan terkenal sebagai tempat jualan buah-buahan. Karena dekat pasar dan setasiun KA, juga banyak tukang becak dan penjaga parkiran. Maka kita harus mau bagaimana agar merakyat tentunya. Pagi Pk 07.00 kita sudah buka. Sampai Pk 09.00 kita sajikan kopi robusta tanpa campuran seharga tigaribuan per cangkir dengan potongan seribu, jadi dua ribu rupiah. Mereka yang antri belanja daging sapi di counter kami, tentu butuh selingan ringan. Kebanyakan mereka tidak datang sendirian, tetapi ada yang menemaninya. Yang satu dalam antrian beli daging dan yang lainnya dapat mampir minum kopi di sebelah counter daging yi Warkop Klodjen Djaja 1956. Setelah lewat Pk. 09.00 ya kembali harga normal.

PP : Ok. Lalu bagaimana konsep anda agar kaum snob dan wong cilik itu bisa menyatu di kedai ini?

Asesori jadul Warkop Klodjen Djaja 1956. Foto : Parlin Pakpahan.
Asesori jadul Warkop Klodjen Djaja 1956. Foto : Parlin Pakpahan.

AA : Pada Hari Kopi Nasional Maret ybl, kita bagi-bagi kopi kepada kepada siapa saja di bilangan klojen, khususnya mereka yang beraktivitas di pasar klojen dan komunitas lainnya dari berbagai strata yang berlalu lalang di Tjokroaminoto dan Trunoyo. Kita sajikan kopi gratisan itu dari kopi robusta terbaik Malang tanpa campuran. Jauh sebelum itu kita juga berbagi kopi dengan komunitas pengguna sepeda ontel, juga kita adakan ajang musik dengan para pengamen yang sebagian di antaranya memakai alat musik yang kecil apa namanya?

PP : Ukulele. Iya ya cukup banyak pengamen yang menggunakan ukulele disini.

AA : Puncaknya kita menyelenggarakan ultah kopi nasional di gedung Senaputera. Ada pergelaran musik disitu.

PP : Bagaimana rencana pengembangan selanjutnya setelah pembrandingan semua itu?

Barista Ellya Arista dan asesori jadul di sebelahnya. Foto : Parlin Pakpahan.
Barista Ellya Arista dan asesori jadul di sebelahnya. Foto : Parlin Pakpahan.

AA : Warkop Klodjen Djaja ini, karena dekat ke pasar, maka pastinya konsep kerakyatan yang utama. Meskipun merakyat, kopi yang kami sajikan disini adalah kopi terbaik Malang dan kopi terbaik dari daerah lain penghasil kopi. Kopi asli yang kami sajikan itu bermutu tinggi tanpa harus menjitak para pengunjung, ntah itu yang mau minum kopi sambil cangkrukan atau mereka yang hanya ingin membeli kopi bubuk yang siap kami giling, timbang dan bungkuskan kepada para pembeli. Kami disupport para petani, khususnya petani kopi di lereng Arjuno, disamping Kopi Dampit yang sudah lama terkenal.

PP : Apa anda juga menyediakan kopi Arabika disini?

AA : Kalau Arabika, itu kita ambil dari Buleleng dan Bedugul, Bali. Kalau dari Malang sekitar ya Arabika Ijen. Sejauh yang saya tahu Arabika Buleleng-lah yang terbaik. Kalau yang lain masih ada rasa mocca-nya.

Para Barista Warkop Klodjen Djaja 1956. Foto : Parlin Pakpahan.
Para Barista Warkop Klodjen Djaja 1956. Foto : Parlin Pakpahan.

PP : Semua pernak-pernik yang menggelantung di kedai ini menggambarkan suasana apa kurang lebihnya?

AA : Itu hanya asesori saja sejalan dengan konsep awal kami bagaimana agar pengunjung mudah mengingat Klodjen Djaja 1956 yang seakan tampilan studio tempo doeloe  dari depan dan di dalam dapat larut dalam suasana jadul yang merakyat. Mereka hanya tinggal tarik kursi dan duduk cangkruk minum kopi di depan klodjen djaja dan bisa memanjang hingga ke pasar klodjen.

PP : Ok Mas Andi, saya kira obrolan kita sudah lebih dari cukup. Terimakasih atas waktu anda.

AA : Baik dan jangan lupa kapan waktu mampir tuk mencicipi kopi Klodjen Djaja 1956.

Jason (kn) dan sohibnya Deklinan (kr). Foto : Parlin Pakpahan
Jason (kn) dan sohibnya Deklinan (kr). Foto : Parlin Pakpahan

Demikian obrolan 12 pas kita dengan Andi Arifudin yang ke depannya malah akan mengembangkan perkopian Malang di bilangan Tanjung Barat tak jauh dari Antham. Kiat terpenting percafean di kota wisata Malang adalah bagaimana agar merakyat dan bagaimana menciptakan suasana non-psikedelik di warkop tsb agar kultur cangkruk Malang-an khususnya dan Jawa Timur-an pada umumnya memperoleh pijakan yang pas.

Di malam hari ketika saya berkunjung khusus untuk mencicipi kopi seduhan Klodjen Djaja 1956, saya sempat diperkenalkan Andi kepada isterinya Cici yang kebetulan berkunjung ke cafe. Ternyata Bu Andi adalah orang Medan asal Lubuk Pakam. Itulah Indonesia yang tak lepas dari asimilasi dan akulturasi. Jadi teringat pepatah Melayu, dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung. Basudaralah kitorang Medan dan Malang.

Saya pikir, catatan terpenting perkopian di Malang Raya seyogyanya dapat diceritakan kembali. Dimulai dari Gn Kawi, kemudian Belanda berhasil mengembangkan Kopi Robusta di Dampit, Kopi Arabika di Arjuno dan dalam perjalanan waktu setelah Malang terbebas dari Belanda, bibit kopi dari Malanglah yang menjadi cikal bakal pengembangan kopi di seluruh pelosok Indonesia. Kalaupun ke depannya ada perbedaan disana-sini, itu tentu terkait dengan habitat baru si hitam manis, ntah itu Robusta atau Arabika.

Para Barista Warkop Klodjen Djaja 1956. Foto: Parlin Pakpahan.
Para Barista Warkop Klodjen Djaja 1956. Foto: Parlin Pakpahan.

Soal bisnis percafean, jadi teringat Erwin beberapa waktu lalu di Poenokawan Coffee Roastery di Jln. Joyo Agung, Merjosari, tak jauh dari perumahan Joyogrand. 

Bisnis percafean di kota Malang khususnya sulit berkembang, demikian Erwin, sekalipun Malang Raya adalah salah satu penghasil kopi terbaik di Indonesia. Masalahnya, disini kebiasaan ikut-ikutan atau mengekor itu kuat sekali. Yang satu terlihat menggeliat bisnisnya, yang lain mengikut atau mengekor bisnis serupa begitu saja tanpa pikir panjang bagaimana kiatnya agar branded di masyarakat. 

Alhasil dalam perjalanan waktu yang tidak terlalu lama, satu per satu para pengekor itu pun rontok, bahkan sang perintis yang diekori itupun tak jarang yang rontok. Bisnis perkafean yang lumayan stabil ya di Batu. Itupun pada titik-titik tertentu yang strategis, kata Erwin.

Lepas dari pendapat itu, saya pikir Warkop Klodjen Djaja 1956, meski baru berusia satu tahun, tapi ikon 1956 itu unik dan ada semacam trigger disitu untuk memicu ledakan yang bagus. Inilah boleh jadi yang diramu oleh Didiek Safari mitra Andi Arifudin yang lumayan piawai dalam membranded angka jadul 1956 sebagai trigger. 

Ke depannya, saya pikir Ibarat koboi wild west Jesse James yang siap action menghajar lawan dengan pistol di kedua tangannya. Mengisi kejadulan 1956 itulah tugas Andi dkk untuk mengembangkannya agar sejalan dengan visi kepariwisataan kota Malang yang salah satunya adalah mengangkat Malang tempo doeloe sebagai salah satu unggulan yang kini sedang dikembangkan secara bertahap di downtown Malang.

Barista yang dipekerjakan Andi pun tampil ramah dan menarik karena tak dikostum psikedelik seperti Ellya Astria dan Jason. Mereka trampil dan bersemangat. Saya barista pertama disini Pak, kata Ellya. Dan Jason, alumni SMAK St Maria Langsep,  yang asli Malang asal Pecinan yang baru berusia 20 tahun malah bersemangat sekali. 

Tiba waktunya nanti setelah cukup belajar disini dari Pak Andi dan Pak Didiek, saya akan hijrah ke Yogyakarta Om. Mau coba peruntungan buka caf disana, kata Jason. Good ,, Good .. saya hanya bisa mengacungkan jempol. He He ..

Salam perkopian dari bumi Arema. Tabik.

Joyogrand, Malang, Tue', April 26, 2022.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun