Di malam hari ketika saya berkunjung khusus untuk mencicipi kopi seduhan Klodjen Djaja 1956, saya sempat diperkenalkan Andi kepada isterinya Cici yang kebetulan berkunjung ke cafe. Ternyata Bu Andi adalah orang Medan asal Lubuk Pakam. Itulah Indonesia yang tak lepas dari asimilasi dan akulturasi. Jadi teringat pepatah Melayu, dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung. Basudaralah kitorang Medan dan Malang.
Saya pikir, catatan terpenting perkopian di Malang Raya seyogyanya dapat diceritakan kembali. Dimulai dari Gn Kawi, kemudian Belanda berhasil mengembangkan Kopi Robusta di Dampit, Kopi Arabika di Arjuno dan dalam perjalanan waktu setelah Malang terbebas dari Belanda, bibit kopi dari Malanglah yang menjadi cikal bakal pengembangan kopi di seluruh pelosok Indonesia. Kalaupun ke depannya ada perbedaan disana-sini, itu tentu terkait dengan habitat baru si hitam manis, ntah itu Robusta atau Arabika.
Soal bisnis percafean, jadi teringat Erwin beberapa waktu lalu di Poenokawan Coffee Roastery di Jln. Joyo Agung, Merjosari, tak jauh dari perumahan Joyogrand.Â
Bisnis percafean di kota Malang khususnya sulit berkembang, demikian Erwin, sekalipun Malang Raya adalah salah satu penghasil kopi terbaik di Indonesia. Masalahnya, disini kebiasaan ikut-ikutan atau mengekor itu kuat sekali. Yang satu terlihat menggeliat bisnisnya, yang lain mengikut atau mengekor bisnis serupa begitu saja tanpa pikir panjang bagaimana kiatnya agar branded di masyarakat.Â
Alhasil dalam perjalanan waktu yang tidak terlalu lama, satu per satu para pengekor itu pun rontok, bahkan sang perintis yang diekori itupun tak jarang yang rontok. Bisnis perkafean yang lumayan stabil ya di Batu. Itupun pada titik-titik tertentu yang strategis, kata Erwin.
Lepas dari pendapat itu, saya pikir Warkop Klodjen Djaja 1956, meski baru berusia satu tahun, tapi ikon 1956 itu unik dan ada semacam trigger disitu untuk memicu ledakan yang bagus. Inilah boleh jadi yang diramu oleh Didiek Safari mitra Andi Arifudin yang lumayan piawai dalam membranded angka jadul 1956 sebagai trigger.Â
Ke depannya, saya pikir Ibarat koboi wild west Jesse James yang siap action menghajar lawan dengan pistol di kedua tangannya. Mengisi kejadulan 1956 itulah tugas Andi dkk untuk mengembangkannya agar sejalan dengan visi kepariwisataan kota Malang yang salah satunya adalah mengangkat Malang tempo doeloe sebagai salah satu unggulan yang kini sedang dikembangkan secara bertahap di downtown Malang.
Barista yang dipekerjakan Andi pun tampil ramah dan menarik karena tak dikostum psikedelik seperti Ellya Astria dan Jason. Mereka trampil dan bersemangat. Saya barista pertama disini Pak, kata Ellya. Dan Jason, alumni SMAK St Maria Langsep, Â yang asli Malang asal Pecinan yang baru berusia 20 tahun malah bersemangat sekali.Â
Tiba waktunya nanti setelah cukup belajar disini dari Pak Andi dan Pak Didiek, saya akan hijrah ke Yogyakarta Om. Mau coba peruntungan buka caf disana, kata Jason. Good ,, Good .. saya hanya bisa mengacungkan jempol. He He ..
Salam perkopian dari bumi Arema. Tabik.